Tiga Puluh Dua

6.6K 895 101
                                        

RESEPSI pernikahan Tanto dan Renjana digelar sore hari, menjelang matahari terbenam. Tentu saja acaranya dihelat di tepi pantai, di atas pasir putih.

Aku yakin itu ide Renjana, karena orang seperti Tanto yang praktis tidak akan memiliki ide yang berhubungan dengan senja, debur ombak, matahari tenggelam yang menimbulkan efek kemerahan di langit yang akan tampak bagus dilihat dari lensa kamera. Laki-laki biasanya fokus pada inti acara, bukan detail.

Menurutku, momen yang paling Tanto nantikan sebagai laki-laki bucin adalah saat penghulu mengesahkan dia sebagai suami Renjana pada akad nikah yang telah dilaksanakan tadi pagi. Sisa perayaan selanjutnya adalah hal yang dia lakukan untuk menyenangkan hati Renjana.

Cinta adalah virus yang menakutkan karena bisa mengubah seorang laki-laki paling mandiri sekalipun menjadi tergantung dan terikat pada seorang perempuan. Mereka akan kehilangan kebebasan menentukan pilihan karena karus berkompromi. Syukurlah aku tidak akan pernah berada dalam posisi itu.

Tidak, tentu saja aku tidak menentang pilihan teman-temanku yang mantap melabuhkan diri mereka pada dermaga komitmen yang memiliki banyak syarat dan ketentuan berlaku, yang intinya adalah memenggal kemerdekaan mereka. Itu pilihan hidup mereka. Cara yang mereka tetapkan untuk menghabiskan sisa umur. Tapi kalau dilihat dari sudut pandangku, rasanya sayang. Sangat tidak layak menukar kebebasan dengan seorang perempuan. Mengapa harus satu kalau bisa banyak?

Banyak perempuan berarti banyak kesenangan karena dijalani tanpa komitmen. Tidak ada rengekan; tidak perlu kata-kata manis; tidak ada kewajiban untuk melaporkan jadwal; tidak ada hari peringatan untuk diingat. Perempuan terobsesi dengan peringatan dan tanggal. Melupakan hari ulang tahun dan peringatan hari jadi sudah cukup untuk memicu terjadinya perang dunia. Ya, benar. Terlibat dengan banyak perempuan secara fisik tidak akan mengundang keributan sebagaimana yang akan terjadi kalau menjalin hubungan eksklusif dengan seorang perempuan. Beda orang, beda karakter, dan beda gaya adalah jaminan untuk menghindari rutinitas dan kebosanan.

"Tanto kelihatan bahagia banget," kata Dyas yang duduk di dekatku.

"Ini hari pernikahannya," sambutku menguap bosan. "Hari yang dia tunggu-tunggu cukup lama. Tentu saja diaexited. Tantangannya baru datang beberapa bulan ke depan, saat istrinya mulai mengontrol hidupnya sampai dia sesak napas. Mungkin aja jatah oksigen dia pun diatur."

"Kenapa sih lo sulit banget ngasih respons positif saat bicara tentang komitmen? Perempuan itu partner, bukan penjajah."

"Karena seperti itulah perempuan kalau dikasih akses eksklusif untuk masuk dalam hidup kita. Mereka punya kecenderungan untuk mengatur. Sifat posesif itu ada dalam blue print DNA mereka."

"Itu stereotip, bro," Risyad ikut masuk dalam obrolan. "Nggak semua perempuan seperti itu. Gue nggak pernah merasa diatur sama Kiera. Dia nggak pernah minta gue melakukan ini-itu untuk dia. Kie juga mendengar dan menerima pendapat gue. Misalnya, waktu dia dapat proyek di Nduga, Papua. Dia nggak jadi ngambil proyek itu waktu gue bilang gue khawatir sama keselamatan dia karena berada di wilayah konflik bisa sangat berbahaya."

"Kadang-kadang merasa tolol banget karena nggak pernah belajar dari pengalaman," gerutu Dyas. "Seharusnya gue nggak melayani Rakha mengomongin perempuan dan komitmen karena gue toh udah tahu kalau pendapat dia beneran anti mainstream."

"Orang berubah." Risyad menoleh ke hamparan pasir putih, tepat di depan panggung kecil dan pendek yang buat untuk pelaminan Tanto dan Renjana. "Feeling gue sih, Faith akan mengubah pendapatnya tentang komitmen."

Makin ke sini, teman-temanku mulai mengadopsi caraku menyebut Faith. Mereka tidak lagi terus-terusan menyebut Faith dengan "istri lo". Mungkin juga karena mereka sudah berinteraksi langsung dengan Faith.

Karma RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang