BAB 3

261 71 3
                                    

■□■□■□■□■

Dunia mengenal Akihabara sebagai surga para Otaku, sebutan itu sudah ada sejak lama, entah siapa yang memulai, dan tentu saja tidak salah menyebutnya demikian. 

Ada banyak tempat-tempat tidak terduga, di sudut atau di sepanjang jalan pertokoan di sana, dibuka secara terang-terangan. Apa yang ada di Akihabara dapat memuaskan para maniak untuk mengoleksi bermacam mainan, dari yang wajar sampai yang luar biasa tidak wajar—seluruh selera yang aneh itu akan tampak biasa begitu sampai di kawasan tersebut.

Bukan hal tabu bila menemukan hotel cinta atau tempat persewaan untuk menonton film porno. Baru-baru ini, sedang tren untuk menonton dengan menggunakan Virtual Reality, seolah-olah akan ada wanita yang merangkak ke selangkanganmu dan memuaskanmu. Ada banyak alat masturbasi yang dijual secara bebas, di mana pun, cocok bagi seseorang yang mungkin saja tidak lagi ingin bercinta atau mencari pasangan. Orang tidak lagi mencemooh hobi anehmu itu, begitu kamu sampai di tempat tersebut.

Cukup biasa bagi penggemar mainan seperti Naruto dan gadis bernama Hyuu, yang membuat janji di tempat itu, mengingat hobi mereka mengoleksi mainan, figure, dan banyak hal yang sangat cocok untuk dibicarakan bersama teman dari sosial media.

Butuh waktu lama untuk mempersiapkan dirinya agar terlihat layak. Pagi-pagi sekali, dia pergi ke penata rambut, memotong rambutnya lebih rapi, berbelanja pakaian yang lebih modis dari sekadar setelan jas yang biasa digunakannya untuk bekerja. 

Dia jauh lebih terlihat muda dari usianya. Disebabkan tak pernah melihat bagaimana rupa teman mayanya itu, Naruto terus mengamati ponselnya, dan membalas pesan si pemilik akun 'Hyu___' yang terus bertanya di mana posisinya berada. Tidak lupa, dia membawa hadiah untuk gadis itu yang sejak tadi dia tenteng dengan bahagia.

Menunggu hampir setengah jam, seorang gadis mungil berambut panjang berhenti di depannya. "Hyuu?" gadis itu mengulurkan tangannya. "Benar, ini kamu?"

"Hinata," seru gadis itu dengan suara ceria. "Panggil saja Hinata. Tidak sopan kalau kita harus memanggil nama akun sosial media, tapi ya itu biasa terjadi."

"Naruto," dia meraih tangan kecil gadis itu. "Itu namaku yang sebenarnya, aku tidak ingin mengubah identitasku, bahkan di dunia maya. Salam kenal, senang bertemu denganmu, ah, senang juga mengenalmu sampai hari ini," gadis itu tertawa, sungguh sangat sopan dan lucu, penampilannya berbeda dari gadis-gadis yang selalu memamerkan tubuh mereka setiap kali membuka beranda. Gadis yang ada di depannya sungguh sangat manis dan menggemaskan. "Mau pergi makan siang dulu?"

"Boleh."

"Kamu ingin makan apa? Aku traktir."

"Tidak usah. Aku tidak mau merepotkanmu."

"Aku sudah janji mau traktir, jadi jangan sungkan. Kalau masih tidak enak, lain kali, di pertemuan kedua, kamu bisa mentraktirku sesuatu," gadis itu masih malu-malu, tanpa sadar—yang mungkin terkesan lancang—Naruto tiba-tiba menggandeng tangannya. "Ayo, karena aku sudah lapar sekali."

"Aku sungguh tersesat. Padahal aku tidak sekali datang ke sini, aku berkali-kali berkunjung demi membeli beberapa mainan itu," Naruto tersentak ketika Hinata melirik selagi menunjuk apa yang pria itu bawa sejak tadi. "Terima kasih."

"Maaf, aku baru ingat harus memberikan ini padamu. Aku sampai lupa tujuanku datang ke sini untuk bertemu denganmu. Apa kamu suka?" Hinata mengangguk, dia senang bukan main, terlihat dari wajahnya yang tersipu. "Senang melihatnya. Aku tidak punya teman yang bisa diajak untuk membicarakan soal mainan seperti ini. Lama-lama, aku merasa ini hanya bagian dari hobi, dan tidak perlu mencari seseorang yang sama-sama menyukainya."

"Aku bahkan perlu menutup diri agar orang lain atau teman-temanku tidak tahu bahwa aku adalah seorang Otaku."

Bukan hal baru, tiap kali orang-orang mengintimidasi jika mengetahui ada sesuatu yang berbeda dari seseorang di sekitarnya. 

Naruto mungkin orang yang menganggap apa yang disukainya bukan urusan orang lain, dia akan membiarkan orang lain mencemooh dirinya selama ada di belakangnya, dan dia tidak mendengar hal itu sampai ke telinganya. 

Namun bagi Hinata, ia sering kali menganggap orang-orang tak berhak mengomentari apa yang digemarinya, dan daripada mendengar sesuatu yang kurang menyenangkan itu, dia memilih untuk tidak mengakuinya di depan mereka.

"Apakah karena hal itu, kamu memilih untuk memamerkan sesuatu yang kamu gemari lewat internet?"

Hinata menganggukkan kepala. "Ada banyak komunitas di internet yang disebut Forum, mereka sering kali membagi pengalaman mereka soal mainan. Orang-orang seperti mereka pun menutup diri dari khalayak umum, tapi bagi mereka, Forum adalah dunia bebas untuk mengekspresikan apa yang mereka cintai. Tidak akan ada orang yang mencemooh mereka. Aku senang berada di sana, maka rasa-rasanya tak perlu lagi seorang teman dari dunia nyata."

Pria itu berhenti melangkah, menggenggam lebih erat, lalu mengamati wajah Hinata yang tertunduk seolah dunia tak menyukai hanya karena gadis itu memiliki sesuatu yang dicintai. "Dunia maya atau nyata, kita tetap seorang teman. Kita bisa sering bertemu mulai sekarang. Kita bisa pergi ke mana pun bersama-sama."

Masih mengamati, tidak lama kemudian Hinata tertawa. "Wajahmu serius sekali," Naruto merengut, lalu ikut tertawa. "Terima kasih, aku senang punya teman yang jauh lebih dewasa, apalagi kita menggemari sesuatu yang sama. Ah, kamu bilang pentingnya menjaga identitas, biarkan kita mengenal satu sama lain seperti ini."

"Kalau aku bertanya berapa usiamu apakah kamu mau menjawab? Mungkin kamu berada di sekitar pertengahan 20 tahun?"

"Betul. Kalau kamu? Mungkinkah di usia yang sama? Apa kamu masih kuliah?"

"Tidak. Aku sudah bekerja, tahun ini menginjak 30 tahun."

Mereka berdua melanjutkan jalan, menuju tempat makan karena mereka sama-sama sudah kelaparan. Dan sebelum berkeliling Akihabara seharian, keduanya perlu mengisi tenaga terlebih dahulu sambil bercerita banyak hal mengenai hobi mereka. Dan waktu terasa lebih cepat berlalu bersama orang yang tepat. 

■□■□■□■□■

BERSAMBUNG

Trivia:

Jadi, di sekitar Sotokanda, Akihabara, terdapat gedung pertokoan yang full jual banyak mainan seks atau biasa disebut sebagai Sex Toys. Toko ini dibuka dan dapat dikunjungi dengan bebas. Setiap lantainya menjual bermacam mainan seks, contohnya; alat BDSM, vibrator, kostum, dan banyak lagi (toko ini juga mewajibkan karyawati/ karyawan melakukan masturbasi/ mencoba alat sebelum dijual ke pelanggan, ya mirip product knowledge, biar kalau konsumen tanya-tanya bisa jawab gimana rasanya, atau merekomendasikan alat mana yang cocok untuk kebutuhan mereka).

Tidak jauh dari sana ada hotel yang menyediakan setidaknya 10.000 film porno yang dipamerkan dalam rak (mirip rental CD zaman dulu lah ya atau kalau sekarang warnet) yang bisa dilihat dalam bentuk VR, yang datang biasanya orang-orang pekerja untuk ngebuang stres pas siang hari atau malam hari. Kabarnya orang Jepang makin kurang berminat melakukan seks dengan the real manusia. Setiap ruangan hotel ini kedap suara, jadi aman kalau mendesah ria.

STRICTLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang