Chapter 7: Mikhailovich (V)

6 4 0
                                    

"Terima kasih."

"Kembali kasih, Tuan Dika."

Memberikan payung transparan kepada salah satu pelayan rumah Kochi, aku lalu mengepakkan jaket sipilku untuk meneteskan air hujan yang terperangkap. Berdasarkan angka yang ditunjuk oleh jarum jam dinding, matahari telah terbenam di barat tanpa sepengetahuanku... Sepertinya hujan ini akan terus turun hingga malam nanti. Menuruni tangga menuju Chamber of Operations, aku menjumpai Agen Riko yang tengah menduduki stasiun reparasi senjata. Bahkan setelah luka yang dialaminya, Agen Riko bersikeras untuk membantuku merakit kembali "Jackie"—mainanku yang sebelumnya tertidur dalam koper hitam itu.

"Agen Riko. Ambil cuti setelah hari ini."

Terkekeh mendengar ucapanku, Agen Riko perlahan berdiri dari kursinya untuk membungkukkan tubuh yang dipenuhi balutan perban itu. Heh... Luka – luka lebam tidak akan menjatuhkan loyalis Kak Ryo seperti dirinya.

"...Tentu saja, Tuan Dika. Namun saya tidak dapat beristirahat dengan tenang mengetahui utang budi yang begitu besarnya kepada anda. Saya harap dengan perakitan ini dapat tersampaikan betapa besarnya maksud terima kasih saya kepada Tuan Dika."

Menepuk kedua tangannya, Agen Riko kemudian menggapai sehelai kain putih panjang yang menutupi sebuah objek dengan bentuk familier pada meja reparasinya. Kain itu terangkat layaknya jubah, mengungkapkan mainanku yang telah bangkit kembali dengan gagah. Tiga tahun telah berlalu, dan aku masih terpana dengan kecantikanmu... Aku merindukanmu, Jackie.

"Dengan bangga, saya mengumumkan Snayperskaya Vintovka Dragunova 'Jackie' kesayangan Tuan Dika kini siap untuk mengabdi dengan anda di medan mana pun, demi mempertahankan eksistensi Sidorova dan kedaulatan negeri tercinta kita... Saya juga menyediakan ransel gitar yang dimodifikasi untuk memuat Jackie, amunisi 7.62x54mmR, dan bipod sehingga tidak terdeteksi oleh orang – orang awam Pulau Kusumajaya."

Mempersiapkan Jackie, aku juga mencoba mengangkat ransel itu untuk merasakan berat yang dapat mempengaruhi pergerakanku selama misi berlangsung. Setelah mengenakan "seragam" berupa jaket keberuntungan dan beberapa aksesoris tambahan, aku kembali mengangkat ransel Jackie sebagai percobaan kedua.

"Tidak buruk, Agen Riko."

Menyelesaikan persiapan misi ini, Agen Riko lalu memberikanku kunci motor Molniya Nochi. Tanpa melanjutkan pembicaraan, aku segera mengangguk kepadanya sebelum mengambil langkahku menuju garasi rumah Kochi. Kali ini motorku telah bertemu dengan kawan lamanya dan akan kembali melanjutkan misi mereka seperti pada masa lalu.

*Vroomm!!!*

Berkendara di bawah perlindungan malam dan hujan deras, aku dapat merasakan senyum nostalgia yang mengingatkanku pada misi – misi di masa lalu. Cukup ironis, namun itu adalah kenyataannya... Aku harus menemukan target terakhirku secepatnya. Tidak hanya untuk menjamin keamanan Kota Kusumajaya, tetapi juga untuk menguji seberapa berkarat keahlianku. Alexei Nikolaevich, aku berharap kita dapat berdiri sama tingginya di pulau ini.

...

*Srck* *Srck* *Srck*

Di bawah perlindungan hujan yang akhirnya semakin reda, aku menyembunyikan diriku di antara bilah – bilah rumput liar dan tanah berlumpur. Ikut menyembunyikan keberadaanku adalah suara – suara kodok dan jangkrik yang tengah menjalin perdebatan hebat di sekitarku.

"Sagitarius satu memulai misi."

Menyelesaikan laporan pada perangkat telinga, aku mengamati komplek vila mewah yang terletak tidak jauh di hadapanku. Angka sebelas tertunjuk pada jam tangan yang aku putar sehingga mengarah hanya kepada wajahku, maka karenanya bukanlah pemandangan yang mengejutkan melihat lingkungan sepi dan terpencil ini. Menghitung deretan bangunan – bangunan mewah, aku menemukan komplek vila beralamat nomor enam dengan gaya Hacienda namun tanpa adanya penerangan lampu sama sekali... Mengabaikan itu, vila hacienda ini sesuai dengan deskripsi dan gambar yang telah Kiki sampaikan melalui ponselku.

"Waktunya beraksi."

Dengan perlahan aku mengeluarkan laras hitam Jackie dan memasang seluruh perlengkapannya satu persatu menghadap vila itu. Ia bersinar terang di bawah cahaya kilat yang ikut menyapa kebangkitannya. Klik. Klik. Klik... Bunyi pemasangan aksesoris Jackie layaknya membuatnya sedang membunyikan tulang belulangnya. Melalui teropongnya, aku mengamati sekeliling vila sunyi dan gelap yang menjadi lokasi penampungan Soetanto Agusalim malam ini—menemukan sebuah ruangan kamar pada lantai dua dengan gorden yang terbuka lebar kepada alam di sekitarnya. Melampauinya, terdapat pasangan pria dan wanita yang sedang tertidur pulas pada kamar mereka... Mengabaikan alasan atas gorden yang terbuka, aku dapat melihat wajah familier dengan kumis tebal dan ubun – ubun tanpa rambut itu. Selamat malam, tikus berdasiku.

"..."

Sesaat setelah aku mengamati wajah Soetanto Agusalim melalui teropong Jackie, terdapat sorotan cahaya yang berasal dari ponsel pada sisi kasur—membuat targetku segera terbangun dari tidur lelapnya. Terangkat dari bantalnya untuk mengambil posisi duduk pada sisi kasur, ia meraih ponselnya untuk mengangkat panggilan mendadak itu... Rupanya Soetanto Agusalim cukup marah, melihatnya berdiri dengan cepat dan mengambil langkah menuju jendela terbuka kamar itu.

*Chk* *Chk*

Dengan cepat memasangkan kotak amunisi Jackie, aku kembali melirik gerak – gerik tubuh Soetanto Agusalim pada balkon vilanya. Namun pada kali ini, wanita muda yang rupanya bermain sebagai pasangannya terbangun setelah terganggu oleh ekspresi dan nada kesal Soetanto Agusalim. Wanitu itu juga memutuskan untuk bangun dari kasurnya... Akan tetapi bukannya menemani Soetanto Agusalim, ia berjalan untuk membuka pintu dan meninggalkan kamar gelap itu.

*Rumble* *Duar!*

Hm... Sepertinya bala bantuan alamiku telah datang—jauh lebih awal daripada dugaanku. Tidak masalah... Mengatur napas pelan untuk kesekian kalinya seraya menunggu aba – aba gemuruh berikutnya, aku melakukan pemeriksaan terakhir pada pengaturan Jackie menggunakan jemari tangan kananku—sebelum akhirnya mengistirahatkan jari telunjuk pada pemicu makhluk haus darah ini.

*Rumble* *Rumble*

Menuntun Jackie melalui teropongnya, aku mengarahkan moncongnya tepat pada bagian tengah dari leher tebal Soetanto Agusalim... Aku akhirnya memberikan kamu makanan yang pantas. Habisi dia, Jackie.

*Duar!!*

*DOR*

Timah panas yang melesat di antara barisan pohon pinus itu dengan cepat mendarat pada leher Soetanto Agusalim. Gaya yang begitu besar dengan cepat mendorong dan menjatuhkan Soetanto Agusalim pada lantai kamarnya. Ponselnya juga mengalami nasib yang malang, jatuh dan terpecah menjadi keping – keping—membuatnya redup dan mematikan panggilan mendadak itu. Air mancur berwarna merah pekat segera mengalir dari lubang pada leher Soetanto Agusalim.

(Ia tidak menyadari apa yang menimpa dirinya.)

Memastikan tubuhnya untuk tidak bergerak selama beberapa saat, aku kemudian mengembalikan Jackie dalam ransel yang telah menjadi basah kuyup. Akan merepotkan untuk mendengar teriakan wanita muda itu setelah mengetahui adegan film horor ini selagi aku masih di sini mengemas perlengkapanku.

"...Sagitarius satu di sini. Kirimkan petugas kebersihan. Misi selesai."

Merangkak keluar dari komplek vila ini, aku akhirnya menemui Molniya Nochi yang terparkir pada tanah datar... Tunggu sebentar. Aku dapat merasakan kejanggalan yang berasal dari hutan lebat di sekitarku. Tidak... Perasaan ini tidak disebabkan oleh keberadaan hantu maupun binatang liar. Aura ini sangat kosong, jika bukan karena satu keinginan untuk menghilangkan nyawaku.

Bertahun – tahun telah berlalu semenjak aku terakhir merasakan aura pekat kematian ini. Aura ini segera tergambar pada pikiranku sebagai kolam darah berwarna hitam yang mendidih... Aku menemukan tangan kananku telah lebih dulu menggenggam Artyomovich dengan erat tanpa kesadaranku. Tanpa mengalihkan pandangan, aku memutuskan untuk bertanya kepada keheningan hutan di balik hujan yang telah sepenuhnya reda ini.

"Siapa kamu?"

...

Nagara NusantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang