"Tuan, apakah Anda serius mengeluarkan Tuan A dari tabung?," sopan Fredrin. Ia berusaha untuk tidak menyinggung Tuan nya dengan sebuah pertanyaan.
Resdian mengangguk mantap. Ia seketika menatap Fredrin, "Ya, ia tidak perlu terlalu lama di sana." Sesudah mengucapkan hal itu, Resdian pun mengalihkan pandangan nya menuju lembaran lembaran yang selalu saja menghantui diri nya tanpa henti.
Dengan penuh tekad Resdian bergumam bahwa ia harus segera menyelesaikan semua lembaran sialan ini.
"Pergilah, kau perlu melakukan suatu hal." Ucap Resdian sembari menulis di beberapa laporan dan lembaran.
Fredrin mengangguk mengerti dan berpamitan pergi.
---
Di sebuah ruangan yang minim cahaya, dua insan sedang beradu pandangan. Seakan akan memiliki permusuhan mendalam.
"Hei, bocah. Jangan memandangi ku seperti itu. Jika bukan karena kakak mu, aku tak akan berada di sini." Oceh pria asing yang berada di luar sel.
"Bocah ini, ah, Resdian sialan, juga kenapa ia menamai mu A. Itu terdengar konyol." Seru sinis pria itu lagi. Ia terus saja berdumel sendirian.
A yang menyaksikan, hanya menatap tak minat.
Merasa di abaikan, pria asing itu pun kembali mendumel, "Dasar bocah ini, kau mirip sekali dengan kakakmu."
Sebelum kembali berdumel kembali, sebuah dering handphone terdengar. Pria itu pun menatap layar handphone nya dan mengangkat telepon dengan malas.
"Kenapa?," pria itu bertanya dengan nada ketus.
"Rosen, jangan mengganggu adik ku."
"Aku tidak menganggu dirinya. Kau yang menyuruhku untuk berada di sini, sialan."
"Berani kau mengumpati ku? Sialan sekali gayamu."
"Ya, tentu saja berani. Aku selalu mengumpati dirimu setiap hari, tanyakan saja kepada adik mu."
"Susah sekali berdebat dengan orang gila. Sungguh minim wawasan."
"Kau lebih gila, karena menyuruhku untuk menjaga orang yang berharga bagimu."
"Ah, ucapan mu benar. Aku sudah gila sekarang."
"Akhirnya kau sadar juga."
Resdian pun langsung menghentikan sambung telepon. Ia tak ingin menjadi gila mendengar ocehan tidak penting dari mulut rekan nya itu.
Di satu sisi, Rosen sudah berdecak kesal. Walaupun hubungan mereka terlihat buruk tetapi mereka adalah rekan yang kadang kala otak nya bisa lancar.
"Di mana?," lirih A yang masih terdengar samar-samar oleh Rosen.
Rosen mengalihkan pandangannya kepada A, menatap bingung, "Kau baru saja berbicara?," ragu Rosen dan hanya di balas oleh anggukan kepala.
"Aku tidak mengerti maksudmu, bocah. Bicaralah yang jelas." Rosen sendiri penasaran akan apa yang di ucapkan oleh bocah itu dikarenakan ia hanya mendengar secara samar.
A mengalihkan pandangan nya, "Resdian di mana?," lontar A sembari terus mengalihkan pandangan nya.
Rosen yang melihat itu menatap dengan pandangan jengkel, dengan tidak ikhlas, ia menjawab, "Mungkin sedang bermain dengan wanita, bercumbu dan lainnya."
Seketika A memandang Rosen dalam, itu terlihat seperti pandangan permusuhan yang lebih dalam dari pada yang awal.
"Hei, bocah. Itu hal umum, sistem tambahan mu perlu memasukan data penting itu." Rosen tertawa sesudah mengatakan hal itu. Ia pun langsung beralih pergi sembari terus terkekeh geli.
Bercumbu?
› Kata lain adalah bercinta. Ini biasa di lakukan oleh sepasang kekasih. Mereka akan merasakan sensasi yang tidak akan bisa mereka bayangkan.
› Saya akan menampilkan beberapa rekaman yang terkait.
Seketika pikiran A penuh akan rekaman yang baru saja di kirim oleh sistem ke jaringan otak diri nya.
"Diam." Titah A dan semua rekaman yang terbayang dan berada di otak nya pun menghilang.
› Semua rekaman baru saja di nonaktifkan.
A langsung bernafas lega. Suara aneh itu mengganggu diri nya.
Sesudah ia membuka mata, suara selalu muncul di pikiran nya seakan akan di rancang untuk diri nya.
› Bar Ero, Tuan.
Sistem itu kembali berkata, kalimat itu membuat A bingung.
Resdian?
› Betul, Tuan. Kakak Anda sedang berada di Bar Ero. Ingin melihat cctv terdekat?
Ya.
› Rekaman baru saja di kirim.
Terlampirlah, sebuah rekaman cctv di mana Resdian berada.
Ia terlihat sedang minum di sebuah sofa di iringi oleh seorang wanita di kedua sisi nya.
Satu wanita itu terlihat merayu Resdian dengan menampakkan belahan dadanya dan yang satu lagi sedang bersandar di bahu Resdian.
Lihat informasi lebih lanjut.
› Wanita di sisi kiri adalah Akirana Yunia. Ia adalah seorang pelajar berumur 18 tahun.
› Wanita di sisi kanan adalah Rewi Beana. Ia sudah pernah menikah dan berakhir cerai dengan suami nya, ia pernah terjerat kasus penganiayaan. Ia berumur 30 tahun.
Ucapan itu pun di iringi oleh layar hologram yang tiba tiba muncul di pandangan A. Menampilkan beberapa gambar foto dua wanita, hingga biodata lengkap dua wanita. Bahkan alamat dan biodata keluarga nya pun terdapat.
Aku benci wanita itu. Bunuh.
› Beberapa kasus pembunuhan yang belum terpecahkan bisa di berikan kepada kedua wanita tersebut, Anda ingin memberikan nya?
Ya.
› Baik, Tuan. Permintaan Anda sedang di konfirmasi.
---
Akhir akhir ini ide pada hilang semua dan mood buat nulis pun ikut hilang. Jadi maaf update nya lama. Thank u n hv nice day, all~
KAMU SEDANG MEMBACA
with u
Ficção AdolescenteDunia yang mulai berkembang hingga robot pun menjadi sebuah hal yang di butuhkan. Resdian menggunakan hal itu untuk mengubah adik nya yang sedang mengalami kondisi kritis, menjadi manusia setengah robot. Tetapi, kenapa adik nya malah bertingkah ane...