Di dunia ini hanya ada 2 tipe orang. Pertama, orang yang terlalu ikut campur urusan orang lain dan kedua, orang yang tidak peduli sama sekali dengan urusan orang lain. Bukan pengertian secara harfiah, namun ini hanya pemikiran anti-sosial bernama Lee Han. Menurutnya, bersosialisasi itu melelahkan.
Hari terakhir sebelum liburan musim panas, terjadi pertengkaran di kelas 3-1. Pertengkaran itu rupanya membuat siswa pendiam seperti Lee Han meluapkan kemarahannya akibat ulah geng yang suka berbuat keributan. Salah satu anggota yang dikenal sebagai pemimpin geng tersebut tidak sengaja menumpahkan air di meja Lee Han. Hal yang membuatnya marah karena air itu menumpahi komik-komik kesayangannya. Tanpa melupakan fakta kalau itu komik limited edition yang belum ia baca sampai habis harus rusak karena ulah mereka.
"Opss! So-sorry.." Lee Han menarik kerah seragamnya dengan kuat. Hendak bersiap memberinya pelajaran. Tapi ada yang aneh dari gelagat Lee Han. Ia hanya diam. Matanya fokus menatap kedua mata kucing di depannya yang sedang berusaha meminta maaf.
Krringg~ bel masuk berbunyi. Seorang guru wali kelas memasuki ruangan terkejut melihat adegan di depan matanya itu. Bagaimana siswa yang biasanya pendiam kini berubah menjadi calon pelaku tindak kekerasan. Tidak dibiarkan citra buruk itu merusak seorang Lee Han. Guru wali kelaspun menjewer seorang yang berlawanan.
"Han Taesan, apa yang kau lakukan? Sudah kubilang ini tahun terakhirmu di sekolah, kalau kau ingin lulus dengan damai jangan berbuat ulah lagi. Sekarang ikut aku-"
Guru itu membawa murid bernama Han Taesan keluar dari kelas dan terus mengocehinya sepanjang lorong sampai suaranya hilang ditelan bumi. Meninggalkan sosok Lee Han terpaku bingung. "Hei, Lee Han kau tidak apa-apa?" tanya seorang temannya.
"Uhm" Lee Han sibuk membereskan mejanya dibantu beberapa temannya yang sama-sama satu frekuensi. Tiga edisi komik terbarunya sudah tidak berbentuk lagi. Basah. Tintanya ada yang luntur merusak gambar hitam-putih di komik itu.
"Bagaimana ini.. Padahal aku sangat ingin membacanya." seru sedih anak laki-laki yang berkaca mata itu.
"Memang tidak bisa dikeringkan?" tanya seorang lainnya yang memiliki perawakan lebih tinggi dari keduanya.
"Apa dia baik-baik saja?" tidak sadar atau bagaimana gumaman Lee Han barusan membuat kedua temannya bertanya bingung. "Kau bilang apa?" Lee Han hanya menggeleng. Kemudian dia keluar meninggalkan ruang kelasnya yang kembali ricuh akibat kelas kosong.
Lee Han berniat hanya ingin mencuci tangan tapi tidak sengaja berjalan melewati ruang guru dan menyaksikan guru masih memarahi Taesan habis-habisan. Ia berjalan mendekat dan sedikit mengintip di jendela.
"Lee Han? Apa yang kau lakukan disini?" Begitu fokus matanya mencari tahu apa yang terjadi sampai tidak sadar ada seorang guru menangkap basah dirinya yang berdiri seperti orang bodoh. Yang pasti ini berbeda dari tingkah normalnya.
"Oh, aku ingin bertemu wali kelas-"
Pintu terbuka. Lee Han semakin panik dan gugup saat tahu Taesanlah yang keluar dari ruangan itu. Guru yang tadi menanyainya itu tidak jadi mengajak ngobrol karena merasa suasana keduanya begitu tegang. Begitu guru itu masuk kedalam, Taesan menarik tangan Lee Han dan membawanya pergi.
Bukan ke kelas melainkan menaiki beberapa anak tangga sampai Lee Han sadar kalau Taesan membawanya ke atap sekolah yang seharusnya tidak boleh dimasuki siapapun. Mengingat beberapa fakta jika atap sekolah kini menjadi tempat terjadinya banyak kasus bunuh diri di Korea Selatan dengan ini pemerintah mewajibkan seluruh sekolah menutup akses menuju atap.
"Uhm, apa boleh kita kesini?"
"Hanya sebentar. Aku ingin bicara." kata Taesan saat mereka sampai. Tangannya menggaruk bagian belakang lehernya yang tidak gatal. Gugup atau apa namanya namun Lee Han yang melihat Taesan bersikap seperti itu ikut bingung.
Han Taesan di mata Lee Han itu sosok seperti apa? Yang pasti Taesan bukan siswa biasa sepertinya. Dia pemimpin geng yang setiap harinya berbuat masalah, membuli orang dan mengambil uang paksa. Bertindak kasar dan suka berteriak. Tapi apa yang dia lakukan sekarang, Taesan justru menunjukkan sisi berbeda yang belum pernah Lee Han lihat. Karena itu jujur membuat Lee Han semakin bingung.
Emosi meluap yang dia rasakan tadi. Rasa ingin memukulnya. Lee Han yang biasanya tidak pernah memperlihatkan emosi sekecil apapun itu berubah hanya karena satu orang.
"Aku ingin minta maaf.. soal tadi."
Lee Han mengedipkan kedua matanya dan bertanya lagi, takut-takut dia salah dengar atau perkataan itu hanya imajinasinya saja.
"Aku minta maaf sudah merusak bukumu. Aku akan menggantinya. Berapa kau beli?"
"Huh?"
"Kau ini tidak dengar atau pura-pura tidak dengar.." Taesan tiba-tiba menarik tubuh Lee Han mendekat. Wajahnyapun ikut mendekat sampai bibirnya berada tepat disamping telinganya.
"Aku akan bertanggung jawab soal bukumu. Berapa totalnya?"
Lee Han masih berdiri tidak berkutik. Dia merasakan angin musim panas berhembus saat Taesan menjauhkan wajahnya. Ia merasakan adanya perasaan tidak nyaman saat itu juga. Karena jika diingat, ini pertama kalinya seorang anti sosial seperti Lee Han berbicara dengan jarak sedekat itu.
"Hei, kau tidak apa-apa? kenapa diam saja?"
"Oh tidak- tidak perlu menggantinya. Aku tidak apa-apa."
"Lee? Han?" Eja Taesan membaca nametag yang tertulis di seragam Lee Han.
"Ya?" Lee Han mendengar namanya dipanggil. Ia merasakan dadanya sedikit berat. Seperti ada beban disana. Ia juga merasakan jantungnya mulai berdetak lebih kencang dari biasanya. Membuat napasnya sedikit tersenggal.
Taesan kini meraih satu tangan Lee Han yang mengepal kuat. Dia menedekatkan kepalan tangan itu di dekat area pipinya. Tangan taesan yang hangat terasa berlawanan dengan keringat dingin yang Lee Han sedang rasakan.
"Kau bisa pukul aku kalau kau mau. Aku bersedia.." Ucap Taesan.
"Kau gila? aku tidak- aku tidak ingin memukulmu."
"Lalu kenapa tanganmu seperti itu?" Lee Han akhirnya sadar kalau tanganya masih mengepal kuat . Pantas saja Taesan berpikir dirinya hendak memukulnya.
"Oh ini.. Bukan apa-apa. Sebaiknya kita kembali, guru akan mencari kita."
Saat Lee Han hendak berbalik badan, Taesan meraih tangannya kembali. Membalikkan tubuhnya yang seringan kapas kembali berhadapan dengannya.
"Boleh aku minta nomormu?"
Dengan begitu, liburan musim panas dimulai. Angin yang tidak terasa dingin dan juga panas kembali berhembus ringan menyapa keduanya. Apakah ini salam perkenalan? Atau hanya kisah singkat musim panas yang tidak berarti? Entahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Summer | taeshan ✔
Teen Fiction[SEASON 1 & 2 : END] Selalu ada cerita dibalik musim panas yang terik. Kisah tentang dua orang yang memiliki dunia yang berbeda bertemu. Lee Han, siswa pendiam yang hanya tau soal belajar tertarik dengan Han Taesan dengan segala rumor buruk tentangn...