Rasya tak mengerti apa yang terjadi pada tubuhnya. Pagi ini saat ia terbangun perutnya mual luar biasa dan terasa begitu melilit bagai ada yang meremat kuat perutnya begitu kencang.
Rasya niatnya ingin mandi, tapi rasa mual yang mendera begitu menyiksanya hingga ia harus terduduk lemas di depan kloset mengeluarkan sisa-sisa makanannya.
"Rasya! kamu udah mandi belum nak? sarapan dulu yuk!!"
Rasya bisa mendengar teriakan Devita dari luar kamarnya. Ingin menjawab tapi rasa mual kembali menguasainya, bahkan Rasya sampai menangis, perutnya sakit sekali.
"Ibu tunggu di meja makan ya nak!" Teriak Devita dan setelahnya Rasya tak mendengar lagi suara Devita mungkin Devita sudah pergi. Ketika di rasa mualnya sudah mereda Rasya langsung ke tujuan awalnya yaitu mandi. Rasya harus ke sekolah meski sekujur badannya terasa tak enak saat ini karena akan ada ulangan matematika hari ini.
****
Setelah rapi dengan seragamnya, Rasya pergi ke ruang makan yang hanya berisi Devita dan Revan. Vian masih ada di Bandung dan mungkin pulang besok.
Selalu seperti itu, Rasya selalu mendapatkan tatapan tak mengenakan saat berada di dekat Revan, sepertinya abangnya yang kedua itu memang menaruh dendam kesumat pada Rasya.
Rasya memilih duduk di samping Devita dari pada duduk di samping Revan yang hanya akan mengusirnya jika ia duduk di dekatnya.
"Rasya, kok muka kamu pucat banget nak?" ucap Devita saat mendapati wajah bungsunya yang tak secerah biasanya.
"Emang iya, bu? mungkin karena kecapean kemarin kan habis dari Bandung terus Rasya pulangnya kemaleman." balas Rasya seadanya.
"Ya udah kamu makan dulu ya abis itu nanti ibu kasih vitamin."
"Iya bu.."
Menu hari ini adalah omelette, tumis sosis dan sayur bayam. Sebenarnya makanan yang tersaji di hadapannya cukup menggugah selera Rasya, hanya saja Rasya memang masih mual dan jika di paksa makan Rasya takut akan kembali muntah.
"Kok gak di makan sayang?" tanya Devita dengan nada lembutnya.
"Perut Rasya gak enak bu, asam lambung Rasya kambuh mungkin. Rasya minum susu aja ya, bu." Devita hanya bisa menatap sendu bungsunya itu sementara Revan hanya bisa memutar bola matanya malas. Baginya Rasya itu terlalu cari perhatian pada Devita.
"Bu.. bang Revan, Rasya berangkat duluan ya."
Rasya menyambar ranselnya dan mencium tangan Devita. Devita mengusap surai Rasya sekilas sebelum anak itu benar-benar pergi.
"Rasya kenapa ya, Van? kok akhir-akhir ini kayaknya nafsu makannya berkurang." ucap Devita
"Nggak tau tuh! males kali makan sama Revan. Anak itu kan emang gak pernah suka sama Revan." balas Revan dengan wajah datarnya
"Ya, makanya kamu jangan judes dong sama adeknya. Jadinya Rasya takut sama kamu."
"Dianya aja yang nyebelin."
****
Rasya tak mengerti apa yang salah dari tubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa lemas hari ini, perutnya masih terasa mual dan melilit. Saat pelajaran matematika telah berakhir dan bel istirahat tiba Rasya terpaksa harus pergi ke kamar mandi demi menuntasakan rasa mualnya.
Rasya muntah di depan westafel kamar mandi bahkan ia hanya bisa memuntahkan air karena pagi tadi Rasya memang tak sarapan apapun dan hanya minum susu buatan Devita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasya
FanfictionApa definisi bahagia? dan bagaimana caranya? rasanya Rasya ingin sekali merasakannya, jalan ceritanya begitu rumit dan seakan badai besar datang tiada henti dalam hidup Rasya. Ini tentang Rasya.. Tentang Rasya putra Adinata, seorang anak berusia 16...