Surat

1.2K 76 10
                                    

"Huh, ini sungguh menyebalkan. Yang melakukan hal ini adalah dia, kenapa kita perlu susah payah untuk membereskan?,"

"Jawabannya hanya satu, ia adalah pemegang perusahaan sebenarnya. Buat apa bertanya?," lanjut Fredrin dengan wajah datar.

Rosen seketika terdiam seribu kata. Ia hanya bisa melanjutkan apa yang dilakukan sebelumnya.

Semua ini bermula, di saat kejadian koma tersebut terjadi.

Awal di mana penderitaan Resdian datang, tetapi Resdian sendiri malah tidak mengetahui penderitaan akan menyentuh dirinya.

Resdian merasakan langkah kaki seseorang memasuki ruang kerja miliknya. Ia sudah meyakini, itu adalah Arenka.

Kenapa ia bisa seyakin itu? Dikarenakan kedua orang tua mereka sedang keluar kota sekarang, anggap saja Resdian penanggung perusahaan disaat orang tua mereka berlibur pergi.

Mereka bukanlah anak yang akur terhadap orang tua, terdapat perbuatan buruk yang mereka lakukan tetapi semua perbuatan buruk ada alasannya, kan? Namun, semua itu tidak dapat di benarkan.

Resdian Adisparian, ia dikenal dengan anak yang pintar, suatu kelebihan yang pasti dapat di banggakan.

Arenka Adisparian, ia pintar tetapi memiliki kekurangan dalam bersosial, anggap saja ia adalah seorang introvert yang hanya akan aktif apabila seseorang itu ia anggap nyaman.

Mereka berdua adalah kakak beradik yang menyandang nama Adisparian. Namun, mereka adalah saudara tiri yang tidak sedarah, tentunya.

"Kau baru pulang?," Resdian bertanya dengan tatapan datar. Terdapat intonasi menekan di kalimat pertanyaan tersebut.

Arenka membeku sejenak, ia membalas tatapan yang menatap dirinya, "Ah, kakak belum tidur? Maafkan aku." Lanjut Arenka sebelum akhir nya ia menunduk.

"Masuklah ke kamarmu." Akhir Resdian dan mengalihkan pandangannya ke berkas didepannya.

Arenka pun beranjak dari sana.Ia berjalan menuju kamar miliknya, sehingga ia harus melewati ruang tamu kembali.

Namun, ia melihat Bibi Menah menghampiri dirinya dengan sebuah amplop.

Bibi Menah memberi amplop itu kepada Arenka yang menampilkan ekspresi bingungnya."Bi, punya siapa ini?," seakan mengerti dengan pertanyaan itu, Bi menah pun menjawab, "Dari Nyonya Yera, Tuan."

"Terima kasih."

---

"Apa maksud mu, Pa?," dengan nada sedang ia berucap, berusaha keras menahan amarah yang menggebu.

"Arenka belum bisa untuk melanjutkan perusahaan, Yera. Pahamilah, Yera." Jelas Eric.

Yera menggertakan giginya, tangannya bahkan mengepal sekarang. "Baiklah. Lakukan lah hal yang ingin kamu lakukan."

Dengan ekspresi kesal, Yera berlalu meninggalkan sang suami yang terlihat menggelengkan kepala.

Di kamar yang begitu luas, Yera menelusuri setiap laci miliknya, mencari sesuatu.

Kemudian, ia pun tersenyum, ketika mendapatkan secarik kertas dengan sebuah pena.

Lalu, ia pun mulai menulis.

"Aku perlu berani untuk mencapai sesuatu."


---

Dikasur besar Arenka berbaring, kemudian ia pun membuka amplop yang baru saja diberikan untuknya.

Untuk apa?

Arenka menghela napas panjang, inilah mamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arenka menghela napas panjang, inilah mamanya.

Ia kira, ia akan mendapat sesuatu yang lebih spesial.

---

"Tidak akan? Apa maksud mu, Kak?," tanya A dengan seringai nakal yang terlukis di wajah tampan dirinya.

A terus mendorong, hingga membuat intinya masuk lebih dalam menyentuh kenikmatan di dalam sana.

Rasa hangat yang menyelimuti sekitar, gairah panas yang belum pernah ia rasakan tetapi ia dambakan.

Memandang sesuatu yang membuat ia terus ingin menerjang Resdian dalam. Resdian sungguh indah, indah, indah, begitu indah, sangat indah.

"Kak, kamu sangat indah." A menghentikan ucapannya, lalu ia menyentuh wajah Resdian."Wajah ini," ia menyentuh sembari menelan ludahnya. Kemudian, tangannya turun ke bibir yang menjadi dambaan nya, "Bibir ini.."

Setelah mengucapkan hal itu, A menyambar bibir Resdian dengan tiba-tiba. Melumat, menghisap dan menggigit nya dengan nafsu yang bergejolak.

Dan jangan lupakan, penyatuan mereka yang tanpa heti mendorong semakin dalam.

Kedalaman membuat Resdian gelap mata, ia pun mengeluarkan pelepasannya.

Permainan yang panjang membuat Resdian kelelahan, tanpa sadar matanya mulai menutup.

A tersenyum diiringi seringai, "Obatmu berkerja dengan baik begitupula dengan dirimu. Terima kasih, Kak."

---

with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang