22.Accident

707 56 13
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Rasya duduk di halte dekat sekolahnya untuk menunggu Revan yang rencananya hari ini akan menjemputnya, Rasya hanya bisa menyender lemas di sandaran kursi halte, tubuhnya benar-benar terasa lemas. Rasya sadar, semakin hari tubuhnya akan semakin melemah meski Rasya hanya melakukan aktivitas ringan sekalipun.

"Sya, abang lo belum jemput?" itu suara Gita yang tiba-tiba duduk di samping Rasya, Gita juga sedang menunggu jemputan supirnya.

"Belum Git, masih kuliah mungkin." balas Rasya, Gita menatap sekilas wajah Rasya yang nampak begitu pucat, keringat juga nampak membasahi rambut Rasya.

"Sya.. lo gak papa?" tanya Gita cemas, Rasya menggeleng sembari tersenyum.

"Gak papa, Git."

Tak lama obrolan mereka terhenti karena sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka, itu adalah mobil yang di kendarai oleh supir Gita.

"Git, supir kamu udah dateng."

"Gak papa. Gue mau nemenin lo sampai abang lo dateng aja, Sya."

"Gak papa. Kamu duluan aja! abang aku kayaknya lagi di jalan, gak lama lagi pasti nyampe." ucap Rasya, Gita akhirnya menuruti saja permintaan Rasya dan pulang duluan meninggalkan Rasya yang masih setia menunggu Revan. Sekitar lima belas menit setelah Gita pergi, mobil Revan sampai disana, Rasya tersenyum saat melihat kehadiran kakaknya dan langsung memasuki mobil dan duduk di samping Revan.

"Maaf ya, abang jemputnya telat."

"Gak papa kok bang."

"Mau langsung pulang?"

"Eumm, bang. Rasya lagi pengen makan eskrim, boleh mampir dulu gak beli eskrim?" mendengar itu, Revan lantas tersenyum dan mengacak surai Rasya.

"Iya ayo kita beli eskrim dulu! abang yang traktir, tapi nanti abang aja yang beli eskrimnya, lo tunggu di mobil aja!"

"Loh, emang kenapa?"

"Gue gak mau lo kecapean. Liat tuh muka lo udah pucat banget." Mendengar itu, Rasya hanya bisa menghela nafas pasrah. Belakangan ini Revan semakin overprotektif padanya. Tapi tak apa, Rasya senang dengan perhatian yang Revan berikan padanya.

"Iya bang. Rasya mau rasa coklat ya."

"Iya abang tau kok kesukaan lo."

Lagi-lagi bibir Rasya terangkat membentuk sebuah senyuman. Revan lalu melajukan mobilnya menuju sebuah kedai eskrim langganan mereka. Ia turun untuk membeli eksrim sementara Rasya hanya menunggu di dalam mobil sembari memainkan game di ponselnya, tak lama Revan kembali dengan dua cup eskrim untuknya dan juga untuk Rasya.

"Nih Sya! habisin ya!"

Rasya menerima eskrim pemberian Revan dengan antusias lalu mulai memakan eskrimnya dengan kedua mata bulatnya yang berbinar. Revan yang melihatnya terkekeh melihat Rasya yang sudah serupa bocah lima tahun saat sedang makan eskrim. Revan pun juga mulai memakan eskrimnya, setelah eskrim mereka habis, Revan mulai menjalankan mobilnya untuk pulang.

"Sya, beberapa minggu lagi lo ulang tahun. Lo mau kado apa dari abang?" Rasya terdiam sejenak. Ia bahkan melupakan hari lahirnya sendiri.

"Eumm, Rasya gak mau minta apa-apa bang. Dengan bang Revan, bang Vian sama ibu yang ada di samping Rasya sama menyayangi Rasya, itu aja juga cukup kok buat Rasya."

Revan tertegun mendengar ucapan adiknya. Hati Rasya begitu tulus, ia jadi menyesal mengapa dulu ia begitu tega menolak kehadiran Rasya.

"Sya, abang Revan, ibu sama bang Vian kemaren sempet ngobrolin ini, kita pengen rayain ulang tahun lo dengan berlibur ke villanya ayah yang ada di Bandung. Lagian kan beberapa minggu lagi lo juga liburan semester kan Sya? udah gitu, kita kan belum pernah liburan bareng. Menurut lo gimana? lo mau nggak?"

Tentang RasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang