Bagian 14

6.6K 919 52
                                    

Jangan Lupa VOTE dan KOMEN
Typo/Kalimat rancu tolong tandai
Terima kasih

Maaf jika alurnya lambat (°~°人⁠)⁠)
Happy Reading ♡

***

Louis menghela nafasnya berulang kali, suasana hatinya sedang kacau. Ia baru saja menyelesaikan kelas ilmu politik dan strategi harus dihadapkan dengan langit gelap.

Padahal tadi pagi ia sudah berjanji untuk mengajak sang adik ke pasar rakyat. Akan tetapi hujan yang tiba-tiba turun seakan menggagalkan rencananya. Louis dapat memastikan  sang ayah pasti menghukumnya jika memaksa tetap keluar dengan Geo pada kondisi badai seperti ini.

Membayangkan wajah Geo yang tadi pagi begitu antusias dan semangat, lagi-lagi membuat Louis ingin berteriak kesal. Ia takut jika adiknya kecewa karena rencana jalan-jalan yang dibatalkan. Sungguh, bagaimana caranya ia menyampaikan ini pada Geo?

Louis dengan wajah lesu menyeret kedua tungkai menuju kamar sang adik. "Sialan," umpatnya tak tahu harus marah pada siapa.

Bunyi gesekan antara sepatu dan lantai terdengar nyaring, sepertinya ada dua pasang kaki di belakang sana. Louis menghentikan langkah dan berbalik, terlihat David bersama seorang pria yang ia yakini seorang tabib berjalan tergesa.

"Ada apa, David?" tanya Louis setelah kedua pria dihadapannya membungkuk sebentar untuk memberi salam.

"Maaf Tuan muda nanti akan jelaskan, untuk sekarang hamba harus bergegas membawa tabib ke kamar Duchess."

Louis menukik alisnya, "Ibu?"

"Duchess membawa Tuan muda Geo yang pingsan_"

Sebelum ucapan David benar-benar selesai, Louis sudah melesat menuju kamar utama. Perasaannya mendadak kalut mendengar kabar Geo pingsan dan tengah bersama sang ibu.

Pengalaman terakhir sang adik bersama ibu bukanlah hal yang baik untuk diingat. Louis bersumpah jika sang ibu kembali menyakiti Geo ia tak akan tinggal diam lagi. Persetan dengan menjadi anak durhaka atau semacamnya, Louis sudah tak peduli.

***

Gaun putih Duchess Catalina telah berubah warna menjadi merah. Pada posisi berlutut sembari mengelus punggung Geo yang berada dalam dekapannya, Catalina membisikkan kalimat-kalimat penenang. Ia sungguh ketakutan melihat darah yang masih setia menetes dan bertambah deras tiap detiknya.

Isakan pilu terdengar mendominasi di ruangan ini, baik Geo maupun Catalina tak menahannya lagi. Bahkan udara dingin dari hembusan angin disertai hujan tak terasa, hanya denyutan menyakitkan yang berkuasa.

"G-geo anakku, putra ibu." Suara yang keluar dari mulut Catalina terdengar bergetar, ia masih berusaha meyakinkan diri dengan kalimat yang keluar dari mulutnya.

"Berisik! Kumohon berhenti." Arrant berucap lirih sembari berusaha melepaskan diri dari pelukan Duchess Catalina. Kepalanya masih sama ramainya dengan suara-suara yang melantunkan kalimat putus asa.

Meski tak dapat putranya lihat, Catalina tetap menggeleng. Ia mengeratkan pelukannya membuat kepala Geo terbenam di pundak sang ibu.

Jemari Catalina beralih mengelus perlahan kepala Geo, bahkan pipinya sudah menempel di surai perak nan lembut itu. Cukup lama dengan posisi itu, Catalina memaksa suaranya keluar.

"I-ibu tolong maafkan, Nak."

Kalimat yang terlontar dari Duchess Catalina terdengar kacau, untuk sesaat bibirnya terasa keluh. Ia mencoba memantapkan kembali hatinya yang terus bergoyang.

SELFISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang