Bab 22 : Foto Manda

1.7K 142 5
                                        

Satu minggu kemudian.

Raka mulai melembut kepada Mala, ia sudah tidak marah dan ketus kepadanya.

Salah satu cara Mala menyayangi Raka adalah membuat dia lahap saat sarapan. Mala sarapan lebih sedikit, melihat Raka menghabiskan masakannya membuat perut Mala cepat kenyang. Raka tersenyum meminum teh yang Mala buat. Mala membalas senyumannya.

Raka menghampiri mengecup pucuk kepala Mala. Mala terdiam sejenak memejamkan matanya dan merasakan bibir lembut Raka menempel didahinya. Ia terkejut sangat-sangat bahagia karena Raka mulai memperlakukan sebagaimana seorang suami memperlakukan istrinya.

"Gue kerja dulu" pamitnya.

"Iya, hati-hati dijalan" Mala mencium punggung tangan suaminya.

Raka pergi, Mala mengantar sampai pintu gerbang. Ia menatap mobil Raka melaju, tidak melepas pandangan sebelum mobilnya benar-benar tak terjangkau oleh mata Mala.

Mala kembali ke dalam untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ia tidak sekolah karena sekolah diliburkan.

Beberapa menit lalu Raka sudah berangkat bekerja. Mala mencuci baju, kemudian merapikan rumah. Hari ini dirinya sangat repot, pembantu rumah mereka meminta izin merawat anaknya yang sedang sakit jadi, Mala lah yang harus mengerjakan pekerjaan rumah.

Mala membersihkan setiap sudut ruangan yang ada. Saat sedang menyapu ia melihat pintu ruang kerja Raka yang terbuka. Dirinya ingat belum membersihkan ruangan itu.

Ia masuk mulai mengelap meja-meja, menyapu lantai yang kotor dan merapikan dokumen-dokumen yang berserakan.

Saat merapikan dokumen Mala tidak sengaja melihat laci yang sedikit terbuka dengan sebuah foto wanita didalamnya. Karena rasa penasarannya ia membuka laci tersebut dan mengambil foto itu. Yang ternyata adalah foto Manda dengan pose cantiknya.

Hati Mala remuk. Tadi pagi ia baru saja merasakan cinta dari Raka, tapi mengapa Raka harus membuatnya melayang tinggi kemudian menjatuhkannya tiba-tiba?

Mala menyimpan kembali foto itu ke tempat semula. Menutup pintu ruang kerja suaminya rapat, berjalan ke ruang tengah seolah tidak terjadi apa-apa. Meskipun hatinya terguncang hebat Mala sudah berjanji untuk tidak meneteskan air mata saat menghadapi Raka.

Sebenarnya Mala yang selalu merapikan ruang kerja Raka sepulang sekolah. Namun selama ini memang tidak pernah berani membuka laci meja, selain karena ia sadar hal itu tidak sopan. Sejak awal menikah Raka sudah mewanti-wanti untuk tidak menyentuh barang-barang pribadinya.

Mala masih termenung hingga tengah malam. Ia tak sabar menunggu kepulangan Raka, karena dia butuh penjelasan dan berhenti dengan argumen sepihak dari dalam diri yang menyulut hati.

Suara ringtone telepon mengusik lamunan bodohnya. Mala seperti orang bodoh jika sedang sendiri, mungkin karena terlalu sepi. Panggilan telepon ternyata dari Raka.

Mala sengaja tidak mengangkat telepon karena malas. Adapun prasangka dibenaknya sebaiknya dibicarakan langsung nanti. Itu pun kalau Mala sanggup, kalau tidak paling-paling makan ati.

"Cklek"

Suara pintu yang terbuka membuat Mala berdiri dari sofa depan TV untuk menyambut Raka. Membawakan tasnya dan duduk di ruang keluarga.

"Ini teh hangatnya" Mala membawakan minuman untuk Raka.

Mala duduk disamping Raka, menunggu hatinya siap untuk bertanya masalah foto. Ia sebenarnya bisa bertanya kapan saja akan tetapi hatinya yang tidak siap menerima jawabannya. Ia hanya bisa menduga-duga bahwa Raka masih terus mencintai Manda.

"Ada apa? Kenapa menatap gue kayak gitu?!" Raka melemparkan pertanyaan saat Mala keterusan menatapnya.

Mala bungkam memilih kata-kata yang sesuai.

"Ada masalah? Katakan saja!" Raka kembali melemparkan pertanyaan melihat Mala yang hanya diam.

"Ga, gapapa. Kalau gitu gue tidur duluan" Mala mengurungkan niatnya bertanya karena Raka yang terlihat sangat letih. Ia bangkit dari duduknya membawakan tas Raka berjalan ke kamar.

Raka menoleh melihat kepergian Mala, dirinya heran akan sikap Mala yang terlihat diam.

Keluar dari kamar mandi Raka melihat Mala yang sudah tidur. Ia duduk disamping Mala yang tidur memunggunginya. Mendekatkan diri lalu memegang dahi Mala. "Ga panas" gumamnya yang mengira dibalik diamnya Mala adalah karena ia sakit.

Mala merasakan sentuhan tangan Raka, ia sebenarnya belum tidur hanya memejamkan mata berusaha untuk tidur. Hatinya bercampur antara sedih karena foto dan bahagia kerena Raka memperhatikan kondisinya.

Raka menaikkan selimut untuk menutupi seluruh tubuh Mala. Dirinya kemudian ikut tidur dengan posisi memunggungi Mala. Mala sedikit menoleh, pikirannya saat ini sangat penuh.

................

"Gue langsung berangkat aja deh" ucap Mala mengancingi baju, mengambil tas sekolahnya.

Tidak lupa ia menutup pintu rumahnya.

Disisi lain Raka yang tertidur setelah sholat subuh, perlahan menggeliat karena hari sudah semakin terang.

Ia keluar menuju balkon untuk menyegarkan pikiran sebentar, saat ia melihat ke bawah terlihat jelas Mala sedang berjalan menuju gerbang dengan seragam rapi.

"Kok udah berangkat jam segini?" ucap Raka menyalakan ponsel. Matanya terbelalak melihat layar ponsel yang menampilkan jam 06.33.

"Astaga udah jam segini!" Raka bergegas ke kamar mandi.

Tak butuh waktu lama Raka keluar dari kamar mandi lalu memakai pakaian kantornya.

"Kenapa dia ga bangunin gue?!" ucapnya sambil mengikat dasi lalu memakai jam tangan.

Setelah dirasa rapi ia langsung berangkat tanpa sarapan. Di tengah jalan Raka melihat Mala duduk disamping kaca taxi yang tadi dipesannya.

Sedangkan Mala tidak tau kalau Raka ada disamping taxi nya, begitu mobil Raka melawatinya, Mala nampak berpikir sejenak.

.....

Sampai di sekolah Mala langsung duduk dibangkunya tersenyum kecut menyapa Dewi.

"Lo kenapa??"

Bersambung...

AMALA  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang