35 | Gyanav Senjanandi

371 25 43
                                    

Gyanav kira, setelah bertemu dan saling memaafkan dengan mamanya, semuanya akan kembali seperti semula. Akan saling mengasihi layaknya keluarga seperti yang dijanjikan oleh mama. Akan tetapi, sepertinya dia melupakan satu hal yang justru akan mengubah hidupnya selamanya.

Rasanya yang tak lagi sama, sebab alih-alih membawa bahagia, Gyanav kembali seakan membawa duka.

Collapse yang terjadi tepat saat Dahlia datang ke Desa Ujung membuatnya luluh untuk ikut kembali untuk menjalani pengobatan yang sempat tertunda. Kondisinya tak lagi sama dengan terakhir kali ia diperiksa, bukan menjadi lebih baik, tetapi jauh mengalami penurunan.

Paru-parunya kembali tak mengembang akibat adanya kebocoran. Mau tak mau, Gyanav harus ikhlas merelakan dadanya kembali disayat untuk dimasuki selang yang menopang hidupnya. Tak sampai di situ, berminggu-minggu Gyanav harus rela terpenjara di rumah sakit demi melihat bagaimana fungsi paru-parunya, sedang diobservasi katanya.

Tak bantak yang bisa Gyanav lakukan selain pasrah, bahkan saat Dokter menyatakan paru-parunya sudah kembali mengembang -meski belum seratus persen, Gyanav harus menelan lagi kepahitan kala bedah toraks menjadi rencana selanjutnya untuk pengobatan. Katanya, bukan pula untuk membuatnya sembuh, etapi tindakan lanjutan untuk menambal kebocoran paru-parunya.

"Gak papa muntahin ke tangan Mama aja, Gya," ucap Dahlia menengadahkan tangannya tepat di bawah dagu Gyanav untuk menampung makanan. Sudah beberapa hari ini, anaknya sedikit kesusahan untuk menelan, sehingga berujung mengakibatkan mual.

Sebelumnya, mata Gyanav menatap Dahlia dengan lekat, seolah mengisyaratkan tentang persetujuan apakah tidak apa-apa makanan dari mulutnya mengenai tangan Dahlia.

"Gak papa, Nak."

Pada akhirnya, Gyanav yang tak lagi kuat menahan gejolak dari perutnya, memuntahkan makanan yang dikulum di dalam mulutnya. Dengan cekatan, Dahlia mengambil wadah khusus yang disediakan untuk menampung muntahan.

Rasa panas dan gejolak dari lambungnya kembali mendesak ke kerongkongan, sehingga semua makanan yang telah masuk beberapa suap kembali dikeluarkan. Dengan cekatan, Dahlia mengurus sang putra yang kepayahan, kemudian membersihkan area mulut Gyanav yang kotor akibat muntahan.

"Maaf, Ma. Maaf," rancau Gyanav saat lagi-lagi muntahannya mengotori baju dan selimut. Itu artinya, ia akan merepotkan mamanya untuk mengganti semua itu. Belum lagi rintihannya akibat perih di sekujur tubuhnya yang pasti membuat Dahlia khawatir.

Hanya makan saja, dirinya sebegini menyusahkannya. Harus rela menahan mual atau perih yang menjalar di tenggorokan sampai hidung akibat dari muntahan.

"Gak papa, Nak. Mama bisa bersihkan ini lagi." Dahlia kembali membantu Gyanav pada posisinya, sebab anaknya masih kesulitan dalam melakukan mobilisasi secara mandiri. Membetulkan letak nassal canul yang sedikit berubah dari tempatnya. Mengurus pakaian dan selimut yang kotor dan segera mengganti dengan yang baru, agar Gyanav merasa nyaman.

Tiba-tiba saja, satu tetes air mata Gyanav keluar tanpa dapat dibendung. Terlebih saat sorot matanya beradu pandang dengan tatapan teduh mamanya. Rasanya Gyanav ingin menangis sejadi-jadinya.

Dahlia tak berucap apa-apa, segera ia pun menghapus air mata yang mengalir di pipi Gyanav. "Makannya mau dilanjut sekarang atau nanti, Gya?"

Gyanav menggeleng pelan sebagai jawaban. Tak sanggup lagi mengeluarkan tenaga hanya untuk menelan satu suap makanan.

Masa pemulihan selepas operasi toraks terbuka cukup lama. Operasi yang dilakukan untuk penambalan kebocoran itu dilakukan untuk mengatasi langsung dari sumber masalahnya. Dilakukan dengan mematahkan satu ruang tulang rusuk dan meregangkan dua ruas tulang yang ada di atas dan di bawahnya. Maka dari itu, sampai sekarang hari kelima pasca operasi pun, Gyanav masih kesusahan dan merasakan nyeri luar biasa.

Life is Beautiful✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang