Pagi hari yang cerah di sambut bunyi kicauan burung yang entah sejak kapan menari ria di atas pohon. Satu diantara burung itu terbang kemudian di susul oleh segerombolan lain. Mereka tampak bebas ke sana ke mari di langit yang mulai menerang.
Arrant memandang kosong burung-burung tadi dari balik jendela, ia tidak mengerti apa yang salah tentang dirinya. Hewan yang tak diberi akal saja bisa hidup bebas terbang ke sana kemari sesuai keinginannya. Kenapa ia tidak bisa?
Sudah 3 hari sejak Arrant terbangun di tubuh bocah laki-laki 5 tahun bernama Geo. Namun, kenyataannya tidak ada yang beda, hidupnya sekarang ataupun dulu sama-sama monokrom. Tak ada satu gores warna yang mampu menjadi alasannya untuk hidup.
Beberapa hari di dunia ini Arrant hanya tidur bangun, mandi, makan kemudian tidur lagi. Rutinitas yang begitu membosankan, kapan waktu kematiannya tiba? Arrant sungguh berharap itu cepat terjadi.
"Tuan muda, saya membawakan makanan untuk anda."
Arrant sedikit tersentak mendengar suara David yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapannya, membawakan nampan berisi makanan.
Pria berusia kira-kira 25 tahun itu dengan lihai menata makanan di atas meja kecil, kemudian bergeser menarik bangku dan menduduki tuan kecilnya di sana.
"Nah Tuan muda silakan, apa perlu saya suapi?" tanya David cukup antusias melihat Arrant yang sudah tak memandangnya setajam saat pertama kali membuka mata.
Arrant menggeleng, sebenarnya ia sedikit risi diperlukan seperti anak kecil. Namun mengingat tubuh yang ia tempati memang seorang bocah, Arrant menjadi pasrah saja.
"Aku bisa sendiri."
Sudut bibir David terangkat mendengar adanya jawaban dari Geo, sedikit kemajuan nanti ia akan melaporkan ini pada Duke.
"Baiklah silahkan dinikmati makannya Tuan muda," ucap David sembari mengambil jarak sedikit jauh dari Geo.
Arrant memandang beberapa hidangan yang terkesan mewah di hadapannya tanpa minat, ada juga beberapa jenis buah yang sudah dipotong kecil dalam piring sebelah kanan.
"Bukan besi ya," gumam Arrant pelan ketika tangannya mulai mengambil alat makan yang berupa sendok dari kayu berkualitas tinggi.
Bukan tanpa alasan David meminta pelayan menyediakan buah yang sudah dipotong serta mengganti semua peralatan makan milik Geo dengan bahan-bahan tumpul. Ia hanya mencoba mengantisipasi semua kemungkinan yang akan membuat tuan kecilnya kembali berulah seperti dua hari lalu, dimana Geo bermain dengan pisau di lengannya.
Sungguh saat itu rasanya David hampir kehilangan nyawanya jika saja tak datang lebih cepat untuk merebut pisau buah dari tangan Geo. Tuan kecilnya kelewatan nekat, David jadi berpikir seberapa sakit luka yang sudah mereka goreskan di hati anak yang bahkan baru saja menginjak usia 5 tahun?
Dari kejauhan David menangkap pergerakan pelan Geo yang menyuapi makanan ke mulutnya. Pipi Geo terlihat mengembung dan bergerak seirama dengan kunyahannya, sungguh menggemaskan. Jika saja bocah di depannya bukan putra bungsu Duke Amaron mungkin David sudah mencubit lemak bayi yang terlihat kenyal itu.
"Sudah."
Suara pelan Geo menyadarkan kembali David dari pikiran absrutnya, ia kembali pada realita bahwa Tuan kecilnya bahkan tak menghabiskan setengah dari makanan di piring.
"Kenapa tidak dihabiskan Tuan muda? Apakah tidak enak?" tanya David.
Arrant hanya diam, melirik sebentar ke arah David kemudian beralih bangkit menjauh dari makanannya. Ia kembali pada aktivitas awalnya, duduk di kursi pinggir jendela memandang langit yang tampak cerah.
Huft
David menghela nafasnya pelan, ia tahu dari sekilas tatapan mata Geo mengatakan sedang tak ingin dibantah. Like father like son, baik Geo ataupun Duke Amaron pandangan mereka sama-sama tajam dan dingin.
Pada akhirnya David memilih mengalah, membawa kembali ke dapur sarapan yang hanya habis seperenam bagian itu.
Tak berselang lama setelah David menutup pintu dan membawa serta makanannya, pintu kamar Arrant kembali terbuka. Sosok Duke Amaron masuk dengan penampilan rapi dengan baju khas bangsawan berwarna putih dengan campuran silver senada dengan warna rambutnya.
Langkah Frans mendekat pada Arrant yang tampak tak terusik dengan kedatangannya.
"Geo sudah sarapan?" tanya Frans sembari mengusap pelan rambut putranya.
Arrant lagi-lagi tersentak, ia baru saja menyelam dalam lamunannya namun harus dikagetkan dengan kedatangan Frans, ayahnya.
"Kenapa melamun? Geo sedang memikirkan apa?"
Mata violet milik Geo menatap lekat netra Frans yang serupa dengannya. Hanya gelengan yang menjadi jawaban Arrant atas pertanyaan Frans tadi.
Arrant menggeser tubuhnya, memberikan ruang ketika melihat Frans yang terlihat hendak duduk di sana.
"Geo bosan hm?" Frans menarik tubuh Geo agar bersandar di dadanya.
Merasa tak keberatan, Arrant menikmati saja perlakuan dari sosok ayah biologis pemilik tubuh yang ia tempat sekarang. Usapan lembut di kepalanya membuat Arrant tenang, ia bahkan memejamkan mata.
Arrant memang suka dengan semua kasih sayang yang diberikan Frans, tapi untuk rasa nyaman dan menjadikan Frans sebagai alasan untuk bertahan di sini? jujur Arrant belum bisa, hatinya masih menginginkan untuk pulang.
"Apakah Geo ingin sedikit berjalan-jalan keluar bersama ayah?"
Arrant refleks mengangkat kepalanya dan mengangguk setuju, membuat Frans terkekeh gemas melihat mata bulat itu menatapnya.
"Baiklah kalau begitu, mari kita jalan-jalan," ucap Frans sembari memposisikan tubuh Geo untuk ia gendong ala koala.
"Aku bisa berjalan sendiri," tolak Arrant.
Frans yang mendengar ucapan putranya tersenyum tipis, akhirnya putranya bersuara juga.
"Ayah gendong atau tidak jadi sama sekali?!" tegas Frans membuat Arrant hanya mengangguk pasrah.
"Baik A-ayah," cicit Arrant pelan dan terdengar gugup.
Frans tak mampu menyembunyikan senyuman mendengar Geo memanggil dirinya ayah, rasanya ada banyak kupu-kupu yang menghinggapi perutnya sekarang.
"Putra ayah sangat manis," ucap Frans membumbui satu kecupan singkat di dahi Geo.
Lagi? Arrant hanya menerima semuanya dengan perasaan pasrah. Tak apa, pikir Arrant yang penting ia bisa keluar dari kamar dan melihat seperti apa dunia yang ia tempati ini.
Apakah semuanya sama dengan dunianya dulu atau sangat jauh berbeda? Arrant menyandarkan kepalanya di bahu kekar Frans yang berjalan keluar dengan gagah.
.
.
.
.
.
Tbc
Jangan lupa VOTE dan KOMEN.
Akan cepat lanjut jika total vote-nya untuk 3 chapter ini sudah >50
Terima kasih ( ˘_˘)

KAMU SEDANG MEMBACA
SELFISH
FantastikJiwa seorang pemuda bernama Arrant yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri kini tersesat dan terlempar dalam dimensi lain. Hadirnya diikat oleh perjanjian pra-mati yang mengharuskan jiwa lelah nan putus asa itu tetap hidup, menunggu hingga...