19.Rasya's secret

731 66 8
                                    

Setelah mendapat telpon dari wali kelas Rasya tanpa banyak berpikir Revan langsung menancap gas mobilnya dan melajukannya menuju alamat yang di kirimkan Bu Sari. Ia panik dan bahkan belum sempat memberitahu ibu dan kakaknya perihal Rasya yang sempat hilang di hutan dan di temukan tak sadarkan diri.

Revan bahkan tak peduli walau ia masih lelah karena baru pulang kuliah, niatnya tadi ingin langsung merebahkan diri di ranjang empuknya malah harus mendapat kabar buruk tentang adik bungsunya. Pihak sekolah Rasya menelpon nomer rumah mereka dan tak ada satupun orang disana selain Revan dan Revan yang mengangkat panggilannya sehingga ia bahkan belum memberi kabar tentang Rasya pada ibu dan kakaknya.

3 jam lebih Revan lalui untuk pergi ke Puncak. Ia mengemudikan mobil dengan kecepatan tertinggi karena ingin cepat menemui adiknya, sesampainya disana ia langsung menanyakan adik bungsunya pada guru Rasya dan segera membawa adiknya pulang tanpa membuang banyak waktu, apalagi melihat betapa nampak lemas tubuh Rasya dan juga wajah Rasya yang begitu pucat membuatnya benar-benar kalut.

Di dalam mobil Revan bisa melihat raut pucat Rasya. Adiknya itu hanya menyandar lemah ke jok mobil yang sudah Revan atur senyaman mungkin untuk Rasya dan memejamkan kedua matanya. Rasya juga tak mengeluarkan suara sejak tadi membuat suasana begitu hening dan canggung.

"Rasya." panggil Revan lembut membuat Rasya menoleh pada kakaknya yang tengah menyetir.

"Abang denger katanya lo ketinggalan sama kelompok lo karena lo pingsan dan gak ada yang tau, apa itu bener?" ujar Revan berusaha selembut mungkin, Rasya hanya mengangguk saja.

"Lo lagi sakit Sya, kenapa gak pernah bilang sama abang? atau paling gak sama ibu atau bang Vian? kalo sakit ngapain maksa ikut camping?" Rasya membuang nafas lelah. Ia sedang malas berbicara saat ini karena sejujurnya tubuhnya masih sangat lemas sekali.

"Maaf bang.." lirih Rasya

"Jangan minta maaf Sya! gue cuma khawatir sama lo, untung lo cepet di temuin, kalo nggak gimana coba?"

"iya bang.."

"Sya, nanti periksa ke dokter ya, waktu di Bandung juga lo sempet di rawat kan? dan gue ngerasa lo itu berubah, Sya."

"Berubah gimana sih bang?"

"Lo selalu nolak makan, liat badan lo makin kurus! padahal pertama dateng kesini badan lo agak berisi dan gak sekurus ini. Lo juga pernah bilang punya asam lambung, kalo punya asam lambung harusnya jangan telat makan mulu, sayangi juga badan lo." Rasya membuang nafas panjang, sebenarnya nasehat Revan tidak salah, hanya saja Rasya memang kehilangan nafsu makannya akhir-akhir ini Rasya juga malas jika harus kembali memuntahkan makanannya di toilet.

"Iya bang."

"Nanti kalo udah sampai Jakarta ikut gue periksa ya?"

"Gak mau bang!"

"Rasya please.."

"Gak mau bang Revan! Rasya capek bang, pengen pulang aja, gak mau kemana-mana lagi, lagian abang kok aneh sih? dulu abang gak kayak gini, kenapa tiba-tiba abang perhatian banget sama aku padahal dulu abang benci kan sama aku?" ucapan Rasya agaknya membuat Revan terdiam dan tak habis pikir, dan Rasya juga mengucapkan tanpa bisa ia cegah,entahlah moodnya benar-benar memburuk dan ia malah meluapkannya pada Revan.

"Iya Rasya. Gue tau gue salah. Gue sadar gue dulu keterlaluan banget sama lo. Tapi apa salah kalo gue pengen berubah? gue pengen belajar menerima kehadiran lo, gue pengen jadi abang yang baik buat lo."

Rasya memejamkan kedua matanya, menarik nafas dalam. Ia merasa bersalah pada Revan.

"Iya bang.. maafin Rasya bang." lirih Rasya

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang