PROLOG

133 14 0
                                    

Ini tentang seorang anak kecil perempuan yang hidup tanpa arah.

Langkah, dimulai dari langkah.
Langkah yang membawa nya sampai sejauh ini. Hidupnya HIRAP, ASAnya padam, bahkan   tidak ada pukau dalam dirinya.

Beryl? Bima? Rapal? Risak? Bahktiar? Atau mungkin Baskara? Jangan harap, dia sudah mati rasa.

Sekolah dasar, 6 tahun lamanya dia menangis dalam diam. Dia menyukai sekolah,tapi tidak dengan isi ruangan nya. Dia tau sekolah adalah arah yang akan membantu nya untuk mencari jati dirinya. Tapi apa boleh buat,manusia- manusia berisik itu membuat nya gundah, membuat mental nya rapuh, membuat Kompas nya mati.

Fisiknya adalah bahan olokan, bahan candaan.Bahkan hanya karena fisik, anak kecil itu mundur beberapa langkah. Dia tidak bisa bangkit, kemunduran itu membawa dampak yang sangat hebat.
Dia mengeluh kepada sang pencipta, "MENGAPA? MENGAPA HARUS AKU?."
"Aku juga ingin seperti mereka".
    ____________________.
    

Sekolah dasar? Lupakan saja.
Banyak hal yang tidak perlu diingat bahkan dikenang walaupun itu mutlak terjadi.
Dirinya sudah sampai di sekolah menengah pertama.

13 tahun, Langkah kedua dimulai.

Cukup menyenangkan, karena di episode ini gadis kecil itu mengalami kemajuan. Bagaimana tidak? Postur tubuh semakin membuat nya kontraks dengan usianya yang terbilang cukup kecil. Subur.

Lagi dan lagi, Fisiknya menjadi bahan perbincangan manusia-manusia berisik itu.
Mundur? Tidak dia hanya stuck di tempat yang sama. Hari harinya semakin tidak terkendali. Dia akhirnya berlari menuju perpustakaan. Ya, perpustakaan menjadi tempat favorit nya kala itu.

Sebenarnya dia tidak menyukai buku, apalagi yang berbaur tulisan. Waktu sekolah dasar dia juga tak menyukai hal itu,dia hanya menyukai Angka. Tapi apa boleh buat, keadaan memaksa nya untuk menyukai Buku serta hal yang berbaur tulisan.

Suatu ketika gadis kecil itu mengeluh,dan berfikir "Hidup ini kurang menarik,maka akan ku jadikan sebuah tantangan supaya aku tertarik untuk hidup".

"Oke, aku akan menyukai mu jika kau mau berteman dengan ku". Itu pikirnya.
Dia mengambil sebuah buku.

Membaca - lupa akan keadaan sekitar - senang -mulai menemukan arah- kompas nya menyala - Pola pikir nya berubah.

Hal tersebut dilakukan secara berulang, hari demi hari. BOSAN? TIDAK SAMA SEKALI.
Entahlah, intinya kala itu dia hanya berteman dengan benda mati, termasuk buku . Mungkin hal itu yang membuat nya tidak bosan.

Hingga akhirnya aku sampai di sini, terimakasih banyak untuk diriku yang selalu bertahan. Terimakasih banyak untuk segala sesuatu yang telah terjadi, banyak pelajaran dan pengalaman.
Akan ku tutup akhir ini dengan kata TERIMAKASIH.

-ʀᴜᴀɴɢ ᴡᴀᴋᴛᴜ

RUANG WAKTU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang