"Mamah di butik gimana, lancar?." Alleta bertanya, memecahkan keheningan diantara sang mamah yang kini sedang menyantap sarapan bersamanya.
"Aman.. Kenapa?."
Alleta hanya menggeleng, dan terdiam cukup lama. Dia merasa sulit untuk mengungkapkan perasaannya.
"Mah, kalau disekolah aku ga bisa jadi anak yang berprestasi lagi, gimana? Kalau aku ga bisa masuk universitas impian papah, gimana? Apa mamah sama papah bakal marah?."
Arumi tak jadi menyuap makanan nya, dia menaruh sendok itu kembali, untuk memegang telapak tangan sang anak yang duduk dihadapannya itu.
"Masa depan kamu, pilihan kamu sekarang, sayang.. Kamu ga perlu lagi berusaha untuk mewujudkan impian papah yang tidak tercapai. Jadi, lakukan apa saja yang kamu mau, selagi itu baik buat kamu. Mamah dan papah ga akan menuntut kamu untuk hal apapun lagi."
Mendengarnya, membuat Alleta antusias tersenyum sumringah, "Makasih, mah.." Ucapnya lirih.
"Papah hidup dengan aturan yang terlalu keras di jamannya dulu, All. Itu kenapa dia membesarkan kamu juga sedikit keras akhirnya. Maafin papah, ya?."
Melihat sang anak yang masih terus tersenyum dan sepertinya tak kunjung menjawab, membuat Arumi kembali melanjutkan makannya. Tak lama, Alleta pun mulai kembali bersuara.
"Mah.. dimata Mamah, Papah itu orang nya kaya gimana, si?." Tanyanya.
"Baik! Papah suami yang sangat baik, papah pemberani, papah suami yang bertanggung jawab, terlebih lagi, papah sangat menyayangi mamah, dan juga kamu." Jawab Arumi.
"Eugh, bukan itu, Mah! Maksud aku, penilaian Mamah ke Papah waktu dulu SMA itu, gimana? Sebelum Mamah kenal lebih deket sama Papah.."
"Oh.. waktu SMA?," Arumi terdiam, terlihat sedang berfikir.
"Baik! Papah orang yang baik, All. Entah kenapa, disaat semua orang memandang papah sangat buruk waktu itu, tapi cuma mamah seorang yang selalu yakin kalau papah itu orang yang baik."
"Ga peduli ketika ngeliat papah babak belur karena abis tauran, ga peduli seberapa parah luka papah kalau abis jatuh dari motor pas balapan, ga peduli seberapa hina nya papah ketika dicaci maki sama guru dan dimata orang lain. Di Pandangan mamah, papah itu tetap orang baik. Dan ternyata benar, Papah memang orang yang sangat baik, sampai sekarang."
"Mungkin, karena cinta juga, kali, ya? Karena waktu itu mamah berhasil di luluhkan sama papah. Secara tidak sadar, mungkin mamah juga udah mulai suka sama papah dari awal papah ngedeketin mamah waktu itu, sampai akhirnya mamah bisa melihat kebaikan-kebaikan dari papah yang ga bisa dilihat oleh semua orang."
Alleta menelan salivanya dalam-dalam, seraya berusaha untuk mencerna cerita sang mamah.
"Apa gua suka sama, Glen?." Batin Alleta heran, kemudian dia memejamkan kedua matanya dengan erat.
"Mck. Ga mungkin!." Lanjut Alleta di batinnya.
"Kamu kenapa nanya gitu? Diantara Glen dan Farel, ada yang mirip sama Papah?."
"Engga!." Alleta sedikit terkejut mendengar pertanyaan Arumi. Kenapa sang mamah masih mengingat nama kedua pria itu?
"Aku cuma lagi kangen aja sama, Papah. Jadi mau denger cerita tentang papah dari mamah." Alibi Alleta.
"Ya udah sana, kamu berangkat sekolah! Nanti telat loh.."
Alleta mengangguk, seraya meraih telapak tangan kanan sang mamah untuk mencium nya.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." Jawab Arumi lembut.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
GLEN
Teen FictionSebuah kecelakaan yang merenggut nyawa sahabatnya, membuat Glen Auriga Yudhistira, sebagai ketua geng warrior mulai berusaha untuk mencari jawaban dari kekeliruannya sendiri terhadap masalah-masalah yang telah terjadi. Terlahir dikeluarga yang kaya...