32 | Denis Anggraisa

304 23 22
                                    

"Aku pikir aku bakalan diajak terbang pas Mas Andra bilang mau ajak aku ke langit." Denis menoleh saat Andra menyusul dan berdiri di sebelahnya. Andra yang mendengar lemparan candaan dari Denis itu tersenyum tipis menanggapi.

Andra membawa Denis datang ke tempat yang cukup jauh dari keramaian. Sebuah rooftop di dekat bandara Husain Sastranegara. Suasana tenang saat matahari sudah tenggelam membuat Denis sedikit merasa tentram. Kini, ia mengerti maksud Andra akan membawanya ke langit, karena tempat yang sekarang sedang mereka pijaki membuat Denis merasa berada di puncak Kota Bandung.

"Mas Andra kenapa ajak aku ke tempat ini?" Pertanyaan yang sedari tadi ingin Denis lontarkan, akhirnya bisa ditanyakan secara langsung. Denis sebenarnya sudah penasaran sejak mobil Andra berbelok ke jalan yang berbeda.

Namun, Denis tak mengalihkan pandangannya pada hamparan lampu-lampu indah yang menghiasi awal malam di Bandung.

"Kalau lagi capek, lagi banyak kerjaan, banyak pikiran, Saya suka istirahat ke tempat ini," jawab Andra yang juga menatap lurus ke depan. Menjadikan langit dan cahaya remang itu sebagai objek penglihatan.

Kedua orang tersebut terdiam beberapa saat. Membiarkan angin malam menerpa kulit mereka, sehingga dinginnya Kota Bandung semakin terasa menelisik.

"Saya tau, berdamai dengan keadaan, berdamai orang tua dan berdamai dengan diri kamu itu bukanlah hal yang mudah. Kamu sudah melewati banyak hal yang berat, Nis. Kamu hebat."

Denis tersenyum mendengar itu. Benar kata Andra, dirinya telah melalu banyak hal yang begitu berat. Dan memutuskan untuk berdamai dengan semuanya adalah keputusan yang hebat.

"Mas Andra sering datang ke sini?"

Masih dengan posisi yang sama, Andra menjawab, "Lumayan. Gak cuma ke tempat ini aja, sih. Kadang saya kalau pulang sengaja ke Jembatan Pasupati buat nikmatin suasana sore di sana. Atau enggak ke tempat-tempat yang bikin saya tenang."

"Makanya, waktu kamu minta buat menenangkan diri, saya sengaja kasih kamu waktu untuk menikmati kesendirian kamu. Bukan saya gak mau nyusul atau usaha, tapi saya berusaha mengerti kalau kamu memang butuh waktu sendiri untuk menata hatimu lagi."

Saat itu, Denis mengalihkan pandangannya. Berniat menatap wajah Andra lebih jelas dari samping. Namun, bertepatan juga dengan Andra yang berniat sama, sehingga mereka saling beradu pandang dan melempar senyum.

"Terus kenapa akhirnya Mas nyusul aku?" tanya Denis yang masih menghadap ke wajah Andra.

"Kakakmu dan Eyang saya yang paksa. Katanya saya kurang usaha buat meyakinkan kamu." Ada sedikit nada kesal dalam kalimat itu, tetapi Denis justru menyadari hal baru. Andra memiliki sisi lain yang selama ini terkurung dalam sikapnya yang terkesan dingin dan berwibawa.

Denis jadi ingin menggoda. "Jadi, Mas Andra terpaksa ya bujuk-bujuk aku waktu itu, tuh?"

Terbukti dengan sedikit tawa yang keluar dari mulut Andra. "Pertanyaanmu dari tadi menjebak saya, ya."

"Awalnya saya memang terpaksa, takut kalau saya pergi nyusul kamu, kamu malah semakin risih sama saya. Tapi, kalau saya gak nyusul ke sana, kayaknya Gyanav udah berhasil ambil hati kamu." Kali ini, Denis yang sukses dibuat bungkam oleh jawaban Andra. Ia yang terjebak dalam permainannya sendiri.

Akan tetapi, itu bukan apa-apa. Toh, ia sudah jujur pula pada Andra mengenai perasaan dan hubungannya dengan Gyanav yang seperti apa. Justru, Denis rasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk Denis menggali lebih dalam tentang Andra di masa lampau.

"Mas Andra ... pernah juga gak ngalamin kayak aku yang sudah buat berdamai dengan keadaan?"

Andra kembali menatap lurus ke depan. Menerawang kisah lalu yang cukup membuatnya harus menelan pahitnya keikhlasan.

Life is Beautiful✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang