19 - Pengakuan Farrel

11 2 0
                                    

Elaine, Evano dan Farrel terkejut dengan tindakan Viola yang membanting ponsel Elaine ke lantai. Elaine menatap ponselnya di lantai, lalu menatap Viola.

"Vi-Viola apa yang-"

Viola berbicara memotong ucapan Elaine. "Tidakkah kau tau jika aku lelah, Elaine?"

Viola mendekati Elaine, dia tidak bisa menahan kemarahannya lagi. "Aku sudah menuruti semua keinginanmu, Elaine. Tidak bisakah kau menuruti keinginanku hanya untuk satu kali saja?"

"Aku sudah mengijinkanmu disini bahkan sampai bersekolah bersamaku. Yang aku inginkan hanya satu yaitu Tania bebas dan pergi dari Indonesia. Apa sangat sulit untukmu untuk menerimanya?"

Elaine berekspresi gelisah. "Vi-Viola, aku hanya takut dia akan mencelakaimu lagi. Dia-"

"Itu tidak akan terjadi Elaine. Tania tidak memiliki siapapun sekarang dan dia tinggal sendiri di luar negeri. Terlebih lagi kau sudah memberitahukan identitasku padanya. Dia tidak akan bodoh dengan mengincarku lagi."

Elaine terdiam, dia mencerna semua ucapan Viola. Viola lebih mendekat ke arah Elaine. Dia memandang Elaine yang tengah menunduk sedang mencerna semua ucapannya.

"Elaine kau tahu, apa akibatnya jika kau memberitahu ibumu soal masalah ini?"

Elaine mendongakkan kepalanya, dia menatap Viola dan menggelengkan kepalanya. "A-aku tidak tahu."

"Aku akan memberitahumu. Jika ibumu sampai tahu masalah ini dia akan meminta Damian untuk turun tangan dalam masalah ini! Itu sama saja kau membuatku menjauh dari sumber kehidupanku Elaine!"

Elaine tersentak mendengar teriakan Viola. Bola matanya bergetar melihat kondisi Viola saat ini, dia belum pernah melihat Viola semarah ini kecuali saat Oliv bangkit. Dia bahkan tidak akan pernah mengira Viola akan bisa semarah ini.

Evano melihat Viola yang sudah tersulut amarah dengan segera memeluknya, memberikan ketenangan untuk Viola. Viola tidak menolak tindakan Evano sama sekali, tapi kemarahannya belum mereda.

"Elaine, kau tahu sendiri bagaimana tersiksanya aku selama sepuluh tahun ini tanpa Jarrel. Jika Damian sampai datang karena ibumu, aku akan benar-benar tidak dapat bertemu dengannya selamanya! Sudah cukup aku menunggu selama sepuluh tahun, aku tidak bisa menunggu hingga aku meninggal Elaine!"

Elaine tidak kuat menahan air matanya, dia menangis. Rasa takut dan rasa bersalah bercampur dalam diri Elaine. Dia awalnya hanya ingin masalah ini cepat selesai, tapi sayangnya dia hampir membuat masalah ini semakin runyam.

Elaine ingin mendekati sepupunya, dia ingin memeluk sepupunya itu dan meminta maaf. Tapi Viola membalikkan badannya dan menjauh dari Elaine. Elaine tertegun melihat Viola yang menjauh darinya.

Viola menundukkan kepalanya. "Farrel, bawa pergi Elaine sekarang."

Farrel menuruti ucapan Viola. Dia membawa pergi Elaine dari hadapan Viola. Elaine berusaha memberontak tapi Farrel menggenggam tangannya kuat. Elaine menangis sambil terus memanggil Viola, tapi gadis itu tidak menoleh sama sekali.

Viola memegang kepalanya yang terasa pusing. Evano dengan segera menghampiri Viola sebelum gadis itu limbung.

"Sebaiknya kita kembali ke ruang rawat Jarrel, Viola. Kau sedang tidak baik-baik saja sekarang," ujar Evano.

Viola menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku akan kembali setelah kita mendapatkan informasi dari Tania."

Evano menghela nafas, lalu menggenggam tangan Viola. Viola menatap tangannya yang digenggam Evano, entah kenapa Viola merasa tenang hanya karena itu.


***


Farrel menatap Elaine yang tertidur pulas di sofa ruang kerjanya. Gadis itu menangis dengan keras dan lama hingga dia tertidur. Farrel mengusap puncak kepala Elaine dengan lembut, lalu menghela nafas.

Janji Kesatria || Chaewon Le SserafimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang