25.Ending

1.1K 64 18
                                    

Beberapa hari setelah Rasya sadar, baik Devita, Revan maupun Vian bergantian menjaga Rasya di rumah sakit. Jika Devitq akan menjaga Rasya pada pagi hari sampai sore, maka Revan akan menjaga Rasya pada sore hari setelah ia pulang dari kampusnya dan Revan akan menginap di rumah sakit. Terkadang juga Vian ikut menjaga Rasya jika ia sedang tak terlalu sibuk dengan urusan kantornya. Seperti kali ini, Revan dan Vian tengah menjaga Rasya yang tengah tertidur setelah dokter Sandy memberinya obat, ventilator di mulut Rasya juga nampak sudah di lepas dan hanya menyisakan seutas nassal canula yang terpasang di bawah hidung Rasya, kondisi Rasya sendiri bisa di katakan mulai stabil meski belum bisa di katakan baik. Penyakit Rasya seolah membuat tubuh Rasya semakin melemah, dan penyakitnya semakin sering kambuh membuat Devita dan kedua kakak Rasya benar-benar tak tega melihat kondisi Rasya seperti ini. Rasya juga semakin sulit mengonsumsi makanan karena pasti akan berakhir di muntahkannya kembali membuat tubuhnya kian kurus hari demi hari.

Waktu menunjukan pukul 7 malam namun Revan yang nampak begitu kelelahan nampak tertidur meringkuk di atas sofa sementara Vian masih harus mengerjakan pekerjaan kantornya dengan laptop di pangkuannya sembari menjaga Rasya, tiba-tiba atensi Vian teralih pada ponselnya yang berdering dan dengan segera ia mengangkat panggilan itu.

"Halo, iya selamat malam."

".........."

"Tentu pak, saya akan segera kesana sekarang."

Vian menutup panggilannya dan membuang nafas kasar, berusaha mengatur rasa emosi dalam dadanya. Vian beralih menatap Revan yang tertidur di atas sofa, meski tak tega, ia tetap harus membangunkan Revan karena Vian harus segera pergi detik ini juga.

"Van, bangun!" Revan menggeliat sekilas lalu menguap lebar.

"Apa sih bang? gue ngantuk tau!" gerutu Revan yang kini sudah dalam posisi duduk.

"Abang mau pergi ke kantor polisi. Kamu jaga Rasya dulu ya selama abang pergi." mendengar itu, kedua mata Revan yang semula setengah terpejam lantas terbuka sempurna.

"Ngapain ke kantor polisi malem-malem begini, bang?"

"Polisi udah berhasil nemuin orang yang nabrak Rasya."

Revan terkejut bukan main mendengarnya, setelah berbulan-bulan lamanya, akhirnya kasus ini menemukan titik terang.

"Gue ikut bang. Gue pengen tau siapa orangnya yang berani celakain adek gue! biar gue hajar tuh orang!!" ujar Revan penuh emosi.

"Udah, kamu disini aja jaga Rasya. Kalau kamu ikut siapa nanti yang jaga Rasya?" Mendengar itu Revan akhirnya hanya bisa pasrah dan menurut.

"Ya udah abang pergi dulu ya."

"Iya bang, hati-hati. Kalau ada apa-apa hubungin Revan aja."

Vian mengangguk sekilas sebelum benar-benar pergi.













***

Vian kini tengah duduk berhadapan dengan pelaku yang telah menabrak Rasya dengan sengaja. Kedua matanya memerah tersirat emosi di dalamnya, jika saja polisi tadi tidak menenangkannya mungkin Vian sudah menghajar lelaki itu habis-habisan.

"Namanya Dimas pak Alvian. Kami telah mengintrogasinya dan dia bilang, dia memang sengaja mencelakai adik anda atas suruhan seseorang." ujar polisi itu, Vian nampak begitu terkejut mendengarnya.

"Siapa yang nyuruh lo brengsek!! lo tau!! gara-gara perbuatan lo, adek gue hampir kehilangan nyawanya!!" ujar Vian penuh emosi bahkan kini ia mencengkram kerah baju pria bernama Dimas itu.

"Pak Alvian, tenang pak! jangan membuat keributan disini!"

Salah seorang petugas polisi menarik tubuh Vian dan menjauhkan Vian dari si pelaku yang nampak menunduk takut itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang