Ivy terengah-engah dalam kegelapan yang menguasainya. Ingatan itu kembali padanya, ingatan bagaimana ia membiarkan orang-orang jahat yang hendak melukai dirinya dan ayahnya terbakar oleh api amarahnya. Dari ucapan dan gestur yang diperlihatkan Ray itu artinya ayahnya benar-benar selamat dari ledakan api itu walaupun Ivy masih tidak mengerti bagaimana itu bisa terjadi, ia begitu bersyukur akan hal itu.
Namun apakah hal itu benar-benar patut disyukuri? Ia sudah membunuh semua orang itu, apakah itu pantas untuk dilakukan?
Ivy merasakan matanya yang memanas. Ia hanya ingin menyelamatkan ayahnya, tidak lebih dari itu.
"Apa yang kau pikirkan?"
Mendengar suara selain dari pikirannya sendiri mengejutkan Ivy. Ia mendongak dan langsung bertatapan dengan iris mata bak kobaran api itu.
"K-kau? Apa yang kau lakukan di sini?" Ivy mengerutkan kening dan menatap pria itu dengan tatapan tajam.
Dibalik tudungnya yang gelap itu Ivy bisa merasakan bahwa pria itu kini menyeringai ke arahnya, membawa sensasi aneh di perutnya.
"Apakah itu yang seharusnya kau katakan pada penyelamatmu?"
"Menyelamatkanku? Apa kau yakin jika itu benar-benar hanya untuk menyelamatkanku atau kau memang memiliki dendam dengan pria bernama Carlos itu dan sudah berencana membunuhnya?" Ivy berucap tajam.
Ia yakin sekali ketika Carlos menatap pria berjubah ini, tatapan itu seakan menahan kekesalan sejak lama, seperti anak kecil yang selalu diganggu ketika bermain.
"Mungkin keduanya? Aku sudah mengamati Carlos dengan seksama semenjak datang kemari, dia selalu bertingkah seenaknya dan mengacau. Aku rasa itu pantas untuk didapatkannya."
Ivy mengerutkan kening penuh amarah, "tidak ada yang pantas untuk mati sekeji apa pun dirinya, aku rasa itu hanya karena egomu yang merasa bahwa dirimu kuat."
Hening, pria tersebut terdiam dengan tatapan elangnya yang mengarah pada Ivy, seakan-akan sedang menimbang apa yang harus ia katakan saat ini.
Tak lama kemudian tubuh pria tersebut bergetar, Ivy memicingkan matanya dan saat itu juga ia terkejut akan posisinya saat ini. Bagaimana bisa ia tidak menyadari bahwa kegelapan matanya itu karena ia sedang berada di dalam jubah pria ini, dan sejujurnya Ivy tidak ingin mengakui bagaimana bisa ia merasa tenang di pangkuan pria yang bahkan tidak dikenalnya!
Rona merah menjalar di pipi Ivy. Baru saja ia hendak berdiri ketika tawa pria itu keluar, seakan-akan Ivy baru saja melontarkan lelucon yang sangat lucu.
Tangannya dengan sigap menahan Ivy untuk tidak bergerak dari posisinya dan menarik tubuh Ivy mendekat. Rona merah itu semakin menggelap, Ivy merasa terlecehkan karena kedekatan ini.
"Kau baru saja membela seseorang yang ingin memperkosamu. Jadi ia tidak pantas mati ketika berusaha menyakiti perempuan? Ia tidak pantas mati ketika membunuh banyak perempuan dan anak-anak? Ia tidak pantas mati karena membunuh makhluk sakral di hutan? Aku baru saja menyelamatkanmu dan itu yang kau pikirkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcane : Another World
FantasyIvy tahu ada yang salah dengan tubuhnya yang selalu pingsan secara mendadak. Dan setelah membakar seseorang hidup-hidup tanpa sengaja, Ivy harus dihadapkan dengan realita lain yang mana merupakan dunia tempatnya berasal. Menghadapi hal-hal asing ten...