Malapetaka

2.4K 144 10
                                    

Suara ketukan pintu membuat Resdian terbangun dari baringan nyamannya. Ia berjalan dengan muka cemberut khas miliknya.

Ia sudah tahu siapa yang beritikad untuk menampakkan diri, setelah melihat, orang yang mengetuk pintu sesuai dugaan, ia pun berbalik badan dan kembali berjalan menghempaskan diri ke kasur yang menjadi kesayangan dirinya tanpa henti.

A mengunci pintu seketika ia memasuki ruangan yang disebut kamar tersebut.

Tanpa pikir panjang, ia pun ikut merebahkan dirinya bersebelahan dengan Resdian berada. Resdian tidak keberatan dengan hal itu, yang lebih tepatnya, ia tidak peduli.

Ia hanya fokus memejamkan mata, berusaha untuk menidurkan dirinya di suasana yang baru untuk tubuh nya itu.

Hening, hanya satu kata yang bisa mendeskripsikan suasana yang terjadi di kamar kali ini.

Tidak ada yang memulai pembicaraan, semuanya fokus akan pikiran mereka masing-masing, bukan hanya fokus akan pikiran mereka, tetapi mereka juga canggung akan suasana yang di hadapi oleh mereka sekarang.

Resdian menghela nafas, ia kembali membuka matanya, ia terkejut melihat pandangan pertama yang ia lihat. Di mana A nampak mendekatkan wajah miliknya tepat didepan wajah Resdian, hingga bisa saja bibir mereka bersentuhan jikalau A mencondongkan tubuhnya lebih dalam.

"Bajingan." Satu kata seketika keluar dengan sempurna di bibir merah alami yang memanjakan mata.

Bukannya merasa bersalah atau apapun akan kelakuan nya, A malah tersenyum lebar memandang hal lucu yang baru ia saksikan.

Wajah terkejut Resdian terkesan lucu untuknya. Kenapa tidak? Resdian memejamkan matanya seketika ia terkejut. Hal tersebut sudah jelas, sangat lucu di pandangannya.

Dengan muka marah nya, Resdian memandang tajam A yang ikut memandangi Resdian bingung, "Kau bajingan." Pelan Resdian.

Setelah mengatakan hal tersebut, Resdian mengerutkan keningnya bingung melihat bibir A yang terlihat habis akan gigitan.

"Kau melakukan sesuatu?," tanya Resdian memandang netra hazel milik sang adik.

A menggelengkan kepalanya, "Aku menggigit nya." Lanjut A.

Resdian tidak habis pikir mendengar jawaban polos yang di hadiahi untuknya. "Kau bodoh atau apa?," cerca Resdian. Jari telunjuk milik Resdian bahkan sudah bersentuhan dengan bibir milik A, sekarang.

"Jangan memiliki kebiasaan konyol seperti itu." Seru Resdian. Walaupun ia terkadang berperilaku layaknya orang yang buruk tetapi ada kalanya ia bertingkah layaknya kakak yang memberikan sepucuk kasih sayang kepada adiknya.

A mengangguk, "Aku melakukan nya karena kakak." Ungkap A.

"Karena ku?," ragu Resdian.

"Ya," lanjut A.

"Sepertinya aku perlu memanggil Dokter untuk memeriksa otakmu." Cerca Resdian, "Jangan melakukan hal konyol lagi." Ujar Resdian kembali. Ia sempat menepuk pelan kepala A dan beralih merebahkan tubuhnya.

A mematung ketika ia mendapatkan respon seperti itu, ia sempat menyeringai kecil.

"Kakak mengkhawatirkan ku?,"

"Kakak khawatir sama aku?,"

Hujam A dengan pertanyaan yang sama.

Resdian yang mendengar itu, mengangkat alis kiri miliknya.

Dengan tampang gembira, A serentak memeluk tubuh hangat yang ia nantikan. Merasakan setiap sensasi yang ia rindukan.

Tidak ada penolakan yang jelas di pelukan hangat tersebut. Resdian hanya santai sembari menepuk pelan punggung gagah milik adiknya.

Sembari tersenyum singkat, A beralih meraih laci kecil yang terhubung dengan kasur. Laci tersebut sungguh kecil, yang di mana, hanya akan muat sebuah suntikan didalamnya. Dan jangan lupa, bahwasanya lampu yang menerangi semakin samar.

Selamat makan!

---


with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang