Koma

8.3K 365 0
                                    

"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?," tanya Resdian dengan nada khawatir. Bisa jelas tampak dari wajah nya yang cemas.

"Pasien mengalami koma. Kami sendiri tidak tahu pasti waktu pasien akan sadar kembali. Kami akan berusaha lebih untuk pasien." Ucap seorang Dokter. Terselip nada bersalah dalam kalimat yang tersusun rapi tersebut.

Resdian memandang hampa. Ia berusaha menetralkan detak jantung nya yang berdebar kencang. "Bolehkah saya menemui adik saya, Dok?," tanya Resdian kembali, tetapi wajah nya sudah tidak menampilkan raut yang terlihat cemas.

Sang Dokter mengangguk. Mempersilakan orang yang bersangkutan masuk, tetapi tetap harus patuh dengan aturan. Dan jangan menggangu pasien.

Seakan mengerti, Resdian pun ikut mengangguk. Ia memasuki ruangan itu, ruangan yang dingin. Pasti adik nya akan flu, jika terlalu lama berada di ruangan ini.

Resdian terpaku melihat adik nya yang terkulai lemas tidak berdaya di kasur. Alat alat terpasang melalui hidung hingga infus di tangan nya.

"Aku minta maaf, kau ... Kembalilah." Ucap Resdian sembari memegang erat tangan sang adik.

"Jangan sombong kau, sialan. Jawab ucapanku." Seru Resdian, ia hanyut akan air mata yang keluar dari pelipis nya.

Ia terus memegang erat tangan sang adik, "Adik sialan, kau telat untuk menuju sekolah, jangan bermalas-malasan. Nanti ku pukul, kau." Ucap Resdian kembali. Ia terkekeh kecil mengucapkan hal itu. Dan tidak mempedulikan cairan bening yang terus mengalir.

"Baiklah, aku memaafkan mu jika kamu minta maaf kepada ku sekarang." Nada Resdian semakin terdengar pelan. Ia menatap hampa sang adik. Ia ingin mengutuki diri nya, aku kakak yang buruk.

Di saat adik nya mendapati masalah, ia selalu tidak peduli dan menganggap remeh. Seharusnya ia menerima segala cerita dari sang adik tetapi ia malah terus terusan menertawai bagaikan itu adalah candaan.

"Aku tidak menyangka kau adalah anak yang lemah, ya benar. Aku tidak seharusnya me-nesehati anak yang lemah, kau perlu kuat, jangan berbaring jika ingin kuat, sial."

Resdian betul-betul ingin menertawakan diri nya sekarang. Berbicara tanpa henti sedangkan awal nya ia tidak peduli tetapi sekarang ia malah datang bagaikan kakak yang selalu berbuat baik dengan adik nya.

Resdian terkekeh kecil. Di satu sisi ia menertawakan diri nya, di karenakan menangis akan hal ini. Dan ia terus berbicara walaupun tahu bahwa sang adik takkan membalas segala ocehan nya.

Hingga seseorang membuka pintu ruangan. Itu adakah Perawat rumah sakit, ia berkata, "Maaf Tuan. Kami harus memberi istirahat terhadap pasien."

Resdian berdehem membalas pernyataan itu. Ia sedikit tak rela meninggalkan sang adik di ruangan yang sepi ini, apalagi ruangan ini lumayan dingin. Sebelum pergi, Resdian berkata, "Maaf, AC nya jangan terlalu rendah suhu nya, adik saya gampang flu." Resdian pun berlalu pergi meninggalkan ruangan itu.

----

Resdian berjalan sempoyongan memasuki rumah. Ia amat menikmati ajakan temen nya untuk mabuk-mabukkan. Setelah sekian lama, ah ini membuat pikiran nya tidak memikirkan hal tidak penting.

"Hei, kamu berani masuk ke rumah saat mabuk-mabukkan gini?," teriak seorang wanita yang cukup berumur. Ia sungguh tidak percaya anak nya mabuk-mabukkan di umur yang belum legal.

Tanpa memedulikan ocehan, Resdian berlalu begitu saja melewati para manusia yang mengatasnamakan bahwa ia adalah orang tua nya.

Resdian melewati tangga dengan pikiran kacau, sekali kali ia menginjak angin. Setelah melihat itu, Bibi Menah pun membantu Resdian menuju kamar nya.

"Ah, pusing kepala ku kalau punya anak kayak gini." Pekik wanita yang cukup cantik, bahkan cantik nya tidak termakan akan usia. Wanita itu membuka layar handphone nya, ia tampak menelepon seseorang.

Mendengar panggilan nya tersambung, ia pun mulai berbicara.

"Ya, ada apa, Yera?,"

Pertanyaan di lontarkan melalui panggilan itu. Wanita itu pun menjawab seadanya.

"Pa, ini anak mu nih. Mabuk-mabukan dia."

Sang lawan bicara pun kaget. Ia bertanya dengan nada yang ragu.

"Resdian? Apa karena Arenka?,"

"Ya, dia kayak nya mabuk karena adik nya koma. Pa, nasehat aku nggak di pedulikan sama dia, dia bikin aku sakit hati, Pa."

Kalimat dramatis itu menggunakan nada yang dramatis pula. Sekali-kali wanita yang bernama Yera berbicara sambil sesenggukan.

Sang Papa hanya bisa menghela nafas di seberang telepon. Ia hanya menyuruh untuk membiarkan. Dan Yera pun mengiyakan.

---

with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang