14 | Andra Yudhiantara

364 33 19
                                    

Nyaris satu Minggu berlalu. Semuanya perlahan berubah, Andra pun mulai berbenah. Meskipun masih diburu waktu oleh pekerjaannya, tetapi pelan-pelan Andra mulai memposisikan diri bagaimana tersiksanya menjadi seorang Denis.

Perlahan, Andra kembali menata apa yang sudah berantakan. Tetap menghubungi Anin dan beberapa tempat yang dipakai untuk mempersiapkan untuk acara pertunangannya. Membicarakan kembali bagaimana ke depannya, bukan dibatalkan, hanya sebatas ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.

Tidak mudah memang. Mengingat jadwal milik event organizer yang mungkin bisa saja bebentrokan dengan acara lainnya. Namun, Andra tidak ingin menyerah. Ingin berusaha tak begitu saja pasrah.

"Istirahat dulu, Dok. Masih subuh." Seorang perawat senior melontarkan hal tersebut setelah tim mereka selesai dengan operasi.

"Iya, Sus. Saya tidur dulu di dalam, ya. Makasih banyak untuk hari ini, ya." Andra berpamitan. Mengisi energi sebelum pagi menyapa dan bertemu dengan seseorang yang telah lama tak jumpa.

***

"Sudah lama menunggu, Dra?" Andra dikagetkan dengan suara yang begitu ia kenali. Saat ini, pagi telah datang dan sesuai dengan perjanjian sebelumnya, ia menunggu di kaferia rumah sakit untuk sekadar sarapan.

Andra sedikit terkesiap, lalu segera berdiri untuk membalas jabatan tangan seseorang di hadapannya. Saling melempar senyum sampai memberikan pelukan hangat melepas kerinduan.

"Santai aja. Saya juga baru keluar buat cari sarapan. Kamu sudah sarapan?"

Yang ditanya balas tersenyum. "Udah. Aman," jawabnya singkat.

"Saya gak ganggu jadwal kamu, 'kan?" Andra yakin, kalimat terbuat bukanlah sebuah sindirin. Murni karena orang tersebut bertanya. Namun, rasanya hati Andra sedikit tercubit. Ia kembali ingat pada Denis yang selalu dengan sabar menanyakan hal yang sama apabila ada hal yang ingin didiskusikan. Dan dengan tidak tahu dirinya, Andra meminta Denis untuk memberinya sedikit pengertian.

"Hari ini saya sengaja kosongkan jadwal. Ada beberapa hal yang perlu diurus." Datar, tenang. Andra berucap dengan matang.

"Sudah bisa menghubungi Denis?"

Ada sedikit senyum getir saat nama itu disebutkan. Hatinya bergetar, tetapi rasa bersalahnya kembali membuncah. Setelah Denis memutuskan untuk menenangkan hati di desa sunyi, Andra belum berhasil mengajaknya berkomunikasi.

Tak apa, Andra bersalah. Kali ini, biarkan dirinya yang mengalah.

"Dia masih butuh waktu, Ga. Biarkan saja sampai hatinya kembali siap berhadapan sama saya."

Arga justru sedikit menyeringai. "Pantas saja Denis memilih untuk menyerah. Ternyata yang ia perjuangkan selama ini tidak ada effort sama sekali."

Andra bungkam. Perkataan Arga telak mengenai fakta. Andra yang kurang berusaha, Andra yang kurang berjuang, Andra yang sedikit berkorban.

"Coba hubungi dia lagi. Ajak dia bicara baik-baik, Dra." Raut wajah Andra mulai serius. Kendati ia memang tidak terlalu dekat dengan Denis, tetapi ia adalah seorang kakak. Terlebih ia adalah lelaki yang wajib melindungi Denis.

"Denis dari kecil selalu apa-apa sendiri. Jarang sekali ia merengek seperti kebanyakan adik perempuan pada kakak laki-lakinya. Makanya, saya kurang tau apa mau dia, bagaimana proses dia. Tau-tau apa yang dia mau sudah terwujud aja dengan usaha sendirinya."

Life is Beautiful✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang