Bagian 8

7.8K 844 39
                                    

Iring-iringan dari 3 kereta kuda yang dijaga ketat oleh puluhan pengawal, bertolak dari kediaman Duke Amaron menuju istana. Perlengkapan dan beberapa hadiah untuk diberikan kepada keluarga kerajaan diletakkan pada iringan kereta terakhir.

Sedangkan kereta pertama yang tampak begitu mewah dengan bendera khas keluarga Amaron, ditempati Duke Frans yang didampingi oleh Duchess Lina. Dua kesatria dengan kuda hitamnya berjalan di depan, memberi pengawalan sekaligus membuka jalan agar kusir dapat menjalankan kereta dengan aman.

Kereta kedua berjarak hanya beberapa meter dari kereta utama, dengan pengawalan di setiap sisinya. Ditempatkan pada satu kereta yang sama dengan sang adik, Louis tampak sedikit canggung. Matanya melirik sebentar ke samping, dimana terdapat Geo yang sedang memandang ke luar jendela.

Arrant menyandarkan kepalanya di badan kereta, fokus menatap pada gerombolan masyarakat yang tengah berdesak-desakan ingin melihat pemimpin mereka. Di mata Arrant, sistem kasta dari dunia ini sangat terlihat jelas sekarang. Ratusan mungkin juga ribuan dari pasang mata yang tadinya antusias seketika  menunduk saat kereta berlambang keluarga Duke Amaron melewati mereka.

Senyum Geo tersungging begitu saja saat netra violetnya tak sengaja beradu pada manik hitam pekat, milik anak kecil yang kini berada dalam gendongan sang ibu. Bocah itu sungguh lucu di mata Arrant. Baju coklat serta topi coklat dengan telinga di bagian atasnya, tengah menampilkan ekspresi kesal karena terhimpit. Hal itu entah mengapa berhasil membuat Arrant sedikit terkekeh dengan imajinasinya.

"Seperti bayi kera saja," gumam Arrant pelan namun masih terdengar oleh Louis.

"Apa yang seperti kera?" Louis ikut mendekatkan wajahnya ke arah jendela. Ia cukup penasaran tentang sesuatu yang membuat garis lengkung di bibir adiknya tercipta.

Louis kembali pada posisinya setelah berhasil menemukan objek yang Geo tangkap.

"Bocah itu?" tanya Louis yang diangguki oleh Arrant.

"Apa kau menginginkannya untuk dipelihara?" tanya Louis.

"Ha?" Arrant sungguh tak percaya apa yang baru saja ia dengar. Ia menatap heran pada Louis yang mengatakan itu dengan wajah tak berdosa.

Sungguh, Apa yang dipikirkan Louis hingga bertanya tentang memelihara anak manusia?

"Ehm, maksudnya apa kau berniat untuk memelihara anak kera sungguhan?" jelas Louis cepat ketika melihat kerutan tak suka di kening sang adik. Geo sepertinya salah paham, akan maksud baik darinya.

"Tidak," tolak Arrant.

"Jika kelinci bagaimana?" tawar Louis lagi.

"Tidak, Itu sangat merepotkan untuk dipelihara," jawab Arrant seadanya.
Hewan peliharaan yang tak berguna memang hanya akan merepotkan saja, Arrant tak suka itu.

"K-kau benar." Louis berucap sedikit ragu, pasalnya dulu Geo sangat ingin memiliki hewan peliharaan. Ia bahkan sering kali merengek pada sang ayah demi memelihara seekor kelinci.

Tapi lihatlah sekarang, di saat jelas-jelas diberi tawaran untuk mendapatkan hewan bertelinga panjang itu secara cuma-cuma adiknya malah menolak. Sangat aneh.

"Kak, apakah ini sudah melewati batas wilayah kekuasaan ayah?" tanya Arrant tanpa sadar sudah memanggil Louis dengan sebutan 'Kak'.

Louis terdiam sebentar, ia seperti mendapatkan kejutan listrik di jantungnya. Panggilan itu sangat jarang ia dengar keluar dari mulut sangat adik, mungkin hanya terucap ketika sapaan formal saat bertemu saja.

Louis tersenyum ketika mata violet Geo menatap dirinya, seolah menuntut jawaban atas pertanyaan yang baru saja terlantun.

"Ya, tugu besar dengan lambang kristal perak diatasnya tadi adalah batas wilayah kita. Sekarang kita tengah melewati wilayah kekuasaan dari Marquis Akselio, sekitar 5 kilometer lagi kita akan sampai ke pusat kota."

SELFISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang