#22. Mas Alvin dan bimbingan.

6 3 0
                                    

Sore ini ada bimbingan dengan pak Marmo jam 17.30 Wib. Masih 30 menit, Ira sudah bersiap-siap mau pulang.

Beruntung juga hari ini walau dalam keadaan badmood tapi ia bisa menyelesaikan tiga laporan keuangan dari tiga perusahaan.

Laporan hariannya juga barusan sudah ia taruh di meja pak Yoga. Hari ini kebetulan beliau sedang ada pemeriksaan audit bersama Dennis.

Untung bukan dirinya juga yang di suruh mendampingi pak Yoga, bisa pulang habis petang nanti dan yang pasti gagal bimbingan dan yang pasti di komplain pak Marmo.

Di pelataran parkiran Ira melihat mas Alvin sedang duduk sendiri di atas jok motornya sambil fokus melihat ke handphonenya.

Ira jadi serba salah, mau ga nyapa tapi ia sebenarnya terbilang akrab juga dengan cowok itu, tapi mau gimana lagi, akhir-akhir ini medadak mas Alvin berubah sikap padanya.

Cowok berbadan kurus tinggi itu mendiamkannya beberapa hati ini tanpa ia tahu apa sebabnya.

Apa benar yang dikatakan Dennis pas jam istirahat tadi, kalau mas Alvin cemburu karena tahu Ira sudah bertunangan dengan Revaldo.

Meskipun Dennis bilang sambil setengah bercanda dan mas Alvin kelihatan ga mau terus terang dan terkesan menghindar, tapi sikapnya yang berubah dengan mata sendu sering kepergok menatapnya.

"Aah..apa salahnya menyapa", pikir Ira.

"Belum pulang mas?!" Akhirnya Ira benar-benar memberanikan diri menyapanya duluan setelah beberapa hari mereka saling diam.

Ira siap mau duduk di atas joknya dan menhidupkan mesin motornya ketika ia lihat mas Alvin bereaksi dengan sapaan Ira, melihat ke arahnya.

Seulas senyum begitu kalem dan nampak lelah di raut wajah cakep berbentuk persegi itu. Alvin yang biasanya energik, penuh canda dan selalu rapi dengan gaya rambut belah pinggir nan klimis.

Namun sore ini tampak kusut masai baik rambut maupun wajahnya. Dasinya pun di plorotin begitu. Apa yang terjadi?!

"Aku nunggu seorang cewek manis, berambut gelombang sebahu, di kuncir belakang, berhidung mancung, bermata indah, pendiam tapi baik hati, misterius, pintar, mandiri....", mas Alvin terus saja mengoceh sambil menatap Ira lekat-lekat dengan wajah kuyu.

"Oke mas, mungkin sebentar lagi cewek itu datang ya?", jawab Ira hati-hati. Sebenarnya agak takut dengan sikapnya ini kaya orang fly aja.

"Kamu yang kutunggu Ra"
Ira mendelik tanpa memandang mas Alvin.

Dari ekor matanya ia melihat cowok itu kini turun dari motornya dan berdiri sambil bersandar di motornya.

Tangannya bersedekap dengan sikap menunggu. Yaaah.... menunggu reaksi Ira.

"Boleh aku bicara serius Ra?!"

Ira mematikan mesin motornya dan masih duduk di jok motornya.

"Sebelum aku pergi paling enggak kau harus tahu yang sebenarnya"

"Apa ya mas, apa ada hubungannya denganku?"

"Hampir sebagian"

"Aku mau resign Ra"

"Ada apa mas...ada sesuatukah?!"

"Aku diterima di kantor pelayanan pajak Ra"

"Alhamdulillah, selamat ya mas, bahagia dong jangan lesu begitu, Ira tersenyum lebar dan berusaha mengakrab lagi.

"Yaa bahagia sih tapi ada yang kurang", jawab mas Alvin sambil menunduk ia melirik Ira sekilas.

"Aku suka bahkan mencintai seorang cewek tapi dia gak menganggap aku, malah sekarang sudah tunangan"
"Hancur rasanya..sejak pertama kenal ku sudah langsung suka dia, dalam hati ku sempat berbisik "she's my type" tapi yaah dia bukan untukku"

Jodoh Untuk NadiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang