Satu

27.2K 2.2K 183
                                    

TIDAK banyak hal yang tidak aku sukai dari dunia karena aku adalah tipe orang yang berusaha melihat segala sesuatu dari sisi positif. Kalau ada hal yang berpotensi menimbulkan kerumitan dalam hidup, aku akan segera melambai, mengucapkan selamat tinggal.

Maksudku, jatah hidup di dunia itu singkat, man. Hal paling bijak untuk memanfaatkannya adalah dengan menikmatinya sekuat yang kita bisa. Itu prinsip hidup yang kuanut. Menikmati hidup tanpa terlalu ambil pusing dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Norma itu dibuat oleh sesama manusia untuk mengekang kebebasan manusia lain dan kemudian diakui sebagai hukum yang tidak tertulis. Konsep yang aneh.

Menurutku, orang-orang yang menghabiskan waktu untuk menetapkan norma sosial yang tidak tertulis adalah orang-orang yang kurang kerjaan. Pasti begitu karena norma-norma itu sudah berumur sangat tua. Di zaman itu, alat transportasi yang lazim dipakai adalah kaki, sehingga orang-orang yang malas berkeringat untuk bepergiaan akan tinggal di rumah dan mulai menciptakan berbagai hukum tak tertulis dan mengangkat diri sebagai polisi moral. Sialnya, norma-norma konyol yang ditentukan oleh segelintir orang itu kemudian diadopsi oleh generasi-generasi setelah mereka, meskipun alat transportasi sudah bisa menerbangkan orang ke bulan, dan keajaiban yang dibawa internet telah menumbangkan asumsi generasi lama tentang cara berkomunikasi dan berbagi informasi. Si pencipta normal sudah menjadi fosil, tetapi norma karangannya tetap abadi. Menyebalkan!

Kembali ke sedikit hal yang tidak kusukai, aku punya daftar pendek. Aku tidak suka pantai di siang hari bolong saat musim kemarau. Benar-benar benci karena tabir surya sebagus apa pun tidak bisa melindungi kulitku yang superputih. Aku dengan cepat akan bertransformasi menjadi Tuan Krab dari Bikini Bottom. Karena itu aku memilih menyingkir dari Bali yang menjual pemandangan pantai. Jakarta panas, tapi jenis panasnya bisa kutoleransi karena aku tidak menghabiskan banyak waktu di luar ruangan. Rumah, kantor, tempat nongkrong, dan mobilku semuanya punya pendingin udara. Di tempat itulah aku biasanya menghabiskan banyak waktu, jadi aku tidak punya keluhan tentang suhu udara di Jakarta.

Hal lain yang kuhindari adalah komitmen. Jangan salah, aku suka perempuan. Sangat suka. Tapi kecintaanku pada perempuan terbatas pada tubuh indah dan kemampuan mereka memberikan kepuasan yang kuinginkan. Aku tidak ingin terlibat secara personal dengan mereka.

Di luar tempat tidur, perempuan adalah pribadi rumit yang tidak ingin aku selami. Mereka adalah pengekang. Tidak usah jauh-jauh mencari contoh. Ibuku adalah alasan mengapa ayahku meninggalkan kecintaannya pada surfing karena merasa harus memberikan kehidupan layak pada istri bulenya yang rela berpindah domisili demi cinta. Menjadi seorang surfer dan pelatih surfing di tempat wisata bukan jalan ninja untuk menafkahi istri yang sudah terbiasa mendapatkan apa pun yang dia inginkan di negara asalnya karena memiliki orangtua yang kaya raya.

Contoh lain adalah teman-temanku. Sebelum mereka punya pasangan, merencanakan pertemuan sangat mudah. Kami semua bisa berkumpul setelah jam kerja, selarut apa pun itu. Setelah mereka punya pasangan, acara berkumpul harus mendapatkan persetujuan istri atau tunangan lebih dulu. Mereka sudah kehilangan kebebasan, walaupun tampak menikmati penjajahan itu. Atau pura-pura terlihat menikmati dan nyaman dengan hubungan itu karena tahu tidak mungkin melarikan diri dari komitmen yang sudah mereka sepakati.

Mungkin performa pasangan mereka di tempat tidur memang luar biasa, tapi seks sehebat apa pun tidak layak ditukar dengan kemerdekaan. Seks adalah seks, yang bisa dinikmati tanpa harus melibatkan perasaan. Semuanya berakhir setelah ritsleting dinaikkan dan pintu kamar hotel ditutup. Seharusnya cukup sampai di sana. Jangan sampai membiarkan perempuan memasuki kepala dan hati sehingga akhirnya mengganggu kinerja.

Satu hal lain yang juga kubenci adalah pemakaman. Sebisa mungkin, aku akan menghindari menghadiri pemakaman seseorang, kecuali kalau orang itu memang cukup dekat denganku, sehingga rasanya tidak pantas jika aku tidak ikut melepasnya.

Karma RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang