Pagi itu seperti biasa Devita dan putra-putranya makan bersama sebelum memulai aktivitas mereka.
"Rasya kemana, dia belum bangun? bukannya hari ini dia udah masuk sekolah lagi?" tanya Devita di tujukan pada kedua putranya. Revan hanya terdiam, kejadian kemarin saat Rasya membentaknya benar-benar membuat moodnya berantakan. Revan tak tahu apa kesalahannya sampai Rasya membentaknya. Apa ini juga yang di rasakan Rasya saat Revan selalu berteriak melempar kalimat hinaan dan selalu berkata kasar padanya, apa Rasya juga merasakan sakit hati seperti Revan saat ini,bahkan yang Rasya lakukan tak seburuk yang Revan lakukan pada Rasya.
"Kayaknya Rasya udah berangkat sekolah deh, bu. Tadi Vian ke kamarnya dan Rasya udah gak ada di kamarnya." balas Vian, Devita hanya bisa menghela nafas kasar kemudian perhatiannya teralihkan pada anak tengahnya yang kini nampak murung dan hanya mengaduk-aduk makanan tanpa minat.
"Kamu kenapa Revan? kamu sakit nak? kok gak di makan?"
merasa di panggil, Revan mengangkat wajahnya dan hanya tersenyum pada sang ibu.
"Gak papa Bu. Hm.. Revan pergi dulu ya, bu. Revan ada kelas pagi, takut kesiangan." ucapnya lalu tanpa menunggu jawaban, Revan mencium tangan ibunya lalu tak lupa juga mencium tangan kakaknya, meninggalkan rumahnya lalu mulai menjalankan mobilnya menjauh dari rumah sedangkan Devita dan Vian masih terheran dengan kelakuan Revan yang menurut mereka agak aneh itu.
"Revan kenapa sih bang, kok aneh gitu?"
"Kayaknya Revan ribut sama Rasya deh, bu. Soalnya kemarin Vian gak sengaja denger Rasya teriakin Revan, tapi gak tau kenapa, Revan gak mau cerita sama Vian."
Devita lagi-lagi menghela nafas panjang, lelah? tentu saja, bukankah Revan sudah mulai menyayangi Rasya dan menerima Rasya jadi adiknya, namun mengapa mereka harus ribut lagi, begitu pikir Devita.
"Kenapa lagi adek-adek kamu itu, Vi."
****
Rasya kembali lagi ke sekolah setelah menjalani hukuman skorsnya. Meski ia terbukti tak bersalah dan namanya sudah bersih tapi hukuman itu sudah terlanjur di jatuhkan pada Rasya dan terlanjur harus Rasya jalani, tapi tak apa, setidaknya Rasya terbukti tak bersalah, itu sudah lebih dari cukup baginya.
Rasya mendudukan diri di bangkunya, masih terlalu pagi dan kelas masih nampak kosong. Rasya lebih memilih memakan sebungkus roti yang sempat ia beli di kantin sebelum ke kelas. Ia memang sengaja tak sarapan di rumah karena menghindari Revan. Entahlah, Rasya masih tak enak sudah membentak Revan kemarin dan ia juga bingung bagaimana harus meminta maaf pada kakaknya yang satu itu.
Rasya meneguk air mineralnya lalu meminum obatnya, setelahnya ia berjalan ke dekat tempat sampah membuang bekas makanannya lalu kembali duduk di kelas dan mengotak atik ponselnya yang belakangan ini jarang ia sentuh. Ada puluhan chat disana yang kebanyakan dari chat grup kelas dan grup sekolah, juga dari Nando yang begitu cerewet juga beberapa kali menelpon Rasya namun memang tak sempat Rasya angkat karena ponselnya ia pasang mode silence..
Rasya memutuskan menelpon sahabatnya itu, jika tidak, mungkin Nando tak akan berhenti mengirim pesan padanya dan menelponnya nanti.
"RASYA!!"
Rasya langsung menjauhkan ponselnya saat mendengar suara teriakan Nando di sebrang telpon.
"Gak usah teriak-teriak Ernando Wijaya! aku gak budeg!"
"Kamu kemana aja sih? di chat gak di bales di telpon gak di angkat!!gimana.. kamu udah ketemu dokter temennya om Reza itu? terus gimana? kamu mau kemotherapi kan? kalo kamu gak mau sama dokter itu, kamu bisa sama om Reza aja kemonya, ah, kalau masalahnya biaya kamu tenang aja, mama sama papa aku mau kok biayain kemo kamu." cerocos Nando tanpa jeda yang membuat telinga Rasya terasa panas rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasya
FanfictionApa definisi bahagia? dan bagaimana caranya? rasanya Rasya ingin sekali merasakannya, jalan ceritanya begitu rumit dan seakan badai besar datang tiada henti dalam hidup Rasya. Ini tentang Rasya.. Tentang Rasya putra Adinata, seorang anak berusia 16...