I feel like I'm drowning, I'm sinking deeper
-E-***
Ivy menggerakkan kelopak matanya yang terasa berat kemudian membukanya dengan perlahan. Langit gelap yang sebelumnya ia lihat menampakan rona fajar yang bangkit dari peraduannya. Dengan pelan ia menggerakkan tubuhnya dan mencoba bangkit dari posisi tidurnya di sofa panjang tersebut.
Di dekatnya, Yenefer tertidur dalam posisi duduk dan bersandar pada sofa single yang terlihat empuk. Tanpa sadar karena kelelahan mereka benar-benar tertidur di balkon taman tersebut dengan hanya berselimutkan jubah yang untung saja berbahan tebal dan bisa menghalau udara dingin di subuh hari.
Ivy meregangkan tubuhnya kemudian menoleh ke belakang, melihat seorang pria berjas masih berdiri bagai patung di bawah bayang-bayang tanaman tinggi. Semalam pria itu sudah menawarkan mereka untuk beristirahat pada kamar khusus tamu yang berada di lantai 2, namun keduanya menolak karena pria tersebut terlihat sedikit mencurigakan sebelumnya.
Menghela nafas, Ivy mengedikkan bahunya tidak peduli kemudian mengusap telapak tangannya yang terasa dingin. Ia melihat Yenefer yang masih terbaring dengan surai yang terhambur di sandaran sofa. Pertanyaan Yenefer semalam tiba-tiba kembali dalam benaknya, mengenai siapa Ivy dan mengapa Ray menyembunyikan dirinya.
Ingin rasanya Ivy mendesah frustasi dan berteriak bahwa itulah yang ingin ia ketahui juga, fakta tentang dirinya hingga membawanya kemari dan meninggalkan ayahnya tanpa kata perpisahan apa pun. Namun ia menahan semua itu dan hanya menggelengkan kepala tidak tahu. Tubuhnya terlalu lelah hanya untuk membuka mulut dan mengatakan isi hatinya yang sebenarnya.
“Nghh, kau sudah bangun terlebih dahulu?” Yenefer menggerakkan tubuhnya kemudian membuka iris mata kecoklatannya dengan perlahan.
Ivy mengangguk dengan pelan lalu menunjuk ke arah surai Yenefer yang terlihat berantakan. “Kau harus memperbaiki tatanan rambutmu. Jika dilihat-lihat status kebangsawanan di sini tidak memerlukan jaga image dan rasa hormat yang berlebihan, ya.”
Yenefer menyisir rambutnya dengan jemarinya kemudian menggelung rambutnya. “Kami tidak perlu melakukan itu setiap saat, hanya pada saat-saat tertentu saja. Untuk menegaskan status kami.”
Ivy kembali mengangguk mengerti. Ia menatap langit yang perlahan mulai berwarna cerah dengan rona jingga dikejauhan.
“Sepertinya sebentar lagi rapat mereka akan selesai,” Ujar Yenefer sambil kembali bersandar pada sofa dan bergelung pada jubahnya yang tebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arcane : Another World
FantasyIvy tahu ada yang salah dengan tubuhnya yang selalu pingsan secara mendadak. Dan setelah membakar seseorang hidup-hidup tanpa sengaja, Ivy harus dihadapkan dengan realita lain yang mana merupakan dunia tempatnya berasal. Menghadapi hal-hal asing ten...