21.Promise

657 51 13
                                    

Sudah tiga hari semenjak Rasya di larikan ke rumah sakit ini dan besok adalah jadwal kemotherapi pertamanya. Pada akhirnya rahasia yang selama ini Rasya simpan rapat kini telah di ketahui oleh ibu dan kedua kakaknya. Rasya pada awalnya menolak untuk melakukan kemotherapi, Rasya hanya takut dengan rasa sakit yang nanti akan ia rasakan namun Devita dan kedua kakaknya meyakinkan Rasya bahwa mereka tak akan membiarkan Rasya melewati semua ini sendirian dan mereka terus membujuk Rasya hingga pada akhirnya Rasya menurut dan mau melakukan kemotherapi itu.

Kini hanya ada Revan yang menemani Rasya. Vian harus kembali ke kantornya setelah kemarin sempat menginap di rumah sakit dan menjaga Rasya karena Vian tentu tak bisa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang pimpinan, sementara Devita pulang ke rumah sebentar karena Revan yang memaksa ibunya pulang. Ia hanya tak ingin Devita terlalu kelelahan dan Revan ingin Devita bisa istirahat sebentar dengan nyaman di rumah.

Rasya yang bosan terus di kamar rawatnya meminta Revan mengajaknya keluar sekedar berjalan-jalan di taman rumah sakit, tentu Revan tak langsung mengabulkan keinginan Rasya, Revan harus meminta izin terlebih dahulu pada Sandy dan setelah Sandy mengizinkan baru Revan bisa membawa Rasya keluar ruangannya.

"Sya, pake kursi roda ya?"

"Gak mau bang. Rasya jalan aja, lagian Rasya masih punya kaki dan kaki Rasya masih bisa di pake jalan."

Revan membuang nafas panjang. Ia hanya tak ingin Rasya kelelahan makanya meminta Rasya memakai kursi roda tapi dasarnya Rasya itu keras kepala, Revan juga hanya bisa menuruti saja kemauan adiknya.

"Ya udah, ayo coba jalan!" ucap Revan seakan tengah menantang Rasya. Rasya mencoba berjalan beberapa langkah namun tubuhnya hampir saja limbung jika Revan tak memeganginya.

"Tuh kan! jalan aja masih lemes, bandel banget sih!"

"Ya udah, dari pada pake kursi roda mending abang gendong aku aja."

"Hah?"

"Gendong Rasya bang." rengek Rasya, Revan yang mendengar rengekan adiknya hanya bisa pasrah saja dan menggendong tubuh Rasya di punggungnya sementara Rasya memegangi dan mendorong tiang infusnya, mereka berjalan pelan karena takut menyenggol infusan Rasya.

"Lo berat juga ternyata, Sya."

"Rasya kurus gini kok, bang Revan aja yang cemen."

"Apa? cemen? ohh, ngatain abang nih. Ya udah abang turunin nih, biar lo jalan sendiri aja ke tamannya." ucap Revan yang hanya sebuah candaan

"Jangan bang! maaf, maaf, aku kan cuma bercanda."

Diam-diam Revan tersenyum, senang sekali dia mengerjai Rasya. Sesampainya di taman, Revan mendudukan Rasya di atas kursi taman dengan hati-hati,vmemastikan infus Rasya tak bergeser posisinya, Revan pun mengambil duduk di samping Rasya. Beberapa menit yang Rasya lakukan hanya memejamkan kedua matanya sebentar sembari menghirup udara yang terasa segar disana.

"Bang, abang kenapa bolos kuliah terus sih?" ucap Rasya, sebenarnya Rasya merasa bersalah pada Revan karena semenjak ia di rumah sakit Revan selalu menemaninya setiap hari bahkan melupakan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa.

Revan menatap kedua mata bulat Rasya yang nampak berbinar lalu tersenyum dan mengusap lembut kepala Rasya.

"Sya, lo inget gak? gue pernah bilang gue bakal mencoba jadi abang yang baik buat lo? nah, ini salah satu contohnya. Gue mau selalu nemenin adek gue. Gue mau jadi abang yang selalu ada buat lo. Gue gak peduli apapun Sya, yang penting saat ini itu adek gue."

Rasya yang mendengar ucapan Revan merasa hatinya begitu menghangat. Setulus itu Revan padanya dan Rasya benar-benar merasa betuntung di kelilingi orang-orang yang begitu menyayanginya.

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang