Tiga

7.9K 1.4K 101
                                    

UNTUK PARA GRAMMAR NAZI YANG MENGINGINKAN KESEMPURNAAN DAN NGGAK MAU BACA NASKAH YANG ADA TYPO, INI BUKAN LAPAK YANG COCOK UNTUK KALIAN, JADI MENDING SKIP AJA DARIPADA SAKIT MATA DAN TANGAN GATAL PENGIN BENERIN. NASKAH YANG SAYA POSTING DI PLATFORM ADALAH NASKAH MENTAH YANG BELUM DIPEGANG EDITOR, JADI TYPO BIASANYA MASIH ADA. NGGAK USAH REPOT DIBENERIN KARENA UNTUK TERBIT, NASKAHNYA AKAN SAYA SUNTING ULANG SEBELUM DIKIRIM KE EDITOR UNTUK DISUNTING LAGI.

**

JENDERAL Rawikara adalah Jenderal bintang empat yang sudah lama pensiun, tapi namanya tetap melegenda di tanah air. Iya, dia memang tidak aktif lagi di dunia militer, tapi gurita bisnisnya membawa dirinya menjadi salah seorang yang diperhitungkan dalam dunia bisnis di tanah air. Pundi-pundi uangnya pasti bisa menghidupi salah satu negara kecil di Samudera Pasifik. Karena itulah aku dan Galih menjadikan Pak Jenderal sebagai sasaran calon investor. Pak Jenderal juga punya pengaruh besar dalam dunia politik di tanah air, yang artinya, dia punya kuasa dan kewenangan untuk menjaga uang yang ditanamkannya dalam bisnis kami. Perusahaan kami akan aman selama berada dalam lindungannya.

Jenderal Rawikara lebih karismatik saat kulihat langsung daripada hanya menatapnya dari layar televisi. Genggaman tangannya kuat. Dia tidak tampak seperti seseorang yang umurnya sudah memasuki paruh akhir tujuh puluhan. Aku akan percaya seandainya dia mengaku masih enam puluhan.

Warna putih yang menghiasi sebagian besar rambutnya tidak membuatnya terlihat rentan apalagi lemah. Dia pasti masih rutin berolahraga untuk bisa mempertahankan posturnya seperti ini. Ketegasan nadanya masih meninggalkan jejak militer yang kuat. Aku bisa membayangkan betapa menakutkan dirinya saat masih menjadi pemegang tongkat komando militer tertinggi di negara ini. Pak Jenderal jelas bisa bikin anak buahnya lumer hanya dengan satu tatapan.

"Saya selalu suka anak muda yang ambisius," kata Jenderal Rawikara setelah mendengar pemaparan Galih tentang bisnis kami. Air mukanya tidak menampilkan raut terkejut saat mendengar angka yang disebutkan Galih sebagai investasi yang kami inginkan. "Mengingatkan saya pada diri saya sendiri saat masih muda dulu. Sayang sekali semua cucu saya perempuan sehingga tidak ada lagi generasi yang akan menyandang nama keluarga saya setelah ayah-ayah mereka. Saya hanya bisa berharap mereka mendapatkan pendamping yang tertarik dan bisa menjalankan bisnis, bukan hanya menjadi parasit."

Seandainya yang bicara di depanku bukan Jenderal Rawikara, dan aku tidak harus menjaga sikap untuk menggapai uangnya, aku akan bercanda dan mengatakan jika dia tidak perlu khawatir dengan kelangsungan bisnisnya karena dia pasti sudah tidak ada di dunia ketika semua bisnis itu gulung tikar karena keteledoran cicitnya, sebab butuh beberapa generasi untuk menghabiskan semua hartanya yang segunung itu.

Tapi karena Jenderal Rawikara adalah harapanku untuk memperbesar usaha, di mana semua uang warisan yang kuterima dari mendiang kakek Nordikku kutanam, aku tidak mengeluarkan satu kata pun yang berpeluang membuat Jenderal Rawikara sebal. Aku akan bersikap sebaik dan sesopan mungkin padanya. Kalau dia butuh seseorang untuk menyikat dan mengelap sepatunya, tanpa berpikir dua kali, aku akan melakukannya. Iya, aku bersedia merendahkan diri seperti itu demi masa depan bisnisku yang gemilang.

Tidak seperti teman-temanku yang terjun dalam bisnis keluarga yang dibangun oleh kakek atau orangtua mereka, aku membangun bisnis sendiri dari awal, dengan tangan sendiri. Maksudku tidak benar-benar sendiri sih karena aku bahu- membahu bersama Galih. Dia yang bertanggung jawab menyiapkan platform dan aku mencari uang untuk membiayainya.

Tidak hanya warisan dari kakek yang kupertaruhkan dalam bisnis ini. Aku juga mengajak teman-temanku menanamkan saham. Kalau digabungkan, investasi Yudis, Risyad, Dyas, dan Tanto lumayan banyak di e-commerce yang aku dan Galih kelola. Tapi kami butuh lebih banyak dana segar seiring perkembangan usaha.

Karma RakhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang