Pohon rindang yang sengaja ditanam pada pinggir arena membuat suasa sejuk. Frans dan kedua putranya duduk pada bangku yang memang disiapkan untuk para petinggi dalam keluarga Amaron.
Frans yang menempati Geo disamping kanannya tengah fokus menatap perkembangan pasukan khusus yang tengah berlatih, sedang Louis berada di sebelah kiri sang ayah dengan kursi yang 90° menghadap ke arah Geo.
Pikiran Louis sepenuhnya pada sosok kecil di samping sang ayah, matanya hanya menatap intens wajah sang adik yang kerap kali menunjukkan ekspresi berbeda-beda. Ia sama sekali tak peduli dengan latihan hari ini.
Sosok Geo yang sekarang hadir dengan pipi sedikit tirus, tatapan kosong dan sangat tenang. Jauh berbeda dengan sosok sang adik dengan wajah gembul penuh keceriaan. Batin Louis seakan bertanya, sejauh dan sedalam apa ibunya melukai Geo karena kecelakaan itu?
Arrant merasakan kepalanya kembali berdenyut, tubuh bocah yang ia tempati begitu lemah. Seharusnya dengan kondisi seperti ini ia akan cepat mati bukan? Ah memikirkan itu membuat Arrant refleks tersenyum.
Jika ia berakhir karena tubuh yang rapuh atau karena dibunuh berarti hidupnya selesai dan tidak akan perpindahan dunia lagi. Tapi bagaimana ia membuat kematian yang alami kalau pria paruh baya ini terus menjaga tubuh lemah Geo, Frans ataupun David hampir tiap detik di sampingnya.
Arrant menatap Louis yang sejak tadi mengamatinya dalam diam, ia sedikit risi dengan bola mata amber yang bergerak mengikuti pergerakan tubuhnya.
"Ayah," ucap Arrant menyandarkan kepalanya pada lengan Frans.
"Hm?" Frans menaikan tubuh Geo ke atas pangkuannya. Mengelus rambut perak nan halus itu secara perlahan.
"Aku ingin mati," ucap Arrant enteng.
Entah Arrant sadar atau tidak kalimat yang keluar dari mulutnya barusan membuat suasana membeku. Tangan Frans pun mendadak berhenti dari aktivitas mengelus rambut Geo, mengepal erat seperti menyalurkan amarah.
"Berhenti berbicara seperti itu Geo!"
Di sisi lain, Louis juga menahan gejolak aneh di dadanya. Rasanya ia ingin marah dan berteriak pada sang adik, ucapan Geo membuat dirinya takut. Ia tak mau kehilangan seorang adik untuk kedua kalinya.
"Maaf," lirih Geo mendadak ciut mendengar ucapan nan begitu dingin dari mulut Frans. Naluri tubuh bocah Geo, membuat liquid bening keluar dari matanya tanpa bisa ia tahan.
Hiks
"Sialan, sifat cengeng bocah ini sudah mendarah daging," batin Arrant kesal, dengan segera ia menghapus kasar air mata di wajahnya.
Frans yang tak pernah sekalipun berniat membuat Geo ketakutan dan akhirnya menangis, ia hanya tak bisa mengontrol emosinya setelah mendengar kata mati terucap begitu ringan dari bibir si kecil.
"Geo maafkan ayah, ayah tidak bermaksud membentak. Ayah hanya tidak suka putra ayah membicarakan hal yang mengerikan itu," ucap Frans lembut menarik tubuh kecil Geo dalam pelukannya.
Arrant diam, jujur di kehidupan sebelumnya ia sudah terbiasa dengan bentakan. Ia kembali mengutuk respon dari tubuhnya yang luar biasa, luar biasa cengeng dan lemah.
Dekapan Frans sekarang sudah seperti narkotika saja untuk Arrant, sangat candu dan hangat. Ia selalu menginginkan ini di saat perasaanya memburuk. Bolehkah Arrant serakah untuk mengklaim ayah Geo sebagai ayahnya sekarang?
Perlahan kedua mata kecil milik putra bungsu Duke Amaron tertutup, hembusan napas teratur terdengar dirinya telah memasuki fase tidur.
Wajah tenang dengan bekas air mata yang tercetak jelas di kedua pipi Geo, membuat Louis bergeser mengangkat tangannya mengusap lembut wajah sang adik.

KAMU SEDANG MEMBACA
SELFISH
FantasyJiwa seorang pemuda bernama Arrant yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri kini tersesat dan terlempar dalam dimensi lain. Hadirnya diikat oleh perjanjian pra-mati yang mengharuskan jiwa lelah nan putus asa itu tetap hidup, menunggu hingga...