Setelah menghabiskan banyak waktu untuk membereskan misi dan perjalanan pulang, aku segera menginstruksikan Sylvie untuk membantuku dan Kochi menyelesaikan dekorasi dari acara utama—yang akan dimulai pada hari esok. Memang tidak seberapa, namun aku berharap usaha kecil ini dapat membuat Bagas kembali bersemangat.
"Sempurna."
Puas dengan apa yang telah kita kerjakan, aku lalu mengucapkan selamat tinggal kepada Kochi (yang tiba – tiba dijatuhi oleh tugas negara) setelah mengunci pintu dari atap asrama sekolah, memasangkan penanda yang menunjukkan lantai itu sedang berada dalam "pemeliharaan". Besok diperkirakan akan memiliki cuaca yang sangat cerah, maka ini akan menjadi lokasi yang baik untuk merayakan pesta kecil untuknya, tentunya setelah menjalani hari yang panjang dan melelahkan.
*Click*
"Dan selesai... Aku harap burung – burung tidak melepaskan kotoran mereka di mana – mana, meski dengan langit – langit tanaman merambat itu. Bagaimanapun, aku kelaparan... Sylvie, apakah kamu telah memasak makanan enak yang menghangatkan perut sebelum membantuku menyelesaikan persiapan hari esok?"
"Ah... Belum. Kak Dika... Saya tidak sempat untuk pergi membeli bahan – bahan memasak..."
"Tidak apa – apa. Aku juga menduga kamu belum memasak apa – apa. Aku ingin mengundang Sylvie untuk makan bersamaku pada kedai ramen tepat di depan sekolah. Kedai yang tengah bersiap – siap tadi sore untuk bazar malam hari kemerdekaan."
"B-Boleh, kak!"
"..."
Di saat kita berjalan bersama menuju kedai ramen itu, aku menyadari bahwa Bagas tidak terlihat di seluruh area sekolah. Apakah ia memutuskan untuk pulang merayakan ulang tahunnya bersama ayahnya?
***
*Peep!* *Peep!* *Peep!*
Suara alarm yang meneriakkan deringnya membangunkanku pada pagi hari ini. Di luar sana masih cukup gelap dengan butir – butir tanda pagi hari yang mulai sedikit terlihat... Melihat alarm yang menunjukkan pukul lima pagi, aku berdiri dari tempat tidur untuk melintasi ruangan yang sangat berantakan ini menuju kamar mandiku. Saat aku melihat ke arah cermin, aku dapat mengamati wajahku yang berantakan, mungkin saja karena efek samping menangis di saat tidurku barusan.
"...Haah."
Menutup kamar setelah aku memasukkan barang – barang sekolahku dalam tas, aku menuruni tangga untuk menemui ayahku yang rupanya telah menyiapkan sarapan dilengkapi oleh kue coklat berbentuk bulat tepat di sampingnya—lengkap dengan lilin ulang tahun yang telah menyala terang.
"Selamat ulang tahun, nak! Papa dapat info kalau beberapa toko bakal ngirim hadiah mereka hari ini."
"Haha... Terima kasih, pa."
Mengangkat senyuman tipis, aku berlagak biasa saja untuk tidak mengkhawatirkan ayah. Aku tidak ingin isi pikiranku tertular kepada sosok pekerja keras yang ramah kepada siapa pun ini. Menyelesaikan sarapan kecilku dengan tambahan berupa kue ulang tahun, aku segera berjalan menelusuri komplek rumahku menuju halte bus yang akan membawaku menuju sekolah.
Tidak mengherankan, mengingatkan hari ini adalah hari kemerdekaan negeri ini. Pihak sekolah mengadakan upacara wajib yang diikuti oleh pelatihan fisik hingga sore hari... Itulah mengapa aku membawa pakaian olahragaku.
"Gas."
"...Yo."
Bahkan sosok yang disebut – sebut sebagai "teman – teman"-ku tidak mengetahui hari ulang tahunku. Aku berhasil menenangkan diriku karena tidak ingin merusak suasana seperti halnya anak kecil, terlebih karena pelatihan fisik di siang nanti akan mengandalkan kerja sama kelas.
...
*Tap* *Tap*
Sore hari telah tiba. Sial. Aku kecapekan... Kenapa instruktur pada tahun ini lebih keras daripada sebelumnya... Apakah karena kita sudah menjadi kakak kelas yang harus memberikan contoh baik? Omong – omong, aku baru saja menyelesaikan mandi pada sore hari ini dan sekarang sedang menduduki kusen jendela besar kamarku, merasa sedikit sedih. Hal ini membuatku untuk mengunci pandanganku kepada sebuah kotak rokok setengah kosong yang berada di dekat jangkauanku... Akan tetapi di saat aku berusaha mengulurkan tanganku untuk meraihnya—
*Tock* *Tock* *Tock*
"T-Tunggu!"
Aku segera menjatuhkan kotak rokokku hingga terselip di antara celah lemari tugas – tugas sekolahku. Tidak ada waktu untuk memeriksanya sekarang, karena aku harus membukakan pintu dengan cepat.
*Jleg* *Creak*
"D-Dika!?"
"...Kamu terlihat seperti baru saja melihat hantu. Lupakan itu, apakah kamu punya waktu? Sylvie terus mengomeliku tentang suatu hal dan aku tidak mengetahui apa itu, bisakah kamu membantuku, Bagas?"
"O-Oke, oke!"
Aku lalu segera menyusul Dika setelah merapikan diriku—menelusuri koridor panjang dari lantai tiga bangunan asrama ini. Aku tidak tahu apakah ini hanya karena kebetulan, tapi aku bisa merasakan langkah – langkah kaki Dika yang terlihat lebih cepat dari biasanya... Lebih anehnya lagi, sepertinya ia ingin mengarahkanku langsung menuju atap asrama. T-Tunggu, bukannya area itu dikunci sejak kemarin??
"Silakan, tamu ulang tahun."
*Creak*
Membantuku membuka pintu atap asrama, aku disuguhkan dengan seluruh area yang telah dirubah sehingga meniru pengaturan layaknya sebuah pesta kecil – kecilan. Bola – bola lampu kuning yang menggantung dari atas, sebuah kontainer yang penuh dengan minuman dingin, bahkan sofa dan beraneka macam jajanan yang berdiri tegak pada meja kopi di tengah – tengahnya... Tunggu. Apa yang baru saja Dika katakan?
"S-Selamat ulang tahun, Kak Bagas!"
"Bwah!"
Sebelum aku menyadari kehadiran sosok lain di sini, Sylvie telah lebih dulu muncul dari balik pintu atap sambil memegang kue ulang tahun coklat dengan lilin – lilin yang telah menyala seperti kembang api... Tunggu... Hah? Itu menjelaskan mengapa mereka berdua begitu diam pada hari ini sehingga aku tidak melihat Dika maupun Sylvie selama sepanjang hari... Semua ini... Untukku?
"Baiklah... Karena Sylvie sudah membawa kue-mu, kenapa kamu tidak meniup lilinnya dengan merenungkan harapan – harapanmu, Bagas?"
"...Terima kasih, kalian berdua..."
Memejamkan mata, aku hanya berdoa bahwa semuanya akan baik – baik saja... Itu saja. Tidak ada mobil mewah, gunungan emas, hanya masa depan di mana semua orang dapat menjadi bahagia dengan keberadaanku. Malaikat... Jika engkau ada di sini... Tolong bimbing aku untuk memenuhi takdir itu. Di saat aku membuka mataku, aku segera terpesona oleh keberadaan Sylvie tepat di hadapanku, diterangi oleh percikan lilin – lilin yang membuatnya seakan menyerupai seorang putri.
"...Cantiknya... *Cough* *Cough* Maksudku kuenya!"
*Fuuh* *Whoosh*
***
"—Pa. Lihat."
Aku menunjukkan kepada papa kertas – kertas ujianku yang telah selesai dinilai, dengan beberapa angka "100" yang dapat menorehkan rasa puas pada diriku. Saat ini, papa sedang memasak makan malam di dapur. Bahkan dengan tekanan dari pekerjaan, ia tetap mempertahankan rasa bangganya ketika aku menunjukkan prestasi – prestasiku kepadanya.
"Uwih... Bagus, nak. Papa juga punya berita... Jadi, ayahmu mendapatkan promosi untuk menangani beberapa perusahaan besar... Haah. Tapi masalahnya, lokasinya ada di luar pulau..."
"Ah. Kapan papa akan berangkat?"
"Setelah kamu lulus SMP sebentar lagi... Uh. Artinya kita akan pindah rumah ke sana, dekat tempat papa bekerja... Gimana, Bagas?"
"...Tidak apa – apa. Selama papa senang, aku akan baik – baik saja... Jadi... Di mana lokasinya, pa?"
"Pulau reklamasi di lepas pantai Sulawesi, dekat dengan Laut Flores. Bos papa bilang bahwa ada sekolah baru yang didesain sehingga lebih baik bahkan jika dibandingkan dengan sekolah – sekolah top lainnya di seluruh negeri... Namanya? Sekolah Nasional Kusumajaya."
...

KAMU SEDANG MEMBACA
Nagara Nusantara
Romance"Kemuliaan bagi pembela kemanusiaan." Andika "Dika" Raylan, seorang remaja berlatar belakang misterius yang bersekolah pada sebuah SMA elit untuk merasakan kehidupan normal seraya menggali informasi dan melaksanakan perintah terakhir dari majikannya...