Dukung STRICTLY di Karyakarsa agar bisa menikmati karya tersebut hingga selesai. Dukung terus BukiNyan agar tetap produktif.
■□■□■□■□■
Naruto hampir putus asa menganggap kalau gadis itu tidak akan pernah datang ke tempat janjian mereka. Tapi ternyata, gadis itu sudah berada di sana daripada dirinya yang berjalan dengan santai—sepanjang perjalanan, dia tengah menduga-duga mungkin saja dia akhirnya ditinggalkan. Hinata adalah gadis pemberani yang bakal melakukannya tanpa memikirkan risiko kemarahan dari teman kencannya.
"Sudah lama kamu di sini?"
"Barusan sampai."
Tidak seperti pekan yang biasa mereka habiskan sebelum-sebelumnya, kali ini terlihat tidak menarik dan tidak diminati, belum lagi suasananya agak canggung, perjalanan itu tidak ada canda tawa atau cerita-cerita menarik dituturkan dari masing-masing keduanya. Hening berkepanjangan seperti tanah gersang yang membunuh banyak tanaman dan perkebunan.
Tiba di kafe tempat biasa mereka menikmati makan siang, Naruto masih mengamati dan tiba-tiba saja merasa bersalah. Satu-satunya yang nyaman dengan pertemuan itu hanya dirinya. Dia harusnya lebih memahami gadis kecil di depannya. Tampak tidak mudah memahami guncangan yang sedang dialaminya. Pasti berat karena sudah ketahuan.
"Kamu mau kita akhiri saja pertemuannya?"
"Tidak. Kamu pasti salah paham."
"Kalau kamu diam saja mana bisa tahu aku, apa yang ada di dalam kepala kecilmu itu."
Hinata semakin menunduk, terlihat mau menangis. "Aku mengalami masa-masa sulit di sekolah," katanya dan akhirnya mau bicara apa yang terjadi. "Maaf, bukannya aku tidak mau bertemu denganmu lagi. Ini persoalan berbeda. Meskipun aku tidak ketahuan pun, aku bakal bersikap sama seperti hari ini."
"Mungkinkah terjadi sesuatu di sekolahmu?"
"Itu, mungkin saja aku tidak akan bisa menjadi atlet," matanya mengamati Hinata yang menarik napas, lalu membuangnya dengan berat. "Tidak hanya tak dapat penyokong, tapi kemampuanku sudah tidak stabil seperti dulu. Saat pertandingan terakhir pada hari kelulusan, aku mengalami cedera parah di kepala disertai pendarahan. Keluargaku berusaha menghentikanku agar tidak terlalu memaksakan diri. Semenjak hari itu, kondisiku makin tidak stabil dan mataku sering berkunang-kunang. Pada akhirnya aku tahu, kalau tubuhku sendiri pun tak mampu bertahan."
Bagi Naruto, dia menyukai seseorang yang memiliki minat, karena dia sendiri tak memiliki semua itu. Sepanjang pertemuan itu, dia tidak dapat mengalihkan tatapannya dari Hinata. Naruto merasa beruntung untuk mengenal gadis itu dan menempatkan Hinata di hatinya.
Hubungan mereka pun semakin dekat dan terlampau bebas sebagai pasangan tanpa status yang jelas—berhubungan intim layaknya suami-istri tidak pernah dilewatkan. Naruto berada pada masa-masa menjadi pria yang membutuhkan sosok perempuan, tidak hanya di ranjang tetapi di kehidupannya yang berharga sebagai lelaki dewasa.
Naruto tidak sekali membawa Hinata pulang ke rumahnya. Semua pelayan tahu anak SMA itu adalah kekasih tuan mereka, dan semua orang yang bekerja di rumah itu cepat akrab dengannya, walaupun tak sekalipun ada pembenaran soal status keduanya dari mulut masing-masing. Orang-orang memprediksi hubungan itu tidak bertahan lama karena ada saatnya mengalami kebosanan, apalagi Naruto adalah seorang yang punya kuasa dalam keluarga dan perusahaan—orang berpikir akan ada pernikahan bisnis, lantas mengasihani Hinata Hyuuga yang seorang gundik.
Percakapan antar para pelayan tidak membuat Hinata terkejut. Dia tahu posisinya sebagai seorang gadis yang tidak memiliki apa-apa kecuali tubuhnya yang mungkin disukai oleh Naruto Uzumaki. Semua orang berhak menganggap kalau Hinata hanya membutuhkan uang dari pria itu dan rela membuka kedua kakinya lebar-lebar. Suatu hari, dia pasti akan berhenti.
Berada di ruang kerja, Naruto hari ini banyak menerima panggilan telepon dan rapat darurat melalui panggilan video dengan beberapa orang. Hari Minggu yang membosankan, tetapi masalahnya, Hinata tidak diizinkan untuk pulang, maka dia hanya membaca buku dan menikmati buah-buahan yang sudah dipotong dan dihias semenarik mungkin oleh pelayan.
Setelah rapat yang dilakukan oleh Naruto selesai, pria itu pun segera mendekati Hinata, meminta gadis itu duduk di pangkuannya, merasakan sesuatu yang menegang di balik celana. Sangat cabul yang dilakukan oleh pria itu, tanpa bisa dipungkiri, Hinata menjadi terbiasa dengan semua kebiasaan mereka yang setiap waktu bercinta. Kehidupan semacam ini bakal merugikannya sebagai gadis yang masih punya banyak masa depan.
"Rasanya tidak nyaman. Bagaimana kalau pelayan nanti masuk?"
"Tidak akan ada yang berani masuk tanpa mengetuk."
Bibir pria itu menjelajah di setiap leher Hinata selagi kedua tangannya yang nakal menyelusup masuk ke dalam pakaian Hinata. "Apakah kita perlu melakukannya?"
"Apa kamu tidak suka?"
"Lebih baik kita pergi ke kamar saja. Aku lebih senang melakukannya di kasur."
"Tapi akhir-akhir ini aku lebih senang melakukannya dengan cepat, tidak peduli kalau itu di sini."
"Jadi, kamu tidak memahami perasaanku?"
"Aku tidak terlalu bisa bertahan dengan kejantananku yang semakin menegang," kata Naruto, yang kemudian menarik Hinata untuk sampai ke meja. Namun gadis itu berusaha membalikkan tubuhnya, sebaliknya pun Naruto tidak mengizinkannya. Pria itu mengulum beberapa jarinya sebelum akhirnya menusuk keras kewanitaan Hinata. Gadis itu terlonjak kaget. "Ayo, malam ini kita main sampai puas."
"Hentikan, itu menyakitkan!"
"Tapi kamu suka, 'kan? Kamu sudah terlalu basah, tahu."
Hinata membungkam mulutnya. Dia memang tidak suka dengan cara Naruto yang selalu mengambil kesempatan semacam ini. Pria itu punya lonjakan gairah yang tak mampu Hinata imbangi. Dia selalu berakhir kesakitan ketika pagi tiba seusai bercinta. Sebagai seorang yang sama-sama menyukai seks sebagai kebutuhan penghilang stres, Hinata jelas berbeda dari Naruto yang tidak memiliki batas tertentu untuk memahami ketidaksukaan pasangannya.
Seperti malam-malam sebelumnya, Hinata lagi-lagi berhadapan dengan sisi buas Naruto yang tidak dipahaminya.
Bajingan satu ini adalah masalahnya!
■□■□■□■□■
BERSAMBUNG

KAMU SEDANG MEMBACA
STRICTLY ✔
Hayran Kurgu✿ Baca cepat di Karyakarsa Suatu hari, seorang pria dan wanita yang berhubungan tanpa status memilih untuk mengakhiri hubungan tersebut dan berjanji untuk tidak saling mengenal. Sedangkan salah dari mereka memutuskan untuk menikah. Namun, apakah pad...