Bab 4: Operasi Kusumajaya (I)

11 4 0
                                    

*Tap* *Tap* *Tap*

Langkah – langkah kaki membaur dengan satu sama lain dalam keramaian. Menatap ke depan, kita bisa saja memanfaatkan penampilan – penampilan dari wajah manusia untuk bersembunyi di antara mereka... Apakah aku sedang berada di suatu komplek pasar? Objek wisata? Atau bahkan kerusuhan? Tidak juga. Pada kenyataannya, aku sedang berdiri tepat pada jalan utama gerbang sekolah ini—Senaya—Sekolah Nasional Kusumajaya.

(Sekarang... Di manakah dia?)

Sebagian besar siswa – siswi menghabiskan akhir pekan ujian mereka dengan meninggalkan area sekolah. Beberapa mengenakan variasi pakaian – pakaian santai, walau masih saja terdapat sebagian siswa yang mengenakan almamater ikonik itu... Mengabaikannya, aku bertaruh mereka semua bisa melindungi diri dari kejahatan tersembunyi Pulau Kusumajaya, mengingat insiden itu tepat dua minggu yang lalu.

Menyudahi pemeriksaan dari jam tanganku, aku menelusuri trotoar ini untuk mencari keberadaan Bagas... Untuk menemukan sosok laki – laki yang tengah menunduk menatap ponselnya seraya bersandar pada dinding halte bus. Perangkat earphone yang melekat di telinga menjelaskan mengapa ia tidak bisa mendengar langkahku, meski dengan posisiku tepat di belakangnya.

"Hm... Hm... Hm? Bwah!! D-Dika!? Bikin kaget saja kamu astaga... Lama sekali datangnya dirimu, emang dari mana saja??"

"Aku mengira cuaca di pagi hari ini sangat indah. Oleh karenanya, aku menghabiskan banyak waktu menikmati pemandangan yang ditawarkan dari kamarku."

"Uwah... Kurang kerjaan banget. B-Baik! Kita sekarang akan pergi ke Kalimas! Ikuti aku, Dika!"

Memasukkan earphone dalam ransel selempangnya, aku dan Bagas lalu menaiki salah satu bus yang kebetulan berhenti pada halte sekolah. Sepertinya terdapat banyak siswa yang juga ingin bertamasya menuju Jalan Kalimas mengikuti kita. Akibatnya, ruas jalan vital ini memiliki kondisi keramaian yang serupa dengan hari itu. Orang – orang masih mengerubungi permata ini layaknya badai laron yang tidak kunjung berakhir... Namun kali ini aku bisa menyimpulkan bahwa beberapa wajah yang kutemukan di Jalan Kalimas adalah milik siswa – siswi Senaya.

"Sini, Dika."

Bersama Bagas, aku memasuki sebuah toko butik yang terletak dekat dengan ujung utara Jalan Kalimas. Berbagai busana warna – warni memenuhi rak dan dinding – dinding toko... Maka tidak heran jika aku mulai membayangkan bagaimana Niki akan terlihat apabila mengenakan busana seperti ini. Lengkap dengan senyuman manisnya, pemandangan itu akan menjadi sebuah terapi bintang lima bagiku.

"Selamat datang kembali, Mas Bagas..."

(Oh?)

"Pagi, Mbak Ani. Uh... Di dalam ada Bu Retno?"

"Ada... Silakan masuk, mas."

"Terima kasih... Ah! Maaf, Dika. Aku ada urusan sebentar dengan pemilik toko... T-Tolong tunggu aku..."

Mengangguk, aku memutuskan untuk menunggu Bagas menyelesaikan "urusan"-nya. Untuk mengalihkan perhatian, aku mengamati beragam busana yang menghiasi toko ini—menemukan "Mbak Ani" mulai berjalan mendekatiku... Kurasa mengapa tidak, selagi aku berada di tempat seperti ini?

"...Ada yang bisa saya bantu, mas?"

"Pakaian seperti apa yang umumnya digunakan oleh perempuan pada musim panas seperti ini?"

"Hmmm... Biasanya sih, pakaian yang lebih tipis agar sirkulasi udaranya lancar. Seperti... Ini. Tapi ada juga kok yang didobel dengan warna cerah dan bawahan rok. Dari kombinasi itu, bisa juga ditambah topi jerami untuk melindungi wajah. Apakah mas ingin membelikan baju untuk seorang cewek, kalau boleh tahu?"

Nagara NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang