Prolog

146 12 0
                                    

"Jarrel, tunggu aku!"

Aku berlari sekuat tenaga menghampiri saudara kembarku, Jarrel yang sudah masuk lebih dulu ke taman. Jarrel tersenyum menatapku sambil melambaikan tangan, memberi isyarat agar aku cepat menghampirinya.

"Viola, ayo bermain ayunan. Kamu yang duduk dan aku yang akan mendorong ayunannya," ujar Jarrel setelah aku berada disampingnya.

Aku mengangguk dengan senang. Jarrel mulai mendorong pelan ayunan setelah aku duduk. Ini sangat menyenangkan, aku tidak bisa berhenti tertawa. Jarrel juga tersenyum manis menatapku.

"Jarrel, sudah cukup. Sekarang giliranmu yang duduk dan aku yang mendorong ayunan," ujarku karena aku sudah cukup selesai bermain ayunan.

Jarrel mengangguk setuju. Jarrel baru saja duduk di ayunan, tapi tiba-tiba ada anak laki-laki yang mendorongnya hingga terjatuh. Aku terkejut melihat Jarrel terjatuh, dengan segera aku menghampirinya.

"Jarrel, kamu tidak apa-apa? Apakah kamu terluka?" panikku.

Jarrel mengusap lembut kedua punggung tanganku, dia mencoba menenangkanku. "Viola, aku tidak apa-apa."

Karena Jarrel akhirnya aku bisa tenang, kemudian aku menoleh pada anak laki-laki yang mendorong Jarrel. "Kamu kenapa mendorong Jarrel! Kalau saudaraku terluka bagaimana?!"

Anak laki-laki itu menatapku tidak senang. "Aku mau bermainan ayunan juga! Memangnya tidak boleh?"

"Kalau kamu ingin main ayunan, kamu harusnya memberitahu kami. Kamu tidak perlu sampai mendorong Jarrel seperti tadi. Sekarang kamu harus minta maaf pada Jarrel!"

"Aku tidak mau. Sana pergi, aku mau main ayunan!"

Anak laki-laki itu mendorongku hingga akan terjatuh, untung saja Jarrel menangkapku. Aku tidak terima jika anak itu belum meminta maaf. Aku ingin memukulnya, tapi Jarrel menarikku pergi dari taman.

"Jarrel, lepaskan aku. Aku ingin memukul anak itu."

"Viola, kamu tidak boleh memukul orang. Jika kamu terluka ayah dan bunda akan khawatir, mereka tidak mau kau terluka. Aku juga tidak mau kamu terluka."

Aku terdiam, aku telah membuat Jarrel khawatir. Aku memeluknya sambil berkata, "Jarrel maaf aku membuatmu khawatir. Aku hanya tidak terima ada yang melukaimu dan dia tidak meminta maaf padamu."

Jarrel membalas pelukan Viola sambil tersenyum. "Iya, tidak apa-apa. Terima kasih karena telah mengkhawatirkanku, Viola. Tapi seharusnya kamu lebih khawatir pada dirimu sendiri, kau bisa saja terluka tadi."

Viola melepas pelukannya, lalu dia menggelengkan kepalanya. "Aku kan sudah bilang, aku ini kesatria pelindungmu dan kamu adalah pangeranku. Oleh karena itu kamu lebih penting daripada diriku sendiri."

"Viola, kenapa kamu ingin menjadi seorang kesatria? Kenapa kamu tidak mau menjadi tuan putri?"

Aku menggeleng kuat. "Aku tidak mau menjadi tuan putri karena mereka terlalu lemah. Di cerita dongeng, tuan putri selalu meminta dan menerima bantuan, padahal mereka bisa melakukannya sendiri. Aku tidak mau menjadi lemah seperti mereka."

"Terus kenapa aku menjadi pangeran? Aku bisa menjadi kesatria juga sepertimu karena kita kembar."

Aku tersenyum mendengar pertanyaan Jarrel. "Kamu lebih cocok menjadi pangeran, Jarrel. Kamu itu tampan, baik hati, dan juga pintar. Tidak ada yang lebih cocok daripada kamu bahkan ayah sekalipun."

Jarrel tertawa mendengar ucapanku. Aku bingung apa ucapanku lucu, tapi setelah kupikirkan lagi tidak ada yang lucu dari ucapanku.

"Kamu benar-benar ingin menjadi kesatria pelindungku rupanya. Kalau begitu kamu harus terus bersamaku, apa kamu bisa berjanji untuk terus bersamaku, Viola?"

Aku tersenyum cerah dan mengangguk dengan semangat.
"Tentu saja, aku akan terus bersamamu, Jarrel."

Halo semuanya, selamat datang di cerita keduaku.

Semoga kalian menikmati cerita baruku ini ya.

Jangan lupa vote dan comment ya 😁

Janji Kesatria || Chaewon Le SserafimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang