5. Aku, Kamu, dan Surat Kecil

21 2 0
                                    



🧸🧸🧸

Seperti biasanya, Galan, Ajil, dan Athan selalu main ke rumah Kairo setelah pulang sekolah. Mereka juga kadang menginap di rumah Kairo. Mungkin terdengar mengganggu, tetapi dari lubuk hati Kairo yang paling dalam, ia senang teman-temannya selalu menyempatkan waktu mereka untuk datang ke rumahnya yang selalu sepi.

Bundanya Kairo pun nggak pernah merasa keberatan. Beliau bahkan sudah menganggap Ajil, Athan, juga Galan adalah anaknya sendiri. Bunda bersyukur anaknya punya teman yang baik.

Seperti saat ini, setelah pulang sekolah, mereka langsung sepedaan keliling komplek perumahan Kairo yang gedenya nggak main-main. Gimana nggak capek?

Bunda geleng-geleng melihat anak-anaknya yang sudah basah kuyup oleh keringat sedang memarkirkan sepeda mereka di garasi.

"Yaampun, masih pake seragam loh. Aduh baunyaaa, sana kalian semua mandi," omel bunda.

Ajil tertawa. "Salim dulu dong bun."

"Ih enggak ah kalian masih bau kecut."

"Salim donggg bunda."

Bunda berdecak, lantas memukul pundak Ajil pelan. "Kamu ini, sana-sana mandi. Udah bunda siapin makan."

Galan reflek memegangi perutnya yang bunyi. Tadi ia sudah mengajak mereka untuk berhenti sebentar di warteg depan komplek, beli es dan gorengan. Tapi yang lain nggak mau karena alasan bentar lagi udah mau maghrib.

"Waww makan sama apa bun?" tanya Athan antusias.

Bunda pura-pura berpikir. "Apa yaaa? Bunda nggak mau kasih tau dulu sih. Makanya sana mandi, biar nanti kalian bisa nyaman waktu makan."

Yang lain mengangguk, ngacir ke lantai atas untuk mandi. Bunda melanjutkan masaknya yang sebenarnya masih belum selesai di dapur.

"Bun."

Bunda menengok, heran anak semata wayangnya malah berdiri di belakangnya. "Kenapa, Bang?"

Abang. Dari dulu Kairo memang suka sekali dipanggil abang. Impiannya dari kecil adalah memiliki adik perempuan, tetapi nyatanya kenyataan pahit menimpa keluarganya yang membuat Kairo harus mengubur impian itu dalam-dalam.

"Maafin Kairo, Bun."

🧸🧸🧸


Keadaan di meja makan malam ini sangat ramai. Bunda yang sedang mengambilkan nasi, juga Ajil, Galan, Athan, dan Kairo yang sudah duduk rapi menunggu Bunda mengambilkan nasi untuk mereka. Malam ini Bunda memasak cumi asam manis, capcay, sayur lodeh, ayam kecap, dan juga nasi uduk. Bunda memang sengaja memasak banyak sesuai kesukaan anak-anak.

"Bunda kok bisa sih masak sebanyak ini?? Nggak capek apa," takjub Ajil pada makanan yang sudah tertata rapi di atas meja makan.

"Heem. Bunda kan memang suka masak," kata Bunda setelah meletakkan piring Ajil yang sudah terisi nasi.

"Bunda, makasih ya. Kenapa harus repot-repot masakin makanan kesukaan kita? Padahal kita pasti suka apapun masakan Bunda," Athan nggak enak hati. Tau gitu waktu ditanyain makanan kesukaan dia apa, seharusnya Athan jawab tempe tahu bacem saja, bukan malah menjawab cumi asam manis. Gini kan Bunda jadi repot-repot memasaknya.

Bunda terkekeh, lalu duduk di kursinya setelah keempat piring anaknya sudah terisi nasi. "Kalian tuh, bunda nggak pernah merasa direpotkan. Bunda senang bisa masak banyak buat kalian. Nah sekaraaang, selamat makaaan!"

Galan memukul punggung Athan. "Halah, sok-sokan merasa nggak enak. Gitu lo kemarin yang bilang kalau pengen request minta dimasakin ayam tumis sama Bunda," ejeknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KAIROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang