23.Stay alive

699 51 4
                                    

Mario dan Gita masih setia menunggu dokter yang tengah menangani Rasya keluar. Sudah satu jam namun pintu ruang UGD itu masih saja tertutup. Gita masih menangis sesenggukan sejak tadi, sementara Mario hanya menyandarkan punggungnya dengan lemah di dinding rumah sakit. Penampilan Mario sendiri begitu kacau namun Mario mengabaikannya. Ia hanya ingin memastikan dulu bahwa keadaan Rasya baik-baik saja.

Tiba-tiba pintu ruang UGD itu terbuka. Gita yang pertama kali melihat dokter yang keluar dari ruangan itu nampak begitu terkejut saat yang ia lihat dokter yang keluar dari ruangan Rasya adalah Sandy kakaknya.

"Kak Sandy?"

"Loh Gita, kok disini?" Mario sendiri hanya terdiam, ia masih bingung dengan keadaan yang terjadi.

"Aku mau liat temen aku yang tadi kecelakaan."

"Temen kamu? Rasya maksudnya?" Gita sedikit terkejut kakaknya mengenal Rasya dan yang membuatnya tak mengerti mengapa harus kakaknya yang menangani Rasya, pasalnya setahu Gita, Sandy adalah dokter spesialis kanker.

"Gita... lo kenal dokter ini?" Gita seketika menoleh, rasa terkejutnya karena mendapati kakaknya yang menangani Rasya membuat Gita melupakan kehadiran Mario disana.

"Dia kakak aku gue, dokter Sandy, dan dia adalah dokter spesialis kanker."
ucap Gita, Mario nampak tak terlalu terkejut karena ia sendiri sudah tahu penyakit Rasya. Berbeda dengan Gita yang masih penasaran mengapa kakaknya yang malah merawat Rasya dan bukan dokter yang lain.

"Gimana keadaan Rasya, kak?" ucap Gita mengenyahkan sejenak berbagai pertanyaan dalam kepalanya, saat ini ia hanya ingin mengetahui keadaan Rasya.

"Apa ada keluarganya Rasya yang datang Git? kakak harus bicara soal kondisinya Rasya."

"Abangnya Rasya lagi di jalan kesini kak. Emang gak bisa ya kakak kasih tau aku juga?"

"Gak bisa Git. Ini masalah serius, kakak harus kasih tau keluarganya."

Mendengar itu Gita hanya bisa mengusap wajahnya kasar dan airmata kembali mengalir di pipinya begitu saja.














                          ****

Revan berlari tak tentu arah di koridor rumah sakit, bahkan ia meninggalkan kedua sahabatnya yang menemaninya jauh di belakang. Revan hanya ingin cepat-cepat melihat sendiri kondisi Rasya. Perasaannya begitu kacau saat mendengar bahwa adiknya kecelakaan, kini Revan sudah ada di depan ruang UGD, ia bisa melihat Mario dan Gita yang juga ada disana juga seorang dokter yang sangat ia kenali, dokter Sandy.

"Bang Revan." lirih Mario.

"Mario gimana keadaan Rasya? kenapa Rasya bisa kecelakaan, Yo?" ucap Revan terdengar begitu frustasi. Mario hanya menggeleng lemah, lidahnya terlalu kelu untuk menjelaskan kejadian mengenaskan yang terjadi pada Rasya hari ini.

"Dokter Sandy, gimana keadaan Rasya?"

"Ada hal yang perlu saya bicarakan Revan. Apa ibu kamu juga datang? saya perlu membicarakannya dengan ibu kamu juga."

"Ibu saya lagi di jalan, bentar lagi ibu saya akan datang."

Setelah sekitar dua puluh menit mengatakan itu. Devita datang bersama Vian yang menjemput Devita ke butiknya untuk ke rumah sakit bersama. Lorong rumah sakit tepat di depan ruang UGD itu sudah nampak ramai. Devita berjalan cepat menghampiri Revan yang terduduk lemas di kursi tunggu yang ada di depan ruang UGD. Mario sendiri sudah pulang di antar oleh Shaka dan Nathan. Revan tak tega melihat penampilan sahabat adiknya itu yang begitu kacau jadi Revan memaksa Mario untuk pulang dan beristirahat di rumah karena Revan tahu, Mario juga pasti merasa begitu shock karena ia sendiri yang melihat kecelakaan itu di depan matanya dan ia sendiri yang menolong Rasya yang keadaannya benar-benar mengenaskan. Gita sendiri lebih memilih tetap setia berada disana sembari menunggu keluarga Rasya yang lain datang.

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang