37. Gerhana Bulan

73 11 0
                                    

Johnny melihat ke arah langit, mencari-cari letak bulan di sana. Dahinya mengernyit sambil sesekali ia mengamati jam tangannya. Ia lalu menoleh pada Jaemin dan Haru yang tengah berdiri di dekat tepian atap sambil terus menatap bulan yang menggantung di langit.

"Aku tidak dengar akan ada gerhana bulan sebelumnya," kata Johnny sambil melangkah perlahan ke arah kedua karyawannya itu.

Haru menoleh dengan wajah sumringah. "Benar ada, kok. Tadi Jeno Lee bilang sendiri. Kak Johnny tidak percaya Jeno Lee? Aku saja percaya!"

Kalimat Haru tadi membuat Jaemin tersentuh. Ia menoleh pada Haru selama beberapa detik, memastikan bahwa gadis itu benar-benar jatuh cinta pada sahabatnya, lalu kembali melempar pandangannya ke arah langit. 

Jaemin tidak sempat mencari soal gerhana itu karena ponselnya tertinggal di kamar Jeno. Haru langsung menariknya begitu saja keluar untuk berkunjung ke rumah Johnny dan minta dibukakan akses. Setelah sampai di sana, barulah mereka tahu dari Jennie kalau Johnny ada di minimarket sejak siang.

"Ya sudah, kalian di sini dulu ya. Ada beberapa hal yang harus aku hitung lagi. Ada kelebihan uang di kasir, aku perlu mencocokkan sebentar. Kalian berdua jangan sampai terjatuh. Okay?" ujar Johnny sambil melangkah menjauh dan lenyap setelah melewati akses masuk ke atap minimarketnya.


Aram temaram sudah lewat setelah golden hour yang begitu menyilaukan. Jaemin tak menyangka akan melewati sore yang amat berkilau dengan gadis lugu yang tidak bisa dia sukai dan tidak bisa juga dia benci. Semua yang terjadi setelah kematian ayah Jeno membuat hubungan antara Jaemin dan Haru jauh dari kata akur meski tak bermusuhan. Mereka hanya canggung satu sama lain.

Tapi, Jaemin bukan orang yang seperti Jeno. Ia tak akan menyerah pada kecanggungan. Ia bahkan bisa merasa ramai bahkan meski lawan bicaranya adalah angin malam━yang beberapa kali meniupi rambut Haru hingga gadis itu berkali-kali merapikannya. 

"Haru," panggil Jaemin. Gadis itu lalu menoleh dengan senyum di bibirnya. "Terima kasih ya."

Mata Haru berpendar. Bagi Haru, Jaemin adalah orang yang sangat baik bahkan sejak pertama kali mereka bertemu. Ia tidak tahu bahwa kalimat itu berarti besar bagi Jaemin, karena beberapa kali dirinya merasa perlu membenci Haru atas semua hal yang Jeno hadapi sampai hari ini. 

"Terima kasih untuk apa?"

"Karena sudah berpikir baik tentang Jeno. Bahkan Si Tolol itu tidak bisa berpikir baik soal dirinya sendiri," kata Jaemin sambil tertawa kesal. "Haru, kita jadi agak canggung nih. Setelah ini aku ajak ke Seoul ya, di sana ada restoran samgyeopsal yang enak. Aku traktir."

Haru hanya menatap Jaemin tanpa suara. Pikirannya sudah terlanjur dipenuhi Jeno Lee. Ia akan membawakan Jeno Lee cemilan keripik kentang dari minimarket Johnny, akan kembali sekolah dengan baik karena Jeno Lee, akan menjalani hari dengan baik dan bekerja paruh waktu bersama Jeno Lee, akan terus jatuh hati pada Jeno Lee.

"Kak Jaemin, kalau tipe idealnya Kak Jeno seperti apa?"

"Hahaha." Jaemin terkekeh. Kepalanya menengadah menghadap langit. "Tidak sepertimu pokoknya."

"AAAA!" seru Haru sambil memukul asal lengan Jaemin. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke sembarang arah. Jaemin sedikit terkejut dengan laku Haru yang tak biasa, cenderung periang.

Jaemin lalu sibuk menyelidiki raut wajah Haru. Sebuah senyuman muncul di bibirnya ketika ia yakin gadis remaja itu menggembungkan kedua pipinya dan menatap kosong dengan pandangan kesal. Ia merasa harus mengusili Haru lebih lagi.

"Tinggi."

Haru menoleh kaget. "Serius?"

Jaemin mengangguk mantap. "Dewasa."

Selamat Pagi, Jeno Lee [NCT Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang