#12. Ira sudah dewasa, ibu...

16 9 0
                                    

Keluarga Dito sudah dari sejam tadi pulang.

Setelah membantu membersihkan ruang tamu, Ira membawa nampan yang berisi gelas-gelas dan piring-piring saji ke dapur untuk di cuci.

Setibanya di dapur....

"Ira, kenapa kau lakukan ini?!"

"Maksud ibu?!"

"Jangan pura-pura naif...kau memang sudah merencanakan ini kan supaya acara pertunanganmu gagal, ngaku saja kamu?!"

Wajah ibu memerah semerah darah membias di kulit kuning langsat terangnya.

Giginya gemeretuk di dalam bibir nya yag terkatup. Rahang ibu mengeras. Jelas sekali ada emosi terpedam yang siap akan terlampiaskan pada Ira.

"Tapi Dito yang bertanya itu bu, dan aku menjawabnya apa adanya, emang ada yang salah?!"

"Tentu saja!!"

Sambar ibu cepat, kedua bola matanya melotot sambil mengangguk kasar padanya.

"Bukankah ibu sudah ku beritahu kalau aku sudah bertunangan dengan Revaldo, kak Mitha juga tahu, sungguh ibu dan kak Mitha sama sekali ga mau mengerti perasaanku"

"Ga mau mengerti?!"

"Kau yang harusnya mengerti Ira, ibu berusaha membuatmu bahagia, menjodohkanmu dengan Dito membuat hidupmu enak nantinya"

"Hidupku atau hidup keluarga kita bu..tolong ibu sedikit aja mengakuinya. Ibu mengorbankan perasaanku bu, sadarlah bu Ira sudah dewasa....aaah"

Plaaaakkkk...

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Ira, meninggalkan warna kemerahan di pipi sawo matangnya yang halus.

Terasa panas, sakit berdenyut, perih, seperih hatinya yang mulai terluka lagi dan lagi.

Air matanya deras mengalir membasahi kedua pipinya.

"Kenapa waktu Tiara menolak Dito, ibu ga marah bu, mengapa denganku semarah ini?", jerit Ira protes dengan perlakuan ibunya yang ga adil itu.

"Karena Tiara sudah punya calon yang bisa dibanggakan kalau kamu apa...?!"

"Revaldo anak orang kaya juga bu..."

"Hentikan Ira...jangan sebut lagi nama orang yang bahkan ibu juga ga tahu seperti apa, itulah kesalahanmu"

"Yang kedua, kau membuat malu semuanya"

Hardik ibu dengan suara lantang. Tersedu Ira sambil memandang sekelilingnya.

Tampak kak Mitha yang sedang mengelap perabot yang tadi sudah Ira cuci, memandangnya sinis.

Tiara adiknya yang sedang membereskan sisa tisu ke dalam kotak memadangnya dengan senyum melecehkan.

Sementara Ira ga melihat bapak dan mas Doni juga Bintang, apa mereka sengaja menghindar karena hal ini pasti akan terjadi.

Tak ada satupun yang berada di pihaknya, paling ga menengahinya, mendamaikan supaya amarah ibu sedikit mereda.

Kembali Ira teringat akan almarhumah bulik Sarah, adik kandung ibu yang selalu menengahi ketika ada peristiwa seperti ini.

Buliknya itu bahkan mampu meredakan amarah ibunya dan anehnya ibu mau mendengarkan nasehat buliknya itu.

Aaah...mengapa orang yang baik cepat sekali berpulang ke sisiNya.

Buliiik Ira kangen...maaf Ira menyebut nama bulik di saat begini.

Bulik di sana sudah bahagia, sudah tidak lagi merasakan sakit.

Jodoh Untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang