Lagi-lagi Han Taesan mengingkari janjinya. Apa yang kau harapkan dari seorang Han Taesan? Semua perkataanya terdengar seperti bualan. Lee Han untuk kesekian kalinya menghela napas berat. Berulang kali ia mengecek ponselnya tidak ada pesan apapun.
Bagaimanapun juga janji tetaplah janji. Harus ditepati!
"Tidak lagi aku mempercayaimu! Tidak lagi. Aku tidak peduli lagi...!" ocehnya sambil membereskan buku-buku di meja belajar. Lagipula ini sudah larut malam tidak mungkin dia masih berpikiran untuk menginap.
Saat kedua matanya hendak menutup, Lee Han mendengar adanya bel yang nyaring berbunyi di tengah heningnya suasana malam. Dia terdiam sejenak. Lee Han mengecek jam dinding di kamarnya yang menunjuk pukul 1 pagi. Siapa gerangan yang bertamu di jam sekarang?
Sebelum membuka pintu, Lee Han mengecek lewat monitor. Sosoknya tampak memunggungi pintu. Setelan hoodie gelap bewarna hitam menutupi seluruh pandangan monitor sehingga tidak jelas siap orang yang berdiri di depan kediamannya.
"Siapa?"
"Uhm, Han. Ini aku! Maaf aku baru datang. Bisa aku masuk?"
Lee Han mengenal suara itu. Tanpa bertanya panjang lebar dia akhirnya membuka pintunya. Betapa terkejutnya dia mendapati Taesan yang babak belur di seluruh wajahnya. Pantas saja dari tadi dia tidak menampakkan wajahnya.
"Apa yang terjadi?"
"Aku jatuh.. tadi." Taesan kira Lee Han adalah anak kecil berusia 5 tahun yang mudah ia bohongi. Siapa pula yang akan percaya dengan kebohongan konyol seperti itu.
"Kalau kau masih terus berbohong lebih baik kau pulang sekarang."
Mereka sedang duduk di ruang tamu. Taesan masih bisa-bisanya tertawa. Padahal raut muka Lee Han tampak sangat khawatir. Melebihi saat dia tidak masuk sekolah selama satu minggu.
"Aku tidak bertengkar. Ini tidak seperti yang kau pikirkan.."
"Lalu menurutmu aku akan percaya?"
"Tentu, bukankah kita teman? Teman sudah pasti saling percaya bukan?"
"Ck." Lee Han yang sudah pusing mendengar itu beralih menuju kamarnya. Kembali membawa kotak P3K dan bersiap membantunya mengolesi obat merah.
"Diam sebentar." Taesan menurut.
Lee Han dengan telaten membersihkan luka-luka lebam di area dagu dan pelipisnya. Mengolesi cream pereda nyeri, memberinya obat merah dan menutupinya dengan perban. Selesai.
"Terima kasih." Belum beranjak. Lee Han dan Taesan masih dengan posisinya sekarang saling berhadapan cukup dekat. Kedua mata itu saling bertatapan cukup lama. Di tengah heningnya malam. Suasana kota yang sedang beristirahat. Rasanya dunia hanya milik mereka berdua.
"Ekhem.. Aku-"
"Tunggu." Lee Han beranjak berdiri namun tangannya berhasil diraih oleh Taesan.
"Bolehkah aku memelukmu?"
"Huh?"
Taesan mempersilahkannya untuk duduk disampingnya. Memberikan ruang untuknya duduk. Lee Han hanya menurutinya dan perlahan kedua tangan itu menarik tubuhnya untuk mendekat. Taesan berhasil memeluk tubuh Lee Han yang hampir sama besarnya. Menyandarkan kepalanya di tengkuk leher Lee Han. Mengusap lembut bagian belakang rambut Lee Han. Tidak bisa dibohongi kalau adegan itu berhasil membuat jantung Lee Han semakin berdetak kencang.
"Aku bisa merasakan detak jantungmu.."
Lee Han panik ingin melepasnya karena dia merasa sangat malu sekali. Apa yang dia rasakan ini normal? Lee Han masih tidak mengerti perasaanya. Yang jelas dia hanya merasa berbeda kalau sedang bersama Taesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Summer | taeshan ✔
Teen Fiction[SEASON 1 & 2 : END] Selalu ada cerita dibalik musim panas yang terik. Kisah tentang dua orang yang memiliki dunia yang berbeda bertemu. Lee Han, siswa pendiam yang hanya tau soal belajar tertarik dengan Han Taesan dengan segala rumor buruk tentangn...