Berkas

3.5K 197 2
                                    

Matahari yang memencarkan cahaya nya mulai menyinari seisi alam semesta.

Cahaya mulai memasuki jendela-jendela ruangan, yang membuat ruangan yang awal nya begitu suram menjadi lebih baik.

Satu insan terbaring lelah di kasur besar yang di tutupi oleh selimut.

Hingga pergerakan pun mulai terjadi, satu insan itu mengusap matanya lumayan kasar, ia merasakan sensasi silau ketika ia sudah selesai mengusap kedua matanya.

Pandangan yang awalnya gelap itu perlahan-lahan mulai memudar dan kembali seperti semula.

"Hei, kakak udah bangun?," tegur sapa A yang baru saja memasuki kamar Resdian.

Resdian memandang bingung, berusaha mengingat dan mencerna hal yang terjadi padanya.

A terkekeh memandang ekspresi bengong yang begitu ketara di wajah Resdian, A menghampiri, "Kakak tidak perlu memikirkan hal lain, hanya aku, okay?," tegas A dengan sedikit seringai kecil.

Seakan diberi sebuah kejutan listrik, Resdian tersadar, ia memandang geram dan beralih menuju kamar mandi tetapi sebelum ingin memasuki kamar mandi, ia membalikkan badannya, memandang insan yang menatap nya. "Panggil Fredrin dan kau pergilah." Usir Resdian dan beralih memasuki kamar mandi.

A berdehem, ia sudah menduga hal kecil ini akan terjadi. Jadi, A lebih memilih untuk mengiyakan.

Dan A pun mulai berlalu setelah ia melihat pergerakan Resdian yang mulai memasuki kamar mandi.

---

"Kenapa kau tidak datang memasuki kamarku saat malam tadi?," kesal terdengar jelas dari kalimat yang dibaluti pertanyaan itu.

"Maaf, Tuan. Tetapi bukannya Anda sudah mengetikan di layar pintu kamar Anda, untuk tidak memasuki dan menganggu Anda?," ragu Fredrin, ia hanya mengikuti hal yang disuruh.

Resdian berusaha memikirkan pernyataan itu, ia memandang Fredrin aneh, "Aku tidak mengetik apapun." Lugas Resdian.

"Hah, aku tahu penyebabnya. Sudahlah, lupakan." Akhir Resdian, ia mulai tahu akar permasalahan ini.

"Baik, Tuan." Setelah mengucapkan hal itu, Fredrin kembali berucap, "Ini beberapa laporan yang perlu di konfirmasi dan di tanda tangani, Tuan. Saya memperkirakan bahwa Perusahaan JW akan menghadiri acara kali ini." Ungkap Fredrin sembari menyerahkan lima laporan yang berbeda.

Resdian menghela nafas, "JW? Jeanis akan hadir?," ujar Resdian dengan pertanyaan.

Fredrin mengangguk, "Iya, Tuan."

"Baiklah, sepertinya akan terjadi hal diluar dugaan, aku jadi enggan untuk menghadiri acara itu. Bisakah aku tidak hadir?," Fredrin menolak ketika di beri pertanyaan itu, "Anda akan kehilangan kesempatan besar, mungkin saja, Nyonya Jeanis sudah selesai mengembangkan robot buatan nya."

Resdian menganga, "Dia? Bahkan robot saja ia buat untuk menikahi robot lainnya." Caci menghina Resdian.

Fredrin tersenyum kecil mendengar itu.

"Pergilah." Perintah Resdian, ia betul-betul bersabar sekarang, bersabar memandang berkas laporan yang akan menjadi uang ini.

"Ah, sial." Sela umpatan Resdian dan lebih memilih menanda tangani berkas yang ia setujui.

---

"Kakak, aku mau keluar, ya." Teriak A menghampiri Resdian yang sudah bermelas di ruangan kerja miliknya.

"Ya." Balas Resdian pasrah. Ia sudah pusing sekarang, memikirkan setiap halangan dan peluang yang perlu ia hadapi.

"Kakak lagi ngapain?," bingung A, ia memandang lembaran yang terdapat di meja Resdian.

› Sepertinya kakak Anda sedang memikirkan berkas itu, Tuan.

Mengidentifikasi berkas, memindahkan data ke otak.

A terpaku merasakan sedikit pusing di kepalanya tetapi perlahan pusing itu menghilang.

"Kakak tidak perlu menyetujui hal yang tidak menguntungkan." Seru A.

Resdian menggelengkan kepalanya, "Itu menguntungkan ku, dengan ia berinvestasi, Perusahaan ku akan semakin berkembang di dunia hiburan."

"Sama saja, ia berinvestasi pun tidak akan merubah apapun." Akhir A.

"Mau pergi ke mana?," lontar Resdian.
"Melakukan sesuatu." Balas A, beralih berlalu tetapi terlebih dahulu ia lebih memilih untuk mengusap pelan surai sang kakak.

Resdian yang di perlakukan seperti itu pun menatap horor punggung yang mulai menghilang tersebut.

---

with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang