-Author POV-
"Ya Tuhan, Sasha! Kau tidak perlu khawatirkan aku! Aku tidak akan lama disana. Hanya tiga hari." seorang gadis menjawab penelepon di seberang dengan gemas.
"Awas kalau kau berbohong, ya. Aku akan langsung menyusulmu kesana."
"Berlebihan sekali kau ini. Kau pikir aku betah berlama-lama satu pulau dengan si kadal itu?! Jika saja ayahku tidak memaksaku pergi, aku tidak akan pernah mau datang ke pernikahannya! Untungnya saja dia tidak memutuskan tinggal di London," ketus gadis itu lagi sambil memasukkan koper kecilnya ke kabin pesawat, kemudian duduk sesuai nomor bangkunya.
"Jangan begitu, Liana. Dia kan juga mantan kekasihmu," ujar Sasha. Gadis yang dipanggil Liana ini tengah sibuk memandangi pria yang tengah membelakanginya karena pria itu sibuk menaruh barang-barangnya di kabin pesawat.
"Aku tidak pernah menganggap ia sebagai kekasihku. Saat itu aku hanya terlalu bersemangat menerimanya. Ya.. Kau tahu kan, karena itu pertama kalinya seorang pria menyatakan cinta padaku secara terang-terangan," jawab Liana tanpa mengalihkan pandangannya pada pria yang akhirnya duduk di seberangnya itu.
'bukankah dia si 'pria tanpa ekspresi' itu? Apa yang akan dilakukannya di Hawaii?' batinnya sambil menyipitkan pandangannya untuk memastikan apakah pria itu memang benar pria yang di pikirnya.
"Ya, terserah kau sajalah. Dan juga, Liana. Menurutku kau sudah gila mengikuti penerbangan sepagi ini. Kutekankan, jam dua pa-gi! Apa kau seputus-asa itu ingin bertemu dengan mantan kekasihmu yang merasa sebagai pria paling tampan di dunia?" Sasha menggerutu.
Liana berdecak kesal. "Jangan mengingatkanku lagi, Bellakova. Kau membuatku semakin menyesal karena pernah berpacaran dengannya," gerutu Liana.
"Ya kalau begitu jelaskan padaku. Orang gila mana yang mengambil penerbangan jam dua pagi?" Liana menghela napas kesal.
"Jam penerbangan lain sudah penuh, Sas. Hanya tersisa ini saja. Lagipula aku menyukainya, karena jam penerbangan pagi pasti tidak akan banyak penumpangnya."
"Dasar bodoh! Mengapa kau tidak memakai jet pribadimu saja jika kau ingin sendiri?!"
"Aku tidak bilang ingin sendiri! Dan untukmu, otak kerbau, berhentilah mengataiku gila dan bodoh!" setelah Liana menjawab seperti itu, mereka berdua tertawa geli.
Tidak lama kemudian, seorang pramugari menghampiri Liana untuk memberi isyarat agar ia segera mematikan handphonenya. Liana mengangguk dan tersenyum kecil. Lalu, pramugari itu berlalu.
"Sudah dulu, Sas. Aku harus mematikan handphoneku. Sampai jumpa."
"Baiklah. Sampai jumpa. Hati-hati, Liana. Dan jangan sampai mabuk udara. Hahahaha!" kemudian Liana memutuskan sambungan sepihak.
"Dasar.." gumamnya tersenyum kecil sambil mematikan handphonenya. Liana menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.
"Huuuhhh.. Aku tidak boleh mabuk udara, tidak boleh, tidak boleh," gumamnya sambil bersandar pada bangkunya. Kemudian ia melirik lagi pria yang duduk di seberangnya. Ternyata pria itu sedang sibuk berbincang dengan wanita di sampingnya.
'Siapa wanita itu? Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana ya? Ah sudahlah lupakan saja. Tidak penting mengurusi orang lain,' batinnya.
Kemudian ia mengeluarkan obat tidurnya dari dalam tas dan meminta air putih pada pramugari di dekatnya. Setelah itu, ia meneguk dua buah pil putih itu lalu meminum air putih itu hingga tinggal setengah gelas.
Tidak lama kemudian, terdengar pengumuman bahwa pesawat akan segera berangkat.
Liana mendengus kesal mendengar ucapan pilot dari pengumuman tadi. "Perjalanan tujuh belas jam? Apa yang harus kulakukan agar tidak bosan?" gumamnya. Ia mengambil majalah fashion yang ada di depannya kemudian membacanya dengan enggan. Tidak lama kemudian, ia tertidur karena efek obat tidurnya mulai bekerja.
***
"Hey! Bangun, Cepat! Pesawat akan jatuh!" seseorang berusaha membangunkan Liana dari tidurnya. Sementara yang dibangunkan, tidak bergeming akibat efek obat tidur yang mungkin masih bekerja.
"Ya ampun! Bagaimana ini?!" ujar pria itu frustasi.
"Jangan ada yang beranjak! Duduk di tempat kalian dan menunduk! Jangan lepaskan sabuk pengaman kalian!" seru pria yang berpakaian pilot itu. Semua penumpang menurutinya dan berdoa untuk keselamatan mereka.
Pria yang berada di seberang Liana nekat berdiri dan mengencangkan sabuk pengaman Liana yang longgar. Terkadang ia hampir jatuh karena keadaan pesawat yang bergoyang-goyang.
Tidak lama kemudian, seorang perempuan yang terlihat gila malah berlari dan membuka pintu samping pesawat. Mengakibatkan pesawat jadi tidak stabil dan keadaan semakin panik. Beberapa kabin yang tidak terkunci rapat terbuka dan mengakibatkan barang-barang tersebut terhisap keluar.
Pria yang berusaha membangunkan Liana tadi hampir ikut terhisap keluar jika saja ia tidak berpegangan erat pada bangku Liana. Tidak lama kemudian, Liana yang masih setengah sadar, malah membuka sabuknya dan berdiri. Akibatnya, ia dan pria itu terhisap keluar dan terjatuh ke laut.
"Jooohhhnn!!" seorang gadis berteriak histeris saat Liana dan pria itu terjatuh ke laut.
"Jangan!! Nanti kau ikut terjatuh!" seorang pria berjaket hitam menghalau gadis itu.
"Bersiaapp!!" seseorang berteriak. Dan, akhirnya kecelakaan itu terjadi dan tak dapat dihindari.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
5 Days, and I'm in Love With You✓
RomantizmTerjebak di sebuah pulau yang tak berpenghuni, membuat John dan Liana juga ikut terjebak oleh perasaan yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Rasa penasaran sejak pertemuan pertama mereka saat masih berkuliah 10 tahun yang lalu, berubah menja...