Hallo
.
.
.
.
.
.
.Mungkin sifat ini menurun dari Sunghoon.
Sunoo memendam semuanya sendiri, tak mau menceritakan masalahnya pada siapapun, seperti Sunghoon dulu.
Sunoo hanya diam, menunduk memainkan jari-jarinya sembari menahan dingin karena dia tidak mengenakan pakaian apapun, hanya celana seragam nya.
Sementara Sunghoon menatapnya dengan datar.
"Papa harap kamu bisa lebih terbuka sama Papa."
Hatinya tergores melihat begitu banyak bekas luka di tubuh sang anak. Sunghoon saja tidak pernah memukulnya, sementara mereka orang asing dengan beraninya melukai Sunoo.
"Maaf." Tak ada yang bisa dia katakan selain permintaan maaf, karena sejujurnya Sunoo belum berani untuk mengatakan yang sebenarnya pada Sunghoon.
"Itu perban dari kapan?"
"Minggu lalu."
"Kenapa?"
"Jatuh dari motor."
"Beneran?"
"Iya."
"Kenapa jatuh dari motor?"
"Itu... aku--"
"Berantem sambil naik motor?"
Padahal Sunghoon hanya asal menebak, tapi siapa sangka Sunoo akan mengangguk. Sunghoon menghembuskan napas kasar, meneguk teh hangat nya mencoba meredam amarahnya.
"Seonwoo."
Yujin dan Jiheon mengintip dari celah pintu kamar mereka. Sebenarnya Yujin juga sama takutnya seperti Sunoo, dan dia merasa bersalah atas apa yang terjadi pada sepupunya itu. Sementara Jiheon sudah berkaca-kaca.
Saat mereka pulang dari sekolah, Sunghoon menunggu di depan pintu dengan wajah datarnya dan langsung menyuruh mereka masuk ke dalam kamar mereka sementara Sunoo dia tarik ke ruang keluarga.
"Apa pernah Papa mengajari kamu untuk bertengkar seperti ini?"
"Enggak." Sunoo menjawab dengan suara pelan.
"Terus apa yang Papa ajarin ke kamu?"
"Jadi anak baik, penurut, dan-"
Ada jeda sebelum Sunoo melanjutkan ucapannya, dia menahan tangisnya."Pemaaf."
Sunoo memang anak yang baik, dia penurut juga, namun dia tidak bisa menjadi pemaaf. Sangat sulit untuk memaafkan orang-orang yang telah menorehkan luka dihatinya.
"Satu lagi?"
"Jangan menyimpan dendam."
"Kamu ingat, tapi kenapa begitu sulit untuk kamu melaksanakan nya?"
"Pa... aku... aku gak ngelakuin apapun, mereka yang mencari masalah."
"Kamu mungkin bohong, tapi apa buku catatan ini bisa berbohong?"
Sunghoon mengangkat buku merah milik Sunoo, buku diary anak itu yang berisi tentang kesehariannya. Butuh waktu yang lama untuk Sunghoon bisa mencerna isi dari buku itu, sampai akhirnya dia paham apa isinya.
Sunoo menulis kesedihannya dan kekesalannya selama ini, termasuk kesedihan karena kehilangan Mamanya dan jauh dari Papanya yang membuatnya minder dan terus dirundung oleh teman-teman sekolahnya. Kemudian kekesalannya pada mereka yang terus mengejek Sunoo karena masalah status sosial.
"Sudah berapa lama kamu menyembunyikan hal ini dari papa?"
"Paa... aku minta maaf."
Sunghoon meletakkan buku itu dengan kasar. Dia tampak marah sekali, tapi entah harus marah pada siapa. Dia tak bisa marah pada Sunoo untuk apa yang terjadi, karena dia hanya anak remaja yang kurang perhatian orangtuanya dan merasa tak percaya diri karena beberapa hal.
Selama ini Sunghoon mencoba membagi waktunya, dan mencoba tetap memberikan perhatian pada Sunoo. Dia sendiri yang berjanji dia akan siap jadi pendengar dan sandaran untuk Sunoo jika anak itu sedang berada dalam masalah, namun dia sendiri yang mengingkari janji itu.
Dia merasa marah pada dirinya sendiri.
Dia gagal... selama ini dia gagal. Dia kurang memperhatikan Sunoo. Dia sibuk mencari harta benda sampai dia lupa, harta yang paling berharga bukanlah uang atau emas, harta yang paling berharga adalah keluarga, dan Sunoo adalah satu-satunya yang dia punya.
Sunghoon mungkin memang menderita karena kehilangan istrinya, tapi dia lupa ada yang lebih menderita yaitu Sunoo yang kehilangan ibunya.
"Seonwoo. Papa yang seharusnya minta maaf, Papa gagal menjadi ayah kamu."
Sunghoon berpindah tempat ke sofa yang diduduki Sunoo, hendak memeluk anak itu namun luka di tubuhnya membuat Sunghoon ngilu.
"Ayok Papa bantu ganti perbannya."
.
.Sunoo jadi sangat pendiam. Biasanya anak itu akan mengomentari makanan, memuji Jiheon yang memasaknya atau sekedar membuat suasana meja makan menjadi hangat, ini tidak.
Sunoo hanya menunduk dan memakan makanannya.
Suasana meja makan benar-benar tidak sehangat dulu, ditambah Sunghoon dengan aura menyeramkannya.
"Besok Papa yang anterin kamu ke sekolah. Papa mau bicara sama pihak sekolah--"
"Enggak! Papa gak usah sampe--"
"Kamu mau sampai kapan kayak gini?"
Sunoo kembali menunduk, karena sejujurnya dia tidak ingin Papanya tau lebih banyak soal dirinya.
Kemudian dia merasakan pundaknya ditepuk. Jiheon pelakunya.
"Sunoo, ini demi kebaikan lo. Lo mau terus tersiksa kayak gini?" Lalu dia beralih pada Sunghoon, "Om, Sunoo takut dikeluarin dari sekolah karena yang ngebully dia itu anak guru. Orang itu udah ngancem ini itu sama Sunoo. Sunoo cuma gak mau kecewain Om kalau dia dikeluarin dari sekolah."
"Kenapa gitu? Kan orang itu yang salah, kenapa harus Sunoo yang dikeluarin?"
"Papa gak ngerti.."
"Apa yang Papa gak ngerti? Apa, Seonwoo? Kasih tau Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and My Hero
General FictionMungkin orang-orang menganggapnya tak masuk akal, tetapi inilah yang terjadi dalam hidup Sunoo. Dia kehilangan Ibunya saat usianya 5 tahun. Sunghoon mencoba menjadi Ayah yang baik untuknya, meski hatinya tergores karena kehilangan sang istri dia ha...