06.Anger

838 45 3
                                    

Sial... Sial....

Revan mengumpat  berkali-kali dalam hatinya. Ia yang berniat mengambil minuman ke dapur untuk kedua sahabatnya malah harus berpapasan dengan Rasya yang tengah minum di dekat kulkas. Rasya juga nampak terkejut mendapati Revan kini sudah ada di belakangnya.

"H—hai, Bang Revan." ujar Rasya kentara sekali gugupnya. Rasya sudah berbalik badan dan kini keduanya berdiri berhadapan dengan Revan yang masih setia berdiri dengan wajah datarnya.

"Minggir!! gue mau ngambil minum!!" ucap Revan sembari mendorong bahu Rasya membuat Rasya menjauh dari kulkas. Rasya kini menghampiri mie yang tengah ia rebus karena memang Rasya merasa lapar dan saat tadi ingin ke ruang makan, ternyata malah ada teman-teman Revan yang sedang makan disana. Beruntungnya tak ada yang menyadari kehadiran Rasya dan Rasya pun segera pergi dari sana.

Revan yang tengah menuangkan jus jeruk ke dalam gelas diam-diam memperhatikan Rasya yang tengah memasak mie.

"Mau sampe kapan lo tinggal dirumah ini?" ucap Revan datar. Rasya berbalik menatap Revan setelah menuang mienya ke dalam mangkok.

"M— maksud abang?" lirih Rasya, Revan mendekati Rasya,mengikis jarak di antara mereka. Tatapan Revan begitu tajam saat ini, Rasya tahu Revan benar-benar membencinya hanya dari tatapannya.

"Lo tuh gak tau diri banget ya!! sadar diri dong lo siapa! gue selama ini diem karena gue ngehargain ibu. Tapi lo nya malah ngelunjak! harusnya dari awal lo tuh nolak waktu ibu nyuruh lo pindah kesini!" tegas Revan. Rasya menundukan wajahnya. Entah mengapa kedua mata Rasya mulai berkaca-kaca mendengar ucapan Revan.

"Maafin Rasya bang... tapi Rasya gak bisa pergi dari sini. Rasya sayang sama ibu, ibu juga sayang sama Rasya."

"Sialan!"

Bughh!!






Emosi Revan benar-benar tak bisa di kendalikan hingga ia memukul wajah Rasya dan anak itu jatuh tersungkur dengan sudut bibir yang terluka, dan Revan memang bisa leluasa melakukan apapun tanpa terdengar kedua sahabatnya karena kedua sahabatnya tengah berada di kamar Revan, di lantai dua tepatnya.

"Jangan mimpi anak pelakor kayak lo bisa dapetin kasih sayang ibu gue! dan jangan mimpi juga buat jadi adek gue sama bang Vian!! sampai kapanpun gue gak akan sudi punya adek anak pelakor dan juga pembunuh kayak lo!!" setelahnya, Revan mengambil nampan berisi tiga gelas jus jeruk yang memang merupakan tujuannya datang kesini lalu pergi begitu saja meninggalkan Rasya yang masih berada di atas lantai.

Rasya memeluk kedua lututnya dan menangis terisak Sakit sekali, rasanya setiap kata yang di ucapkan oleh Revan begitu menusuk hatinya. Rasya berdiri dengan susah payah. Bibirnya terdapat luka sobek akibat pukulan Revan yang tak main-main. Ia berjalan ke kamarnya melupakan mie yang sudah ia masak dan melupakan rasa laparnya. Perutnya memang terasa sakit namun hati Rasya jauh lebih terasa sakit saat ini.





                         ****

Rasya duduk sendiri di kursi taman yang ada di halaman rumahnya, langit malam ini begitu indah dan di penuhi bintang-bintang. Rasya sangat suka melihat bintang. Setidaknya keindahan langit malam ini sedikit bisa menghibur hatinya yang tengah sendu.

"Bunda, ayah, Rasya kangen." lirih Rasya sembari mendongakan kepala demi melihat bintang-bintang itu dengan jelas.

"Bunda, ayah, ajak Rasya juga. Rasya pengen ikut kalian." lirih Rasya di sertai air matanya.

Cukup lama, Rasya menangis dan berdiam diri disana sendirian sampai Rasya terkejut saat seseorang tiba-tiba datang dan duduk di sebelahnya.

"Lo, Rasya kan?" Rasya hanya mengangguk saja.

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang