TFZ | 46

221 15 2
                                    

Gue mengetuk pintu rumah Januari dengan perasaan yang berkacemuk. Akhirnya pintu dibuka oleh Jenny yang tersenyum melihat kedatangan gue hari ini. Gue ikut membalas senyumannya singkat tidak tahu harus mengatakan apa karena gue merasa kali ini berbeda.

"Lya, ayok masuk udah lama bunda enggak liat kamu.." Jenny langsung memeluk gue, dengan canggung gue balas memeluknya.

"Januari ada Bun?" Tanya gue setelah pelukan terlepas

"Ada lagi dibelakang, ayok masuk." Jenny menuntun gue masuk kedalam.

"Boleh aku nemuin Januari, bunda?"

"Boleh." Jenny mengangguk dengan bingung mungkin karena melihat ekspresi gue saat ini yang sama sekali tidak ingin berlama-lama seperti biasanya.

"Thanks." Balas gue sambil tersenyum kecil lalu melenggang pergi.

Sampai dihalaman belakang gue melihat Januari yang sedang berenang di kolam renang. Tampaknya ia tidak menyadari kehadiran gue dibelakangnya.

Tepat saat Januari berbalik untuk berenang kembali dia terdiam melihat keberadaan gue yang masih berdiri juga menatapnya dari pinggiran kolam.

Tanpa banyak berkata Januari naik ke atas dan berjalan mendekati gue, ia hanya mengenakan celana bokser dengan seluruh tubuhnya yang basah oleh air.

Januari berhenti dihadapan gue saat ini dan gue hanya bisa menunduk. "Gue enggak mau ngelakuin hal itu, Jan." Ucap gue dengan tercekat tak berani menatapnya.

"Gue udah bahas ini semalam, apa yang membuat Lo sampai berubah pikiran lagi?" Jawab Januari dengan datar.

Gue dengan berani menatap matanya "Gue mau mengakuinya,"

Untuk seperkian detik Januari hanya diam dan gue melanjutkan "tanpa Lo." Detik itu juga Januari tersenyum kecil lalu berbalik badan sambil menutup wajahnya dengan kasar.

Gue tahu apa yang barusan gue ucapkan tidak seperti apa yang semalam kita sudah rencanakan. Hanya saja kali ini gue berubah pikiran.

Januari berbalik menatap gue dengan intens "Udah Lo lakuin?" Tanyanya

Gue hanya menggeleng, belum. "Setelah ini." Jawab gue

"Lalu apa, ngebiarin Lo sendiri mengurus semuanya?" Balas Januari dingin menusuk.

"Itu urusan gue." Ucap gue lebih tajam, seketika gue melihat kilatan amarah yang sedari tadi dipendam oleh Januari.

Ia mendorong tubuh gue kebelakang lalu mengambil alih dagu gue untuk dicekal dan mengarahkan wajah gue tepat ke wajahnya dengan erat dan hati-hati.

"Kenapa Lo nggak bisa nerima gue. Kenapa, Ly?!"  Januari menuntun jawaban sambil terus memojokkan gue.

"Karena gue takut, Jan." Ucap gue lirih dengan air mata yang sudah jatuh dari kelopak mata ke pipi. Januari segera memeluk gue dengan erat, gue hanya bisa menangis di dalam dekapannya walaupun pakaian gue basah terkena air dari tubuh Januari.

"Lo percaya sama gue." Ucap Januari menenangkan gue dibahunya sambil mengelus puncak kepala gue dengan tangannya.

"Gue enggak pantes buat Lo Jan." Lirih gue dalam dekapannya.

"Jan?" Panggilan Jenny mengagetkan kita berdua yang sedang berpelukan, refleks gue melepaskan pelukan tapi sebaliknya Januari meraih pinggang gue untuk tetap mendekat kearahnya.

Gue menatap Jenny berusaha untuk terlihat baik-baik saja begitu juga dengan Januari saat ini yang tiba-tiba raut wajahnya menjadi sangat serius.

"Bun, Januari pengen bilang sesuatu." Ucap Januari membuat Jenny mengerutkan keningnya bingung.

Terjebak Friendzone! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang