Ruangan

462 34 2
                                    

Tring!

A mengalihkan perhatian, meraih handphone miliknya.

» Perusahaan sudah beralih ke tangan Anda. Selamat, Tuan.

Sembari terkekeh, A membaca pesan bagaikan sebuah lagu.

Bahkan perusahaan tidak akan bisa menjadi halangan untuk menguasai mu, Kak.

Setelah berkutat dengan handphone, A berlalu pergi menuju makanan.

---

Resdian memandang sekitar, pandangan yang kabur menghampiri.

Semua ingatan mulai datang, dengan tatapan hampa, pandangannya mulai menunduk.

Semua hal yang dilakukan A tidak membuat ia takut tetapi membuat kebencian menyebar.

Semua perkelahian di pikirannya teralihkan di saat A mulai memasuki ruangan dan tersenyum ramah memandang Resdian.

Dengan senyuman yang begitu indah. Ia berucap, "Aku ingin lagi."

Ucapan polos yang bisa menampilkan ekspresi marah Resdian.

"Kau ingin mati?"

Kekehan keluar begitu saja, lalu A menduduki kasur tempat Resdian berada.

Pandangan A begitu lekat, melihat Resdian hanya di tutupi selimut di hadapannya.

Melihat wujud A di depannya, semakin membuat Resdian mengingat kejadian malam yang sangat ingin ia lupakan. Pikirannya mulai di hinggapi oleh berbagai macam pikiran.

Semua pikiran itu berakar dari orang di depannya ini. Kenapa bisa orang yang adalah adiknya ini datang dengan tampang yang tidak berdosa dan malah memperlihatkan wajah bodoh yang semakin membuat Resdian gila.

"Hem, apa yang terjadi?," ujar A sembari memperlihatkan wajah bingung, lalu ia melanjutkan ucapannya, "Apakah menyakitkan? Maaf, aku tidak bisa mengontrol diriku, Kak."

Mendengar ucapan tersebut Resdian mengalihkan pandangan, "Sial."

A tersenyum melihat reaksi Resdian, itu tidak membuat A membencinya tetapi malah semakin membuat A semakin jatuh di tempat terdalam.

"Satu umpatan satu ciuman."

Resdian membelalakkan mata, "Kau gila? Sungguh, kau gila. Walaupun kau gila tapi jangan perlihatkan bahwa kau betulan orang gila, sialan."

"Baiklah mari kita hitung.."

A mendekati Resdian, ia mempersempit jarak antara mereka.

Sepertinya tindakan tersebut membuat Resdian semakin mengumpat, "Kau-Sungguh, ah sial. Orang gila, kau butuh obat, si-"

Sebelum Resdian bisa menyelesaikan kalimat nya, A terlebih dahulu menyambar bibir yang sangat ia dambakan ini. Bibir yang selalu mengeluar ucapan serapah untuk dirinya.

A melepas tautan ciuman mereka, tetapi sebelum ia melepasnya ia terlebih dahulu menggigit bibir tersebut.

"Untuk kata serapah kedua, sayang. Ah, mungkin bibirmu akan bengkak kali ini."

Tatapan takut terpancar dari sorot mata Resdian, "Tidak lagi, sungguh.."

A tersenyum sembari berkata, "Tidak apa?" Pertanyaan itu bisa membuat Resdian membeku dan menunduk, "Sial, cium saja aku." Ucapan pelan itu malah terdengar sangat jelas di pendengaran A.

Tawa pun mulai terdengar, "Begitu lucu." Kedua mata indah itu juga ikut tersenyum memandang sang pujaan hati di depannya.

"Bagaimana kalau kita berunding, aku akan membebaskan mu selama seminggu ini, Kak."

Resdian menatap bingung insan di depan dirinya, kedua alisnya berkerut menandakan kebingungan menampakkan diri di wajahnya.

Lalu, Resdian berdecih. "Kau tidak akan mengatakan itu kalau tidak ada keuntungan untukmu kan?" tanya Resdian dengan serius.

A menggigit bibirnya dengan ekspresi senang di wajahnya, "Kamu begitu mengenalku, aku senang."

Pelukan hangat A berikan kepada pujaan hati di depannya. Ia menghirup aroma yang selalu memabukkan untuk indra penciumannya.

"Bisakah kau lepaskan aku? Bahkan kita belum selesai membahas topik tadi."

Seakan akan tuli di pendengaran, A terus melanjutkan kegiatan kegemaran dirinya. Ia menghirup aroma, tetapi tunggu.. ia tidak hanya menghirup aroma Resdian. Namun ia juga memberikan jilatan dan sekali-kali ia menggigit leher Resdian.

"Sshsh... Hei!" Sontak Resdian.

A memberhentikan tindakannya, ia memperlihatkan wajahnya di hadapan Resdian. Membuat pertemuan di antara pandangan mereka.

"J-jangan meninggalkan bekas." Ucapan tersebut terdengar sangat pelan, hal itu bisa membuat A berpikir sejenak untuk kembali mengingat ucapan yang di lontarkan.

Tidak butuh waktu lama untuk mencerna ucapan tersebut, lalu A pun memperlihatkan senyum indahnya.

"Tidak berjanji." A membalas ucapan tersebut dengan nada tanpa hambatan.

"Sial!"

"Kakak yang cium aku atau aku yang-" Sebelum bisa melanjutkan ucapannya. Resdian terlebih dahulu menyambar bibir seseorang yang di hadapannya.

Ciuman panas membuat suasana semakin memanas pula. Gigitan bahkan hisapan terjadi di ciuman tersebut.

Waktu demi waktu semakin membuat Resdian kewalahan, ia masih tidak menyangka akan keahlian adik-nya dalam berciuman.

"Mphh... A wait.." Resdian berusaha mengeluarkan perkataan dari bibirnya yang kian di lahap abis-abisan. Bagaikan binatang yang kelaparan.

Mendengar perkataan Resdian. A memberhentikan tautan ciuman mereka, ia memandang bingung. Seakan butuh penjelasan akan pemberhentian tersebut.

Di sisi lain, Resdian berusaha menetralkan dadanya yang naik turun akibat kekurangan oksigen. Dapat terlihat dari keringat yang keluar dari dahinya.

Resdian menghembuskan nafas. Lalu ia berkata, "Aku tahu, jikalau kau yang menciumku pasti tidak akan ada ujungnya."

Seutas ujung bibir A terangkat bagaikan seringai. "Ahh, bisakah kita lanjutkan lagi?"

---

halo, thank uu soo much karena udah baca sampai chp ini.

with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang