Malam

4.2K 287 0
                                    

Matahari mulai berganti menjadi Bulan yang begitu indah. Dengan keindahan nya, ia menyinari Bumi sehingga kita tidak akan kekurangan cahaya ketika malam hari.

Begitu pula dengan bintang-bintang yang ikut memamerkan keindahan nya.

Trik..

Bunyi pintu di dorong pun mengalihkan acara memandang keindahan bintang. Resdian menoleh, melihat siapa yang mengacaukan kesendirian diri nya.

"Tuan, kedua orang tua Anda berkata bahwa ia ingin menemui Anda." Ujar Fredrin.

"Tolak dan kau pergilah." Titah Resdian dan beralih memandang bintang bintang di langit yang begitu gelap.

Fredrin yang mengetahui bahwa Tuan nya membutuhkan ketenangan, ia pun langsung berpamitan pergi.

Rumah ini begitu luas, diiringi dengan halaman yang luas pula. Rumah ini memiliki 3 lantai, tetapi jika di tambah dengan ruangan bawah tanah, itu menjadi 4 lantai.

Sehingga jika kalian berada di lantai paling atas dan memandang bintang bintang, kalian bisa melihat nya dengan jelas.

Resdian menghela nafas gusar. "Huh, sialan." Umpat seketika Resdian. Ia mengacak rambut nya sehingga itu menjadi kesan yang luar biasa jika di tatap di depan mata.

Dengan rambut yang acak-acakan, hidung yang mancung dan jangan lupa bibir yang indah.

Tetapi, satu hal yang luar biasa lain nya adalah mata nya yang berwarna biru bagaikan laut yang begitu tenang.

Setelah bermenit-menit ia memandang bintang. Resdian pun lebih memilih untuk segera masuk dan berbaring di kasur kesayangan nya. Di karenakan hawa dingin balkon bisa membuat ia merinding.

Tring!

Sebelum Resdian ingin menutup mata, sebuah pesan baru datang kepada nya. Ia awal nya lebih memilih untuk mengabaikan karena ia sudah lelah dan mengantuk.

Tetapi, handphone nya tidak kunjung berhenti mengeluarkan nada dering hingga ia pasrah dan lebih memilih untuk melihat pesan tersebut.

"Orang-orang sialan." Oceh Resdian dengan muka memelas nya.

» Malam.

» Malam.
Resdian menghela nafas berkali kali, memandang pesan yang terlihat. Orang ini mengirimi ia pesan yang sama sebanyak 4 kali, apakah orang tersebut pengangguran?

Aku tidak mengenali diri mu. Diam dan makan saja handphone mu. «

Dan Resdian mengakhiri pembicaraan yang singkat tersebut dan lanjut tidur memasuki alam mimpi nya.

---

Bugh!

Dengan susah payah Resdian menyesuaikan ritme pernafasan nya. Ia memandang kesal lawan yang telah memukul nya hingga tidak bisa memberi perlawanan sedikit pun.

"Sialan, adik sialan. Badan ku sakit, kau jangan memukulku menggunakan semua kekuatan mu." Seru kesal Resdian sembari memegang perut nya.

A memandang bingung, apakah ia baru saja menggunakan semua kekuatan nya? Ia rasa, ia baru menggunakan sepertiga dari kekuatan nya.

"Aku tidak tahu." Ucap A tanpa memedulikan keadaan Resdian. Ia terus memandang orang yang berada di bawah nya dengan tatapan lekat.

Resdian membalas tatapan itu, ia segera bangun dari tempat nya.

"Berhubung kau sudah menghampiri diriku sendirian, aku ingin melihat mu secara dekat." Seringai terpatri jelas di wajah Resdian, membuat kesan tampan dan manis sekaligus.

"Melihatku? Untuk apa?," lontar pertanyaan dari mulut A. Ia merasa bahwa orang yang berada di depan nya ini tidak berbahaya.

"Karena aku kakakmu." Balas Resdian sembari menghela nafas.

Resdian memandang A mulai dari bawah hingga ujung atas rambut nya.

"Hei! Kau luar biasa sekarang." Puji Resdian. Ia terpesona akan mata yang berwarna hazel yang bersinar itu. Warna yang pas untuk porsi wajah yang indah bagaikan patung yang di pahat secara langsung oleh seorang yang profesional di bidang nya.

Bukan hanya itu, alis yang hitam pekat dan tebal yang akan membuat kesempurnaan semakin jelas.

Resdian tersadar akan lamunan nya, ia menggelengkan kepala nya pelan dan kembali memandang A yang menatap nya dengan tatapan kebingungan, "Matamu mirip Ibu."
A mengerutkan kening nya, "Aku punya Ibu?," Resdian pun membalas seadanya, "Kakak saja kau punya, apalagi Ibu. Jangan malas berpikir, bocah."

"Sudahlah, kau pergi sana. Kau sudah ku ijinkan untuk melakukan apapun." Ucap Resdian sembari menggerakan tangan nya yang biasa orang lakukan untuk menyuruh orang pergi.

"Apapun?," cerah berbinar A.

Resdian memandang aneh dan menjawab dengan keraguan, "Ya, apapun ..."

A mendekatkan diri nya. Menyandarkan kepalanya tepat di bahu Resdian. Itu membuat Resdian terpatung seketika.

A mengendus leher bersih itu, wangi yang membuat ia ingin terus mendekat.

A terus mengendus leher itu, ia bahkan sudah mendekat kan hidung nya tepat di telinga kakak nya.

Sembari berbisik pelan, "Aku ingin bermain dengan kakakku."

---


with uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang