BAB 8

253 66 0
                                        

■□■□■□■□■

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

■□■□■□■□■

Naruto tidak tahu ke mana ayahnya pergi, terhitung dua hari meninggalkan wanita yang diketahui sebagai kekasih dan seorang ibu dari Naruto Uzumaki.

Di sisi lain, sebagai orang yang menengahi pertengkaran tersebut, Naruto tidak mungkin meninggalkan rumah itu juga demi mendinginkan kepala.

Dia orang yang mungkin masih waras, memilih menemani ibunya, tidak peduli jika sikapnya cukup canggung—itu masih mending daripada dia tak berempati sama sekali. Mirisnya, wanita itu diketahui olehnya sebagai perempuan cacat, kedua kakinya lumpuh tak bisa berjalan, entah karena apa. Naruto tidak berniat mencari tahu. Mungkin saja itu disebabkan oleh kecelakaan di masa lalu.

Selama pagi hari, dia akan membantu pelayan untuk menghidangkan makan pagi. Naruto mengantarkannya langsung ke kamar. Tampak terlihat bahwa wanita itu tidak percaya siapa pun di rumah ini. 

Kecanggungan di antara mereka tidak bisa dihindari. Naruto tidak berharap banyak dari hubungan di antara mereka. 

Ayahnya sudah mendeklarasikan diri sebagai pria patah hati yang selalu kabur demi menenangkan diri. Bercumbu dengan banyak wanita, tetapi nyatanya dia sebagai pria yang setia kepada wanita cacat yang telah melahirkan putranya.

"Semua masakan di sini dibuat oleh juru masak yang berpengalaman. Semuanya sangat enak, sementara jika bukan seleramu, bisa kamu rekomendasikan padaku, menu apa yang cocok untukmu."

Masalahnya, wanita itu tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya mencoba makan beberapa sendok, terlihat jelas tidak begitu berselera. 

Namun jika diperhatikan lebih teliti, wanita itu tampak jauh lebih muda dari yang Naruto bayangkan. Tubuhnya sangat kecil. Pipinya tirus. Kedua tangannya terlalu kurus bila diamati. Selain itu, seorang pelayan memberitahu, ada banyak tubuh yang lebam pada kulit mulusnya ketika mereka mencoba memandikannya.

"Pria itu mungkin akan memukulimu lagi," rambut merahnya jatuh, hampir mendarat di atas mangkuk penuh bubur bila Naruto tidak dengan sigap mendorongnya menjauh. "Hati-hati, nanti rambutmu kotor," katanya penuh perhatian. "Hubunganku dengannya tidak terlalu baik, aku pun tak ingin mencampuri urusan kalian, maka dari itu aku tidak bisa membawamu pergi dari sini tanpa seizin darinya. Aku hanya tidak ingin dia mengacau ke depannya," Naruto melanjutkan—menjelaskan mengapa dia tidak bisa mengambil tindakan lebih dari merawat wanita itu selama berada di rumah ini.

Betapa sulit mengabaikannya, Naruto tahu bagaimana seorang wanita melahirkan, bagaimana dia harus berbakti karenanya. 

Sepanjang hidupnya, dia ingin menjadi anak yang baik. Namun di tengah keluarga yang seolah tidak diharapkan hal semacam itu ada, Naruto tak dapat melakukan apa-apa selain mengikuti aturan yang berlaku di tengah kehidupan keluarganya.

Secara tidak langsung, kakeknya membuat cucunya bersaing dengan ayahnya sendiri. Padahal Naruto tak peduli bahwa dia tidak menjadi ahli waris atau penerus keluarga nantinya. Mungkin saja, akan lebih baik dia didepak dari kehidupan mengerikan yang dijalaninya.

STRICTLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang