BAB 11

227 51 16
                                    

CATATAN:

Akhirnya, vote pada bab 10 mencapai 40, sungguh perjuangan sekali ya akun ini~ akhirnya, Bab 11 bisa update juga. Selamat membaca, terutama untuk Sayangku yang sedang menyembunyikan akun barunya. Selamat membaca, Beb (っˆ зˆ)ε ˆヘ).

■□■□■□■□■

Sebetulnya, dia tidak mempermasalahkan bagaimana status teman kencannya—status yang menggambarkan dari keluarga seperti apa, bekerja di bidang apa, dan dari perkumpulan mana—semua itu tidak lebih penting dari masalah yang tidak terbayangkan yang sekarang tengah dihadapinya. Ini terlihat betapa dia baru saja seolah bersikap tidak bermoral kepadanya.

Naruto tak mampu membayangkan apa kata orang di sekitarnya. Baru-baru ini dia bahkan tak bisa tidur karena dia menemukan ibu kandungnya yang dilecehkan oleh keluarga ayahnya bertahun-tahun. Tiba-tiba saja dia merasa tak jauh berbeda seperti kakek maupun ayahnya yang tak beradab, padahal sudah ada kelas khusus yang membuat mereka harus belajar tata krama dan bagaimana caranya bertindak dalam situasi tak menguntungkan—segala filosofi sebagai orang besar agar mampu menjadi panutan untuk orang-orang di sekitarnya. Semua masalah yang dipelajarinya sama sekali menjadi tidak berarti.

Mengapa Hinata membohonginya? 

Apa yang sebenarnya gadis itu rencanakan? 

Apakah ini soal uang?

"Naruto!" Gaara mendobrak pintu ruang kerjanya ketika dia masih bergelut oleh kemungkinan yang terjadi. "Sudah empat hari ini kamu bahkan tak menghubungi kami. Apa kamu sakit? Terjadi sesuatu? Kamu tidak pernah cuti lama. Aku dengar hari ini kamu akan pergi ke Hakodate untuk perjalanan dinas. Sebelum pergi, aku ingin tahu kabarmu. Kalau kamu merasa buruk, aku bakal mencegahmu pergi."

Gaara mencerocos dengan wajah mengkhawatirkan seperti biasa. Terlihat berlebihan, tetapi Naruto sejak lama sudah terbiasa.

"Bisa kamu lihat, aku baik-baik saja."

"Tapi mukamu pucat sekali. Kamu sakit?"

Naruto menyetop Gaara agar tidak terus-terusan mengomel. "Ada banyak masalah yang tidak bisa dihindari. Maaf saja aku tidak membalas semua pesanmu, aku benar-benar lupa karena banyak pekerjaan."

"Jadi selama ini kamu bekerja di rumah? Kami datang ke sana, tetapi asisten rumah tangga bahkan bilang kamu tidak di rumah. Jadi kamu bekerja di mana? Di luar kota? Di hotel? Di propertimu yang lain?"

"Ada beberapa tempat yang memang harus aku kunjungi. Apakah aku perlu minta maaf karena kamu mengkhawatirkanku?" Gaara mengedikkan bahunya. "Baru-baru ini aku sepertinya membuat kesalahan. Aku berniat untuk berhenti berkencan dengan gadis yang ada di layar ponselku. Sekarang, aku mencoba untuk mencari keputusan yang tepat, tetapi kamu malah datang, mengacaukan konsentrasiku."

"Kenapa? Bukannya selama ini kamu sudah memujanya seperti orang gila?"

"Aku bahkan tidak tahu kalau dia masih SMA."

"Ha?" baru saja Gaara mengambil duduk, tetapi dia berdiri karena terkejut. "Apakah dia mengakui sebagai gadis SMA? Maksudku, apakah kamu mencari tahu soal dia? Aku tidak akan menyalahkanmu kalau memang kamu melakukannya. Kita mencoba menghindari sesuatu yang tak diinginkan."

"Aku semakin merasa berdosa sekarang."

"Kenapa?"

"Dia ada di tempat tidurku tadi malam," Gaara mengernyit, merasa tidak ada yang salah dari itu pada awalnya. "Aku melakukan seks dengannya," setelah mendengar pernyataan tak terduga itu, Gaara membungkam mulutnya. Dia mungkin saja berengsek, tetapi dia tidak pernah berurusan dengan gadis di bawah umur. Namun temannya justru berada di level yang berbeda darinya. "Aku tidak punya muka untuk bertemu dengannya."

Gaara kemudian mendengarkan temannya bercerita panjang, hanya saja masih merahasiakan namanya. Dan dari apa yang Gaara dengar, itu bukan kesalahan Naruto. Temannya bahkan tak tahu status teman kencannya di bawah umur. Akan tetapi, pengalaman temannya itu bisa dijadikan sedikit pelajaran bagi Gaara yang terlalu bebas menerima ajakan seorang perempuan dalam berkencan satu malam. 

Mungkin saja, di luar sana, ada beberapa gadis yang kurang waras sampai memalsukan identitas mereka untuk menjebaknya. Daripada mengkhawatirkan temannya, kini Gaara mengkhawatirkan dirinya sendiri.

Di balik Naruto merasa lega, dia menemukan wajah temannya memucat. Naruto kemudian menertawakan Gaara yang termenung memperhatikannya. "Aku harus siap-siap pergi ke Hakodate, tiga hari setelah itu, aku akan pergi ke London. Untuk dua minggu ini aku tidak akan ada di kantor. Jangan mencariku. Apalagi menyusulku."

"Uhm, baiklah."

Teman-temannya yang aneh itu punya kebiasaan untuk mengikutinya pergi perjalanan dinas, meskipun perjalanan di atas langit amat melelahkan bagi mereka. Sesudah mereka sampai di tempat tujuan, akan mencari tempat untuk berpesta. 

Namun banyak masalah yang dihadapi Naruto, dia berharap Gaara maupun Sasuke tak menyusul kali ini. Dia ingin bekerja dengan lebih serius dan tidak ingin diganggu. Lalu pergi menyendiri. Akhir-akhir ini dia ingin memancing di tengah laut, dengan yacht yang dikendarainya sendiri. Masalahnya, asistennya sering kali melarang hal itu terjadi.

Sampai di Haneda, Naruto diantar untuk pergi ke ruang tunggu naratama yang ada di bandara. 

Asistennya tiba-tiba mengimbau, bahwa bandara hari ini ramai dipadati oleh anak-anak SMA dari sekolah tertentu yang sedang mengikuti studi tur, dibarengi menyambut kepulangan atlet Jepang yang baru saja selesai berkompetisi dari luar negeri. Naruto mulai menyesal, karena dia mengambil jadwal penerbangan yang salah.

Akan membelok untuk memeriksa tiket, Naruto melihat seorang yang dikenalnya baik. 

Dia baru berpisah beberapa jam yang lalu dengan orang itu. Naruto kemudian melirik jam tangannya. Penerbangannya satu jam lagi. Kalau dia mengejar seorang yang semakin menjauh itu, mungkin terkejar, dan semoga orang-orang yang berkerumunan tidak membuatnya kesulitan.

"Pak, Anda mau ke mana?"

"Aku melihat temanku," asistennya mencari siapa saja yang menyabotase perhatian pria itu. Tapi di depan mereka hanya dipenuhi oleh gerombolan anak SMA yang bahkan tawa mereka cukup berisik dan nyaring. "Kamu tunggu sini, aku akan segera kembali."

"Pak! Saya mohon!" dia menoleh ke belakang, antrean membuatnya panik. Lalu segera setelah itu keluar lantas mengurungkan niatnya untuk memeriksakan identitas. Dia tidak bisa masuk saat ini, karena tugasnya berubah untuk mencari keberadaan pria itu yang tiba-tiba menghilang.

Si asisten mengejar atasannya, dan membelah di antara kerumunan orang sambil meminta maaf kepada mereka. Namun tak ditemukan di mana pun, Pak Uzumaki yang jarang sekali tiba-tiba menghilang hanya karena dia bertemu dengan seorang teman di bandara. "Di mana beliau?"

Masih kelimpungan, pria itu menghubungi dengan ponselnya, tetapi panggilan justru dialihkan. Dia menoleh ke bagian informasi, tapi masalahnya, dia tidak mungkin harus melaporkan bahwa dia kehilangan pria itu di bandara.

Si asisten pun akhirnya menunggu sambil terus menghubungi Pak Uzumaki yang membuatnya panik setengah mati. Tidak tertinggal untuk berlari kecil mengabsen seluruh orang-orang di sana.

Tidak lama dari itu, sorak dari para penggemar untuk atlet yang sampai di bandara membuatnya terdiam tak mampu lagi melawan. Dia menjadi sadar diri, tidak terlalu memiliki tubuh setinggi dan sekekar Pak Uzumaki, bagaimana bisa dia dengan rela mencari mati di antara penggemar di depannya. 

Si asisten itu kemudian berjalan minggir. Lebih baik mengalah daripada kehilangan nyawa di sini.

■□■□■□■□■

BERSAMBUNG

STRICTLY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang