Prolog : Potongan Kejadian

78 4 0
                                    

Even though we're come from different worlds, home is wherever we're together.
-AREA21-

***

Gadis itu menahan sekuat tenaga apapun yang kini berusaha merangkak keluar dari tubuhnya. Perasaan itu meluap-luap bak golakan api yang mengamuk dan enggan padam. Namun, ketika aliran itu berhasil terlepas, bukanlah api yang hendak menghapuskan apapun yang ada di sekitarnya yang keluar melainkan kabut tebal dengan hawa dingin menusuk berputar mengelilingi tubuhnya hingga menciptakan pusaran bagai tornado.

Wajah gadis tersebut memucat, rasa besi di dalam mulutnya dan hawa dingin yang menggigit-gigit tubuhnya dari dalam semakin memperburuk keadaannya. Ia meremas jemarinya yang tertangkup di atas dada, mengatur nafasnya dengan perlahan ketika perasaan menekan itu semakin menjadi. Ia harus melepaskan energi sihir yang kini terasa meluap-luap di dalam tubuhnya, dan tentu saja bukan di tempat ia berada saat ini. Ia memutar pikirannya dengan cepat, mengobservasi keadaan sekitar dan mengingat-ingat tempat di mana sekiranya efek ledakan tersebut tidak langsung menghantam orang-orang di sekitarnya. Pandangannya langsung tertuju pada lautan luas yang terlihat beberapa kilometer dari tempatnya yang saat itu berada di daratan tinggi.

"Biarkan aku menemanimu."

Segera gadis itu menoleh pada pria yang baru saja berbicara tersebut. Wajah dan keadaan pria tersebut sama tidak baiknya dengan keadaannya, atau mungkin bahkan semua orang. Kondisi tubuh yang dipenuhi luka, kelelahan dan tidak bertenaga. Bahkan beberapa sudah tidak memiliki energi sihir yang cukup.

Pria tersebut melempar pedang yang ia genggam sambil melangkah mendekat. Agaknya memahami apa yang gadis itu coba lakukan, dan dari wajahnya tergambar jelas raut rumit yang mendung.

"Kau harus tetap di sini." ucap gadis tersebut tertunduk dalam posisi berlutut. Sesuatu berwarna merah mengalir melalui rambutnya dan berasal dari luka menganga di atas telinga dan pelipisnya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, energi sihirku sudah mencapai batas, begitupun kalian. Jika ada yang harus berkorban di sini—" gadis itu semakin mengepalkan jemarinya, "adalah aku, karena sumber masalahnya adalah diriku," lanjutnya dengan pelan.

Pria tersebut segera mempercepat langkahnya walaupun terpincang, luka sabetan menganga di tumit kakinya menghambat langkahnya. Ia segera ikut berlutut kemudian mengangkat wajah gadis itu yang tertunduk untuk menatapnya.

Iris mata yang berkaca-kaca itu berhasil menggoyahkan segala pertahanan dalam dirinya yang selalu terkenal dingin dan keras. Mengapa hal ini terjadi ketika keduanya baru menyadari satu sama lain? Apakah ini memang sudah jalan kehidupan yang ditakdirkan untuk mereka? Mengapa dari sekian banyaknya orang harus mereka yang menanggungnya?

Gadis itu menggigit bibirnya, berusaha menahan tangis. "Aku rasa efeknya akan sedikit luas, kau harus tetap di sini menahan efek apa yang akan terjadi ketika ledakan sihirku terjadi."

"Apa tidak ada cara lain?" pria tersebut mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, berusaha memikirkan jalan keluar tanpa ada yang harus dikorbankan.

Gadis tersebut menggeleng pelan, tekanan di dadanya semakin terasa hingga ia bahkan kesulitan untuk bernafas. Ia harus melakukannya, bahkan ketika orang-orang di sekitarnya berusaha menahannya. Tidak ada cara lain.  Gadis tersebut berusaha mengatur nafasnya dan berusaha menenangkan diri ketika desakan untuk bersedih terus ia rasakan. Bagaimana pun menangis tidak akan membawanya pada hal yang lebih baik, bukankah ia sudah berusaha sejauh ini untuk tetap hidup? Apakah ini saatnya untuk menyerah?

Tatapan gadis tersebut tertoleh pada dua pedang yang kini berada di sisinya, berkilau seperti permata dengan cahaya yang menjilat-jilat udara bagaikan golakan api yang tertiup angin. Sudah sejauh ini, dan apakah ia akan membiarkan semua usahanya menghilang hanya karena lagi-lagi ledakan sihir?

Seketika sinar matanya yang semula meredup kembali bercahaya. Tentu saja ia tidak akan mati semudah itu! Tidak akan ada yang bisa menentukan nasib hidupnya bahkan kematian sekalipun!

"Aku akan kembali," ucap gadis itu dengan nada bergetar. "Aku akan kembali! Aku sudah sejauh ini dan tidak ada yang bisa menghentikanku untuk terus hidup!" gadis tersebut memekik di akhir kalimat dengan emosi yang meluap-luap.

"Aku akan kembali..." kalimat gadis tersebut kemudian terdengar pelan. Ia mengangkat kepalanya dan menatap pria tersebut dengan dalam.

Pria tersebut mengusap wajahnya dengan kasar dan berusaha untuk menghilangkan rasa putus asa yang mengegelayuti dirinya. Bahkan gadis ini begitu kuat dan percaya diri, tidak heran jika takdir memiliki rencana yang begitu besar untuknya.

"Ya, kau akan kembali. Dan aku akan selalu menunggumu." Pria tersebut berusaha untuk tersenyum, menatap lama wajah gadis yang berada di hadapannya. Ia akan selalu menunggunya, sebelumnya mereka sudah lama berpisah bukan? Ia yakin gadisnya akan kembali.

Gadis tersebut balas tersenyum, menggenggam jemari pria tersebut yang menangkup wajahnya.

"Setelah efek ledakan mereda aku akan segera datang, ku mohon bertahanlah." Pria tersebut berucap serius.

Gadis tersebut mengangguk pelan. Setelah beberapa detik bertatapan lama, desakan di dadanya terus menguat. Gadis tersebut meringis, bunga-bunga es mulai terbentuk di tangannya, tubuhnya, dan beberapa lagi melayang ke udara dan membawa hawa dingin menusuk. Pusaran tornado berhawa dingin di sekitarnya bertambah kencang, memaksa pria di depannya termundur.

Dengan enggan gadis tersebut mengucapkan salam perpisahan sebelum beberapa detik kemudian menghilang dari hadapan pria itu. Menit demi menit berjalan, sebelum akhirnya ledakan benar-benar terjadi. Harusnya mereka akan berpisah hanya 5 menit setelah efek ledakan mereda, namun ternyata takdir kembali bermain-main.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Arcane : Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang