07

367 91 9
                                    

Hallo

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Aku tahu kamu marah sama aku, aku tahu kita udah pisah! Tapi Sunoo beda lagi. Kok kamu tega sama dia?"

"Kenapa juga aku harus peduli? Aku sibuk--"

"Kamu ibunya bukan, sih? pernah gak kamu mikirin Sunoo waktu kamu pergi dari rumah? pernah gak kamu ngerasa bersalah sedikit aja ke anak itu? pernah gak kamu mikirin gimana Sunoo pas kamu pergi?"

"Dia nangis tiap hari, tiap malam gak tidur, susah makan, bahkan dia sering duduk di teras nunggu Mama-nya... tapi ternyata Mama-nya kayak gini? Kamu sebagai Ibu yang melahirkan dia pernah mikirkan gak perasaan Sunoo waktu kamu minta cerai dan pergi gitu aja?"

Untuk beberapa menit, tidak ada suara yang terdengar. Sunghoon mengatur napasnya mencoba agar emosinya tidak meledak dan membangunkan Sunoo yang baru bisa tidur setengah jam yang lalu.

Sunghoon masih menunggu wanita itu membalas.

"Aku sibuk."

"Sibuk ngapain? Sunoo anak kamu, dia lagi sakit, dia pengen ketemu kamu. Sebentar aja, lima menit aja, tolong temui Sunoo. Sunoo cuma pengen dipeluk kamu."

"Aku sibuk, kamu tuli?"

Telpon dimatikan, Sunghoon hampir melempar ponselnya karena emosi, tapi dia urungkan.

Berakhir duduk di lantai, melamun menatap Sunoo yang tertidur dengan mulut terbuka sedikit menghirup oksigen. Setelah menangis cukup lama, akhirnya Sunoo tertidur lagi.

Semua semakin rumit.. dari masalah kehilangan perkerjaan sampai sampai wanita itu tidak mau lagi menganggap Sunoo sebagai anak.

Kenapa jadi begini?"

"Maaf.. Papa minta maaf, gara-gara Papa kamu jadi kehilangan Mama."

.

"Sumpah lo kayak gembel, anjir. Kenapa lagi sih?"

"Pinjem uang," ucapnya dengan wajah memelas. Sunghoon hampir jatuh menabrak meja kalau tidak ditahan Jake.

Jalannya lemas, lembek seperti jelly. Jake ingin tertawa, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat.

Sunghoon menarik napas dalam-dalam, tidak tahu akan sampai kapan penderitaan ini.

"Buat apa?"

"Sunoo sakit, harus dirawat... gue bakal ganti bulan depan, tenang aja."

"Keluarga lo?"

"Lagi liburan di jogja, baru kemarin berangkat, gak enak gue minjem nya."

"Terus ke gue enak gitu?"

"Hehe..."

Jake menggeleng tak habis pikir, Sunghoon memang tak enakan tapi kenapa pada Jake tidak? ya tidak apa apa sih.. Jake temannya, dia tidak akan menyembunyikan uang, kalau dia punya dia pasti kasih pinjam.

"Sekarang Sunoo dimana?"

"Di rumah, tadi ada bibi gue jadi gue titipin, tadi udah diperiksa ke puskesmas katanya harus dirawat tapi gue minta pulang dulu soalnya gue gak punya uang mau minjem ke lo."

"Yaudah, tapi gue gak ada yang cash, transfer aja, ya?"

"Iya, makasih banyak!"

"Hm."

"Kalau udah ada nanti gue balikin, janji. Makasih, lo emang paling ngerti gue."

"Iya, kayak sama siapa aja."

Sunghoon bersyukur, dia punya teman seperti Jake. Kalau tidak ada Jake, entah akan seperti apa dia. Pria itu banyak membantu Sunghoon saat susah, Sunghoon janji akan membalasnya suatu hari nanti.

Namun, yang jadi masalah, bagaimana dia mengembalikan uang sebanyak ini nanti, kerjanya hanya jadi ojek yang penghasilan nya tidak sama setiap hari.

Jangan pikirkan itu, yang penting Sunoo sehat dulu.

Sunghoon berlari menyusuri lorong rumah sakit dengan Sunoo digendongannya. Sunoo pingsan saat dia pulang ke rumah, Sunghoon merutuki dirinya dalam hati, merasa sangat-sangat bersalah karena menunda dan meninggalkan Sunoo.

Berusaha menahan air matanya sepanjang perjalanan, dan selama melihat Sunoo ditangani oleh dokter, hatinya sesak melihat tangan mungil itu harus di infus.

Semua salah dirinya... semua salah Sunghoon.

Ditambah saat bangun, Sunoo menangis mengeluh pusing dan sakit pada seluruh badan nya. Masih bertanya dimana Mama-nya.

.
.

"Gembel banget."

"Diem!"

"Ya sorry, gue ngomong fakta."

"Tau, ah! malah makin stress gue."

"Stress kenapa? gamon? halah, cewek mah banyak, jangan ngarep yang lama balik lagi."

Benar juga, tidak ada gunanya berharap yang lama akan kembali lagi.

"Sekarang kerja apa?"

"Ojek."

"Oh, kasian banget."

"Bacot, ah."

Jisung terkekeh pelan, menaruh cangkir kopinya di meja lalu kembali memperhatikan teman lamanya ini. Sejujurnya, tidak banyak yang berubah dari pria ini, hanya tatapan matanya yang lebih kosong, selebihnya Sunghoon tetap Sunghoon yang dulu.

Waktu mengubah seseorang begitu cepat, bagaimana Sunghoon yang dulu pelawak dan hidupnya selalu bahagia berubah menjadi Sunghoon yang menyedihkan hanya dalam waktu yang singkat.

"Anak sehat?"

"Sakit, lagi dirawat dirumah sakit."

"Mungkin jatah bahagia lo udah abis di masa lalu. Tuhan selalu punya cara biar lo balik ke jalan yang bener."

"Maksud?"

Jisung dengan pemikirannya yang kadang tak masuk di otak Sunghoon. Namun, sebagian dari omong kosong Jisung kadang juga masuk akal dan terasa dalam hidupnya.

Pertemuannya dengan Jisung malam itu seperti sudah direncanakan oleh takdir, takdir membawanya bertemu dengan Jisung agar dia lebih lebar membuka mata dan lebih rapat menutup hati.

"Jangan merasa hidup gak adil, semuanya jahat... Lo cuma belum tau. Suatu hari lo pasti bakal ngerasa bersyukur, dan bakalan tau alasan kenapa Tuhan misahin lo sama dia. Mungkin emang jalannya? mungkin emang gini baiknya."

"Apa yang terjadi sekarang, sudah takdir... apa yang lo pikir baik, belum tentu baik, dan apa yang lo pikir buruk belum tentu buruk."

"Mungkin ini cara Tuhan biar lo sadar, dan gak ngelakuin kesalahan yang sama.. biar lo tau cara menghargai sesuatu, uang, waktu, dan lainnya. Mungkin dari kisah ini lo bisa lebih dewasa."

"Hah?"

Jisung hanya memberinya sebuah senyuman.

"Nanti lo bakal tau."

"Lo mau ikut Om gue ke jakarta, gak? kerja di sana, nanti di ajarin."

"Kenapa gue harus ke jakarta? dia kan di sana, makin gamon dong gue."

Jisung memutar bola matanya malas.

"Beda daerah, jir. Gue mah kasian aja sama lo, daripada di sini jadi ojek penghasilan gak tetap. Mau gak?"

"Nanti gue pikirin lagi."

Me and My HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang